Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Selamat Hari PRT, Ibu Parli, Mbak Yem, dan PRT Seluruh Indonesia!

15 Februari 2019   13:05 Diperbarui: 15 Februari 2019   19:39 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Unjuk rasa pekerja rumah tangga memperingati Hari Perempuan Internasional di Jakarta, Minggu (8/3/2015). Dalam aksinya, mereka menuntut pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan RUU PRT, serta memberikan jaminan perlindungan, upah layak, dan kesejahteraan. (KOMPAS / HERU SRI KUMORO)

Di saat lebaran yang ramai dengan jasa 'infal' dengan bayaran Rp 100.000 sehari, jasa pekerja bersih bersih rumah dengan 'online' bisa dianggap sebagai pesaing. "Tahun ini hanya 35 pesanan. Tahun ini enggak begitu bagus," begitu kata Nurma, Marketing LPK Surya Insani kepada detikFinance, Rabu (20/6/2018) 

Seperti dilansir dari detik, Nurma memperkirakan lesunya pemesanan tenaga infal tahun ini lantaran adanya pemesanan tenaga ART via online seperti Go-Clean. Layanan ini tentu memudahkan bagi pemilik rumah yang mungkin hanya butuh tenaga bersih-bersih rumah harian.

Peneliti sosiologi Universitas Indonesia, Ida Ruwaida Noor, yang kebetulan kawan saya mengatakan ada kecenderungan majikan bersikap inkonsisten dalam hal PRT di Indonesia. Di satu sisi, banyak majikan mengatakan mereka mengakui PRT sebagai pekerja, tapi di sisi lain mereka memaknai PRT berbeda dengan pekerja lain. 

Studi itu juga melihat relasi majikan kepada PRT lebih merupakan relasi sosial dan bukan atau belum berupa relasi kerja. Artinya, ada banyak fleksibilitas sosial yang membuat kerja PRT menjadi tidak terumuskan.  Studi "PRT dan Perbudakan Modern: Potret Suara PRT dan Majikan" ini diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan International Labour Organization (ILO) dan diluncurkan pada 2016.

Di suatu pertemuan dengan PRT yang saya fasilitasi, ada hal yang menarik diungkapkan seorang PRT "Saya ini jauh jauh momong anak orang kaya dengan cara meninggalkan anak saya entah dirawat siapa". 

Seorang PRT pekerja migran mengatakan "Saya bisa bahasa Inggris dengan bekerja sebagai PRT di Hongkong. Tapi apa saya bangga kalau saya menyebut pekerjaan saya ngosek WC". 

Status kerja PRT memang sering tidak dianggap penting. Sering dilecehkan. Bahkan disebut dengan panggilan yang kadang kasar. Babu. Jongos. Bedinde. Pembantu. Pembokat. Apa lagi? Itu sering dipakai ketika orang mengumpat "Dasar bedinde". "Gayamu kok kayak Pembantu". Dan lain lain. PRT juga memiliki pelabelan sebagai 'pembantu genit' bila ia rapi. Serba salah memang.  Bila rapi dan bersih serta berdandan dianggap genit. Bila tidak rapi dianggap jorok. Belum lagi soal olok olokan nama. PRT dianggap lebih pantas punya nama desa. Bila namanya moderen seperti 'Novi' atau 'Rita', ada juga majikan yang akan berkomentar 'Pembantu kok namanya Novi'. Tidak mudah menjadi PRT. 

Tidak ada data yang pasti dan terkini tentang berapa jumlah PRT di Indonesia. Memang data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa jumlah PRT di Indonesia adalah 1,7 juta pada tahun 2008, dan menjadi 2,6 juta pada 2011. Ini termasuk PRT anak. 

PRT mayoritas adalah perempuan, dari keluarga miskin, dan berpendidikan rendah. Adalah sulit untuk memantau apa yang terjadi di dalam rumah. Tiadanya data juga menandakan bahwa PRT belum dihitung sebagai warga penuh. Apalah artinya angka PRT, mungkin demikian yang ada dalam statistik kita. Jangankan untuk mengupayakan agar upah PRT disamakan dengan UMR, kadang makan dan minumnyapun tidak pernah dipikirkan. Hak dan Kewajiban PRT terus dicederai.  

Memang untuk pekerja migran telah ada UU Perlindungan Pekerja Migran. Tetapi, undang undang di dalam negeri tujuan juga mempengaruhi. Di Malaysia, misalnya tidak ada aturan terkait PRT. Ini tentu sulit bila terjadi hal yang melanggar hak pekerja. Juga terdapat Undang Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang bisa melindungi PRT bila terjadi kekerasan pada dirinya yang terjadi di dalam rumah tangga. Tetapi bagaimana dengan hak lainnya? 

Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) perempuan telah lama bekerja untuk memperjuangkan hak PRT. Naskah rancangan undang undangnyapun telah disusun bertahun tahun lamanya. Lebih dari dari 16 tahun. Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Pekerja Domestik (RUU PPRT/PD) ada. Namun, hingga kini RUU PPRT/PD masih dalam status rancangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun