Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kekuasaan Junta Militer, Apakah Masih Jadi Ancaman Demokrasi Pasca Milenia?

9 Februari 2019   15:10 Diperbarui: 9 Februari 2019   17:01 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Charoensiri menerima penghargaan IWOI dari Melania Trump, March 2018. State Department

Pada tahun 2018 Brazil baru saja menyumpah presidennya, Jair Bolsonaro. Ia seorang mantan anggota konggres sayap kanan dan sebelumnya adalah seorang militer. Beberapa pengamat menyampaikan kekutiran mereka terkait romantisme Jair Bolsonaro pada kekuasaan diktstor milter pada tahun 1964 sampai 1985. 

Sejarah diktator militer di Brazil merupakan derita bagi rakyatnya. Pada masa itu, pemerintah membrangus kebebasan warga berbicara dan berkumpul. Era pemerintahan tersebut juga menculit 475 orang orang kritis, termasuk mereka yang menolak kekuasaan militer, dan menyiksa ribuan warga. Bahkan, disebutkan bahwa antara tahun 1976 sampai 1983, dilaporkan bahwa pemerintah membunuh sekitar 15.000 orang

Yang jelas, pemerintah Brazil tidak pernah menghukum orang yang melakukan tindak kriminal dalam konteks pemerintahan diktator. Sebaliknya, Brazil seperti memanfaatkan kasus kasus yang ada pada kekuasaan diktator dan bahkan mengangkat presiden Jair Bolsonaro yang notabenw dari kalangan militer untuk menjadi presiden.

Kampanye Pemenang Pemilu Brazil dari Kalangan Militer Reuters
Kampanye Pemenang Pemilu Brazil dari Kalangan Militer Reuters
Di Myanmar atau Burma, ada Aung San Suu Kyi yang saat ini berusaia 73 tahun. Ia adalah penerima anugerah Nobel perdamaian, dikenal sebagai seorang ikon yang rela kehilangan kebebasannya karena berdiri melawan kekuasaan junta militer di negerinya. 

Selama 11 tahun, sejak 1989 sampai 2010 ia dipenjarajan di rumah kediamannya sendiri karena berusaha menegakkan demokrasi. Ia memimpin the National League for Democracy (NLD) yang akhirnya menang pada pemilu pada 2015, yaitu pemilu yang pertama dilakukan selama 25 tahun terakhir.

Setelah menjadi pemimpin Myanmar yang resmi pada tahun 2016, Aung San Su Kyi terus menerima dukungan dari pihak yang sama selama ini. Sayang sekali, peristiwa eksodus lebih dari 700.000 pengungsi musli Rohingya ke wilayah Bangladesh karena tekanan militer membuat Su Kyi dihujat karena dianggap tidak mampu memberhentikan perkosaan, pembunuhan dan kekerasan yang dilakukan junta militer. Kegagalan Su Kyi untuk mengelola masyarakat yang plural dan tidak hanya membela kamu Buddha dianggap terlalu pragmatis menyikapi persoalan ini.

Kritik pada lemahnya kepemimpinan Au San Su Kyi dilemparkan banyak pihak. Dikatakan oleh analis politik bahwa ketika partai NLD menang, ia membuat kantornya di rumah. Iapun membuat jarak dengan orang partai yang telah mendukungnya. George Soros yang telah menginvestasikan banyak dana untuk proses demokrasi di Myanmar dikabarkan sulit untu kbisa menemuinya.

bbc.com
bbc.com
Realitas ini menunjukkan bahwa sebetulnya kekuatan politik pihak militer di Myanmar sebetulnya masih besar dan tak terbengkokkan oleh demokrasi. Au San Su Kyi sendiri lebih mirip pemimpin boneka dari junta miltier yang ada. 

Walaupun Au San Sukyi adalah pejuang hak asasi manusia, kekuatan moral Sukyi rontok dan tak mampu melakukan sesuatu ketika kelompok minoritas di negaranya haru mengalami pembantaian, perkosaan, kekerasaan, dan pengusiran.  Dan hal ini terkesan dilakukan Sukyi karena untuk mempertahankan posisinya.

Undang Undang Myanmar memang melarangnya untuk menjadi Presiden Myanmar karena ia memiliki 2 orang anak keturunan Amerika. Nampak sudah bahwa kekuatan Suky sebagai  'State Counsellor' hanyalah tameng yang dipakai Myanmar menghadapi dunia internasional. Walaupun Myanmar memiliki presiden, yaitu Win Myint, namun semua warga dan mata dunia tetap meminta pertanggungjawaban Sukyi yang dianggap sebagai pemimpin de facto. Posisi yang teramat sulit. 

Pada tahun 1988 Aung San Su Kyi sebetulnya kembali ke Myanmar untuk merawat ibunya yang sakit. Namun kondisi Myanmar yang sedang dalam situasi politik yang memanas dan mahasiswa, pegawai dan biksi melakukan protes di jalanan menuntut demokrasi menjadikannya terpanggil. Su Kyi yang terinspirasi oleh kampanye anti kekerasan yang dilakukan oleh Martin Luther King dan Mahatma Gandi melakukan kampanye reformasi demokrasi damai ke seluruh negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun