Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Membaca bersama Gadis-gadis Cilik di Skow, Desa di Perbatasan Papua dan Papua Nugini

7 Februari 2019   13:17 Diperbarui: 7 Februari 2019   21:41 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rata rata lamanya bersekolah yang rendah dinilai sebagai bagian dari kinerja pendidikan di Papua. Angka melek huruf juga masih cukup tinggi, khususnya di kalangan perempuan. Data BPS 2012 menunjukkan bahwa 27% penduduk di atas usia 5 tahun masih buta huruf, dan lebih dari separuhnya adalah perempuan. 

Data BPS 2017 tentang buta aksara tidak mencantumkan prosentase pada anak-anak di bawah 15 tahun, tetapi dengan angka pada usia di atas 15 tahun 6,11% untuk penduduk di atas usia 15 tahun, 24,66% untuk penduduk antara 15 sampai 44 tahun dan 30,46% untuk usia di atas 45 tahun.

Memang, sejarah pendidikan di Papua memang berbeda dengan wilayah Indonesia lainnya. Pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di masa Orde Lama dan sebagian Orde Baru di Papua sangat tergantung pada keberadaan misionaris.

Diberhentikannya kerja misionaris pada masa Order Baru membawa beberapa tantangan dalam upaya melanjutkan kerja di bidang pendidikan, khususnya pada pendidikan dasar. Persoalan absentisme guru, khususnya guru perempuan yang disebabkan persoalan jarak dan beban kerja perempuan juga ditemukan.

Siang itu saya meninggalkan SD Skow dengan rasa bercampur baur. Gembira berkumpul dengan gadis gadis cilik yang antusias membaca dan akan memulai kegiatan membaca di perpustakaan sekolahnya. Gundah bahwa tingkat literasi anak-anak generasi emas ini masih terbata. Peristiwa membaca bersama gadis gadis kecil itu terjadi sekitar 10 sampai 12 tahun silam. Bila diberikan kesehatan dan umur panjang, anak anak itu tentunya sudah berumur sekitar 19 sampai 22 tahun. 

Pagi tadi saya panjatkan doa kecil tulus semoga anak-anak gadis ini terus bersekolah menuntut ilmu dan menjadi anak dan perempuan dewasa yang bahagia. Aamiin ...

Persoalan kesulitan membaca di kalangan anak Papua dan anak-anak di wilayah terpencil di Indonesia bukanlah hanya PR bagi pemerintah dan guru di wilayah wilayah itu saja. Ini PR kita semua.

Pustaka:

  • Laporan Pembangunan Manusia Provinsi Papua 2013, Leya Cattleya untuk UNDP, 2013
  • Program Literasi UNICEF Tingkatkan Kemampuan Baca Tulis, ANTARA News, 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun