Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Membaca bersama Gadis-gadis Cilik di Skow, Desa di Perbatasan Papua dan Papua Nugini

7 Februari 2019   13:17 Diperbarui: 7 Februari 2019   21:41 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meski saya bolak-balik bepergian ke Papua sejak tahun 2005 sampai dengan 2015 untuk urusan pekerjaan dan riset, selalu ada perasaan khusus tentang apa yang belum saya tuntaskan untuk Papua. Tentang anak anak di sana. Tentang pendidikan mereka. Tentang masa depan mereka. Selalu ada mata basah ketika meninggalkannya. Sering memikirkan mengapa begitu banyak upaya diberikan ke Papua, namun kemajuan pembangunan manusia wilayah ini begitu lambat. 

Ini adalah catatan dari buku lama saya di tahun 2010 sampai 2013. Catatan tentang perjalanan ke desa Skow. Kita dengan mudah menemukan desa ini di peta karena ini adalah desa di perbatasan dua negara, RI dan Papua Nugini. 

Kali ini saya sengaja membawa satu set ensiklopedia anak-anak 'Mengapa Begini, Mengapa Begitu" milik anak saya yang sudah menikah. Seri ensiklopedia berjumlah 24 seri terbitan Widya Wiyata itu cukup berat. Saya ingat perlu merogoh kantong untuk membayar ekstra bagasi untuk itu.

Setelah perjalanan 2 jam dari Jayapura melewati jalan baru yang panjang dan lurus itu, akhirnya kami tiba di Skow. Agak berbeda tampilan desa Skow dibandingkan dengan desa lain di Papua. 

Rumah rumah dan bangunan yang ada lebih seragam. Kami tidak mencoba untuk menyeberang ke desa Wutung di wilayah Papua Nugini yang hanya dibatasi kawat berduri karena saya tidak membawa paspor. Tujuan kami adalah ke suatu SD perintis. SD itu sepi sekali ketika kami tiba. Beberapa anak perempuan langsung mengikuti saya yang saat itu membawa kardus berisi buku. 

Setelah dicatat oleh seorang petugas, buku-buku diterima. Saya melihat terdapat ruang perpustakaan yang baru namun kosong melompong. Satu buku pun tak ada. Hanya ada rak.

.

Dokpri
Dokpri

Gadis gadis kecil yang berjumlah tujuh itu terus mengikuti langkah saya. Karena hari masih pagi, saya tawarkan kepada mereka untuk membaca bersama buku buku yang telah diterima sekolah tadi. Mereka bersorak senang, tanda setuju. Kami memilih satu ruang kosong yang berlantai bersih.
Kami saling berkenalan. 

Dengan malu malu, gadis gadis ini memperkenalkan dirinya. Ada Anna Maria dan Dorothea yang duduk di kelas 4, Cornelia dan Helia duduk di kelas 3, Kor dan Ida duduk di kelas 5, dan Yuanita satu satunya yang duduk di kelas 6. Cornelia memperkenalkan pula adik laki lakinya yang berumur sekitar 4 tahun yang pagi itu bertelanjang tanpa baju.

Saya minta anak-anak memilih salah satu judul dari ensiklopedia yang menarik bagi mereka. Dan ini menjadi sesuatu yang seru. Mereka berebut melihat buku-buku itu. Membaca sekilas, melihat gambar, meletakkannya lagi, memilih yang lain. Ini berjalan sekitar seperempat jam. Saya biarkan mereka mengeksplor. Akhirnya mereka menetapkan pilihan. 

Ketertarikan mereka pada tema tema ensiklopedia cukup beragam. Anna Maria memilih tema Geografi dan Peta. Cornelia memilih tema Dunia Serangga. Dorothe memilih "Kehidupan Sehari hari". Ida memilih Dunia Bawah Laut. Yuanita yang badannya paling bongsor cukup lama untuk menentukan pilihannya. 

Ia akhirnya memilih tema Tubuh Kita. Saya memberi waktu mereka untuk membaca buku masing masing. Lalu, kami buat kesepakatan agar masing masing membaca keras keras 2 paragraf yang ada pada buku pilihan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun