Suatu diskusi dengan mama mama dan oom oom di Sentani pada tahun 2005 telah mengeluhkan soal polusi, pendangkalan danau Sentani, dan berkurangnya spesies ikan endemik. Diskusi yang saya adakan dengan mama mama dan oom oom yang berbeda pada tahun 2016 juga mengangkat persoalan yang sama. Artinya, isu lingkungan, mutu air dan berkurangnya spesies dan jumlah ikan endemik danau adalah isu lama. Data dari mongabay.co.id menyebutkan bahwa serangkaian studi yang dilakukan peneliti Universitas Cenderawasih mencatat bahwa pada tahun 1993 terdapat 35 spesies ikan. Namun studi yang dilakukan oleh Henderite Ohee pada tahun 2016-2017 hanya menemukan 19 spesies saja. Dari jumlah tersebut dicatat terdapat 8 spesies ikan asli, 7 spesies ikan anadromus, yaitu jenis ikan yang bertelur di laut dan kembali lagi ke danau Sentani. Sementara ikan introduksi atau yang dibawa dari luar oleh manusia adalah sebanyak 10 sampai 11 jenis. Spesies anadromus yang sebelumnya dijumpai di Danau Sentani, seperti hiu gergaji (Pristis microdon), bahkan tidak ditemukan lagi sejak awal tahun 1970-an. Penyebabnya karena sering tertangkap jaring nelayan dan teracuni materi kimia buangan industri dan rumah tangga. Studiitu juga mencatat adanya 3 jenis ikan endemic Danau Sentani, yaitu ikan gabus sentani (Glossogobius sentaniensis), ikan pelangi Sentani (Chilatherina sentaniensis), dan ikan pelangi merah (Glossolepis incisus). Namun ikan pelangi sentani, sudah tidak ditemukan.
- Erosi dan sedimentasi yang sangat tinggi disebabkan oleh sifat jenis tanah di Daerah Aliran Sungai Sentani yang pada umumnya peka terhadap erosi, curah hujan tinggi dan kemiringan lereng yang di atas 5%. Adanya curah hujan yang meningkat pada bulan November -- April meningkatnya permukaan air danau;
- Reklamasi di seputaran danau pun dapat berpengaruh kepada ketahanan pangan masyarakat. Adanya proyek pelebaran ruas jalan Sentani-Waena yang dilakukan tahun 2012-13 sempat menggerus dusun sagu milik masyarakat lokal Sentani. Padahal, sagu merupakan sumber pangan lokal masyarakat. Reklamasi dan pencemaran menjadi agen penyempitan danau dan sedimentasi yang terjadi;
- Persoalan hidrologi di sungai Sentani yang sering banjir meningkatnya tingkat kekeruhan air. Selain itu, terdapat kekeringan di musimkemarau panjang.
- Terjadi penebangan hutan dan perladangan berpindah yang sering mengakibatkan kebakaran hutan di sekitar danau yang menyebabkan meningkatnya area lahan kritis di sekitar DAS Sentani, yang mencapai sektiar 21.292 ha atau sekitar 26 % dari total DAS (2015);
- Tingkat alkalinitas air danau tergolong tinggi antara 103,99-115,12, sementara nilai alkalinitas yang baik bagi pertumbuhan organisme perairan adalah pada kisaran 30-500mg/l CaCO3. Hal ini cukup beralasan karena danau Sentani dikelilingi oleh pegunungan kapur yang pada saat musim penghujan membawa kandungan karbonat dari batuan yang dilewati air ke dalam perairan danau.
Melihat ketergantungan masyarakat Sentani dan Jayapura pada Danau Sentani dalam berbagai aspek kehidupan, sudah seharusnya perencanaan dan pembangunan yang bersifat holistik atau menyeluruh terkait keberadaan dan keberlanjutan danau menjadi prioritas. Persoalan air Danau Sentani bukan hanya persoalan bagaimana PDAM dapat memanfaatkan air danau yang layak kualitas dan kuantitasnya. Persoalan danau Sentani menyangkut persoalan kehidupan dan keberlanjutan hidup masyarakat sekitar Sentani. Â Bappeda, BP DAS, perguruan tinggi, masyarakat adat, industri, serta lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat luas perlu menyepakati upaya penanganan bersama. Isu isu pengelolaan lingkungan, kehutanan, ekonomi secara luas, pertanian, kesehatan, industri, ekonomi dan bisnis, pariwisata, pemukiman dan tata ruang harus menjadi agenda.Â
Dukungan pada mata pencaharian alternatif bagi masyarakat di seputaran Danau Sentani dapat mengurangi ketergantungan dan tekanan eksploitasi pada sumber daya danau. Juga proses perusakan hutan hutan di sekitarnya dapat dihambat. Kesadaran masyarakat dalam penangangan limbah danau, baik dari industri dan rumah tangga perlu diperkenalkan. Pemerintahpun perlu tegas dalam upaya pembenahan tata ruang dan pembangunan infrastruktur wilayah, agar pertimbangan pertimbangan keberlanjutan danau Sentani dapat dipastikan.
Pengelolaan wisata yang selama ini hanya menggunakan basis jumlah kunjungan wisatawan juga perlu diganti. Penghitungan atas biaya dan manfaat lingkungan, sosial dan keadilan untuk kepentingan masyarakat asli harus menjadi faktor penting dan bukan semata diarahkan pada akumulasi pendapatan ekonomi daerah. Dalam hal penyedotan air untuk keperluan PDAM, misalnya, perlu mempertimbangan akses yang adil bagi masyarakat sekitar danau Sentani dan memastikan keberlanjutannya.Â
Pustaka :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H