Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Danau Sentani sebagai Sumber Air, Penghidupan Masyarakat dan Penyangga Pembangunan Wilayah

6 Februari 2019   16:32 Diperbarui: 8 Februari 2019   16:51 1242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Danau Sentani terletak di antara Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura di Provinsi Papua. Terletak di bawah lereng pegunungan Cycloop, danau ini memiliki luas sekitar 9.360 hektar dan berada pada ketinggian 75 mdpl. Bila kita mengendarai mobil dari Jayapura menuju Sentani, kita akan melewati jalan panjang di sepanjang danau.

Terdapat 21 gugusan pulau yang tersebar di tiga wilayah danau, yaitu Sentani Tengah, Barat dan Timur. Tercatat dalam buku Ekologi Papua (2012) bahwa Danau Sentani adalah bekas teluk yang terputus oleh pengungkitan tektonik. Pertumbuhan karang dan terumbu karang memperlambat enerji gelombang laut sehingga terbentuk laguna. Sampel inti 10 meter lumpur yang ada di Danau Sentani menggambarkan bahwa umur danau ini adalah sekitar 70.000 tahun. Sejarah dan temuan eksvakasi danau Sentani menunjukkan bahwa kegiatan manusia telah ada sejak masa prasejarah. Temuan alat bantu penokok sagu, gerabah periuk dan tempayan serta cangkang moluska menjelaskan banyak hal tentang kehidupan masyarakat sekitar danau sejak lama. Temuan atas batu batu sungai pada situs Yomokho menjelaskan jelajah manusia di telah menjangkau sungai-sungai hingga sampai ke pegunungan Cycloop di wilayah danau.

Masyarakat sekitar dana sangat tergantung hidupnya pada Danau Sentani. Bagi mereka, Danau Sentani adalah sumber pangan, mata pencaharian, jalur transportasi, sumber air minum dan tujuan wisata. Selain itu, masyarakat danau mencari ikan untuk lauk, memancing dan menjala ikan untuk dijual, menanam sayur dalam kebun gantung untuk kebutuhan subsistensi, dan juga menanam sagu di hutan sekitar danau. Sebagai bagian dari wisata, masyarakat mengarungi danau untuk mengunjungi gua guanya. Tak heran bila Danau Sentani termasuk satu dari 15 danau prioritas di Indonesia dan dibincang dalam Konferensi Nasional Danau Indonesia yang pertama di Bali pada tahun 2009.

Danau Sentani juga memiliki kekayaan biota air tawar, diantaranya adalah spesies ikan air tawar endemik, yaitu Ikan Gabus Danau Sentani (oxyeleotris heterodon), Ikan Pelangi Sentani (chilatherina sentaniensis), Ikan Pelangi Merah (glossolepis incisus) dan Hiu Gergaji (pristis microdon). Kehidupan masyarakat danau Sentani yang terdiri dari sekitar 30.000 penduduk ini juga sangat tergantug pada sagu yang tumbuh di hutan di sekitar danau dan dari berbagai ikan yang ada.

Dokpri
Dokpri
Masyarakat Sentani percaya pada keharusan melestarikan danau Sentani yang dianggap sakral. Terdapat legenda tentang datangnya beberapa penduduk purba dari wilayah Papua Nugini yang melakukan perjalanan panjang dengan mengendarai seekor naga. Mereka mencari wilayah baru untuk ditempati. Namun, sang naga tak mampu terbang dan akhirnya jatuh ke sebuah danau besar. Sang naga mati terendam dalam danau. Dipercaya bahwa kepala naga adalah sisi timur danau, sementara ekornya adalah menjadi pulau Ansei. Legenda inilah yang mempersatukan masyarakat 24 kampung yang ada di Sentani. Di setiap kampung tersebut terdapat paling tidak lima suku dengan kepala suku atau Kose. 

Suatu pagi, ketika dalam perjalanan dari Jayapura menuju Sentani, saya berhenti dan mendekati beberapa rumah apung yang ada di pinggir danau. Saya melihat seorang mama (panggilan kepada ibu) ada dalam perahu kecil mengitari rumah apungnya. Ia kemudian mendayung perahunya ke arah danau,  menebar jala kecil untuk menangkap ikan. Juga terdapat dua anak perempuan kecil ada di dalam perahu berceloteh ke arah yang berlawanan. 

Perahu perempuan Sentani berbeda dengan perahu kelompok laki lakinya. Dalam suatu studi yang diterbitkan oleh Universitas Cendrawasih dicatat bahwa perahu perempuan Sentani yang disebut Kaji lebih besar dari Ifa, perahu laki laki Sentani. Sementara Kaji memuat 10 orang, Ifa hanya memuat 2 orang saja. Namun, untuk keperluan sekitar rumahnya, perempuan juga gunakan Ifa. 

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dalam suatu kunjungan ke pulau Yoboi, saya ditemani seorang pengurus PKK Provinsi Papua untuk melihat kegiatan ibu ibu yang membuat kebun sayur terapung. Kami berangkat dengan mengendarai perahu bermesin dari dermaga Kalkhote menuju pulau Yoboi. Di sepanjang perjalanan kami menikmati pemandangan yang indah. Danau dengan air jernih dan pegunungan savannah ada di sepanjang danai. Saya cukup kagum pada upaya mama mama membuat kebun sayur terapung. Kebun sayur ini adalah kebun organik yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bagi keluarga yang hidup di pulau Yoboi, sayur sulit didapat. Mereka harus menyeberang danau dan pergi ke pasar Sentani atau ke Jayapura untuk bisa membeli sayur. Di Sentani, sayur ditanam di dalam kotak kotak bekas yang diletakkan menggantung pada rumah apung. Ibu ibu menyiram sayur itu dengan air danau yang dengan mudah mereka gayung. Diperlukan waktu sekitar 2,5 jam bagi kami untuk mengunjungi pulau Yoboi, bertemu dengan mama mama di kebun sayur gantung dan kembali ke dermaga.

Dokpri
Dokpri
Di lain waktu saya bertemu seorang pemuda yang mengayuh perahu, menyeberang dari pulau Yoboi untuk bersekolah di kota Sentani. Juga terdapat satu perahu sekolah yang masyarakat sebut taksi air. Sayang sekali layanan taksi sekolah tersebut terbatas sehingga anak anak sekolah kadang harus membayar mahal untuk bisa menyeberang ke sekolah di kota Sentani.

Sejak tahun 2016 pemerintah daerah kota Jayapura dan kabupaten Jayapura bersama PDAM Jayapura telah mengidentitikasi Danau Sentani sebagai sumber air baku. Air baku yang dimaksud adalah air yang digunakan untuk bahan dasar pengolahan air minum yang memenuhi baku mutu air. Ditargetkan bahwa pada tahun 2020 yaitu, yaitu bertepatan dengan pelaksanaan PON di Jayapura, PDAM telah memanfaatkan air danau Sentani untuk mencukupi kebutuhan air masyarakat. Dalam perencanaan PDAM, air danau akan diambil sebanyak 1.100 liter per detik. Terdapat beberapa kekuatiran bahwa bila air danau yang disedot dalam jumlah besar makan akan menimbulkan persoalan kekurangan air. Hal ini bisa terjadi bila suplai air yang berasal dari pegunungan Cycloop tidak dipelihara.

Pada saat inipun, kebutuhan air di kalangan warga danau Sentani belum tercukupi. Masyarakat kampung Yoka, Waena, misalnya masih harus naik perahu ke tengah danau untuk mendapatkan air bersih. Hal ini dialami warga yang tidak memiliki selang panjang untuk menyedot air dari danau.

 Suatu diskusi dengan mama mama dan oom oom di Sentani pada tahun 2005 telah mengeluhkan soal polusi, pendangkalan danau Sentani, dan berkurangnya spesies ikan endemik. Diskusi yang saya adakan dengan mama mama dan oom oom yang berbeda pada tahun 2016 juga mengangkat persoalan yang sama. Artinya, isu lingkungan, mutu air dan berkurangnya spesies dan jumlah ikan endemik danau adalah isu lama. Data dari mongabay.co.id menyebutkan bahwa serangkaian studi yang dilakukan peneliti Universitas Cenderawasih mencatat bahwa pada tahun 1993 terdapat 35 spesies ikan. Namun studi yang dilakukan oleh Henderite Ohee pada tahun 2016-2017 hanya menemukan 19 spesies saja. Dari jumlah tersebut dicatat terdapat 8 spesies ikan asli, 7 spesies ikan anadromus, yaitu jenis ikan yang bertelur di laut dan kembali lagi ke danau Sentani. Sementara ikan introduksi atau yang dibawa dari luar oleh manusia adalah sebanyak 10 sampai 11 jenis. Spesies anadromus yang sebelumnya dijumpai di Danau Sentani, seperti hiu gergaji (Pristis microdon), bahkan tidak ditemukan lagi sejak awal tahun 1970-an. Penyebabnya karena sering tertangkap jaring nelayan dan teracuni materi kimia buangan industri dan rumah tangga. Studiitu juga mencatat adanya 3 jenis ikan endemic Danau Sentani, yaitu ikan gabus sentani (Glossogobius sentaniensis), ikan pelangi Sentani (Chilatherina sentaniensis), dan ikan pelangi merah (Glossolepis incisus). Namun ikan pelangi sentani, sudah tidak ditemukan.

Gabus Sentani (Foto : Western Australian Museum Reference Number P27852.004 di mangabay.co.id)
Gabus Sentani (Foto : Western Australian Museum Reference Number P27852.004 di mangabay.co.id)
Persoalan pendangkalan yang terjadi karena adanya timbunan sampah dan material yang dilempar ke dalam air danau karena kegiatan bisnis, restoran, dan kegiatan rumah tangga makin meningkat akhir akhir ini. Di kalangan Danau Sentani terdapat istilah Danau Sentani sebagai Tempat Pembungan Akhir (TPA). Adanya gunung yang dipotong karena dibuat jalan yang menghubungkan kampung yang sebelumnya juga menambah persoalan pendangkalan. Penyebab lain dari pendangkalan juga karena adanya Keramba Jaring Apung untuk memelihara ikan Nila. Di satu sisi keberadaan keramba turut mendorong perekonomian nelayan, tetapi di sisi lain hal ini memperburuk isu pendangkalan danau. Sisa makanan ikan yang tidak dihabiskan oleh ikan bertumpuk di dasar danau dan bahkan mengasami air danau. Diperkirakan terdapat lebih dari 4.000 keramba jaring apung milik pengusaha dan masyarakat yang ada di sepanjang pesisir Danau Sentani.

Keramba di Sentani (Mongabay.com)
Keramba di Sentani (Mongabay.com)
Isu menurunnya kualitas air danau juga meningkat, khususnya disebabkan oleh erosi dan limbah rumah tangga dan industri. Uji mutu danau Sentani menunjukkan adanya kandungan tembaga dan zink yang melebihi Baku Mutu air yang ditetapkan pemerintah dalam PP 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (PU, 2007). Sederetan lain persoalan air Danau Sentani dapat diringkas sebagai berikut:
  • Erosi dan sedimentasi yang sangat tinggi disebabkan oleh sifat jenis tanah di Daerah Aliran Sungai Sentani yang pada umumnya peka terhadap erosi, curah hujan tinggi dan kemiringan lereng yang di atas 5%. Adanya curah hujan yang meningkat pada bulan November -- April meningkatnya permukaan air danau;
  • Reklamasi di seputaran danau pun dapat berpengaruh kepada ketahanan pangan masyarakat. Adanya proyek pelebaran ruas jalan Sentani-Waena yang dilakukan tahun 2012-13 sempat menggerus dusun sagu milik masyarakat lokal Sentani. Padahal, sagu merupakan sumber pangan lokal masyarakat. Reklamasi dan pencemaran menjadi agen penyempitan danau dan sedimentasi yang terjadi;
  • Persoalan hidrologi di sungai Sentani yang sering banjir meningkatnya tingkat kekeruhan air. Selain itu, terdapat kekeringan di musimkemarau panjang.
  • Terjadi penebangan hutan dan perladangan berpindah yang sering mengakibatkan kebakaran hutan di sekitar danau yang menyebabkan meningkatnya area lahan kritis di sekitar DAS Sentani, yang mencapai sektiar 21.292 ha atau sekitar 26 % dari total DAS (2015);
  • Tingkat alkalinitas air danau tergolong tinggi antara 103,99-115,12, sementara nilai alkalinitas yang baik bagi pertumbuhan organisme perairan adalah pada kisaran 30-500mg/l CaCO3. Hal ini cukup beralasan karena danau Sentani dikelilingi oleh pegunungan kapur yang pada saat musim penghujan membawa kandungan karbonat dari batuan yang dilewati air ke dalam perairan danau.

Melihat ketergantungan masyarakat Sentani dan Jayapura pada Danau Sentani dalam berbagai aspek kehidupan, sudah seharusnya perencanaan dan pembangunan yang bersifat holistik atau menyeluruh terkait keberadaan dan keberlanjutan danau menjadi prioritas. Persoalan air Danau Sentani bukan hanya persoalan bagaimana PDAM dapat memanfaatkan air danau yang layak kualitas dan kuantitasnya. Persoalan danau Sentani menyangkut persoalan kehidupan dan keberlanjutan hidup masyarakat sekitar Sentani.  Bappeda, BP DAS, perguruan tinggi, masyarakat adat, industri, serta lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat luas perlu menyepakati upaya penanganan bersama. Isu isu pengelolaan lingkungan, kehutanan, ekonomi secara luas, pertanian, kesehatan, industri, ekonomi dan bisnis, pariwisata, pemukiman dan tata ruang harus menjadi agenda. 

Dukungan pada mata pencaharian alternatif bagi masyarakat di seputaran Danau Sentani dapat mengurangi ketergantungan dan tekanan eksploitasi pada sumber daya danau. Juga proses perusakan hutan hutan di sekitarnya dapat dihambat. Kesadaran masyarakat dalam penangangan limbah danau, baik dari industri dan rumah tangga perlu diperkenalkan. Pemerintahpun perlu tegas dalam upaya pembenahan tata ruang dan pembangunan infrastruktur wilayah, agar pertimbangan pertimbangan keberlanjutan danau Sentani dapat dipastikan.

Pengelolaan wisata yang selama ini hanya menggunakan basis jumlah kunjungan wisatawan juga perlu diganti. Penghitungan atas biaya dan manfaat lingkungan, sosial dan keadilan untuk kepentingan masyarakat asli harus menjadi faktor penting dan bukan semata diarahkan pada akumulasi pendapatan ekonomi daerah. Dalam hal penyedotan air untuk keperluan PDAM, misalnya, perlu mempertimbangan akses yang adil bagi masyarakat sekitar danau Sentani dan memastikan keberlanjutannya. 

Pustaka :

https://www.mongabay.co.id/2018/05/23/saat-ikan-endemik-danau-sentani-terancam-punah-akibat-pendangkalan-limbah-dan-ikan-introduksi/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun