Juga, cara menghindangkannya berbeda. Terdapat kelapa parut ditaburkan di atasnya. Dan, ada gula kinca (air gula merah) yang disiramkan di atas kelapa dan Serabi. Enak sekali. Masih hangat dan ada aroma sedikit 'sangit' dari bagian bawah Serabi yang berwarna agak gelap.
Saya rasakan tekstur serabi hampir sama antara Serabi yang saya makan di Jawa atau di dekat NHI Bandung. Bedanya, serabi Sasak lebih berat. Mungkin ini karena bahan tepungnya serta komposisi. Serabi di Jawa biasa diuat dengan tepung beras, tepung terigu dan tepung kanji. Serabi Sasak mirip betul dengan Serabi di Jawa.
Bedanya, kalau di Jawa Serabi disiram kuah santan dan 'kinca' atau air gula, di Lombok Serabi ditaburi parutan kelapa dan disiram gula kelapa. Enak sekali. Di beberapa wilayah, Serabi masih dibungkus dengan daun pisang. Sementara, apa yang kami nikmati dibungkus dengan kertas coklat. Kami menikmati Serabi bersama.
Jadi, bahan bahan Serabi Sasak adalah sebagai berikut:
- 200 gram tepung beras
- 3 sendok tepung terigu dan santan kental secukupnya
- Kelapa parut secukupnya untuk taburan
- Gula aren secukupnya, dan garam secukupnya
Cara membuat adalah seperti di bawah ini.Â
- Siapkan tungku api (bisa dengan anglo) agar panas api terjaga
- Tepung beras, tepung terigu dan garam dicampur dan aduk
- Tambahkan santan kental sedikit demi sedikit dan aduk hingga tercampur rata
- Panaskan cetakan Serabi yang telah dioles dengan sedikit minyak. Tuang ke dalam cetakan, tunggu hingga matang. Semua dilakukan satu persatu.
- Tata di atas daun atau piring.Â
- Siapkan air gula aren. Caranya campur gula aren dan tambahkan air. Didihkan hingga agak kental.Â
- Siapkan kelapa parut. Kelapa parut sebaiknya dikukus. Taburkan kelapa parut di atas serabi yang telah ditata. Tambahkan gula aren di atasnya.
Di Lombok, atau paling tidak di Lombok Timur, masih banyak warung yang menjual Serabi Sasak. Jadi, nyampah Serabi jadi mudah.Â
Serabi merupakan kue yang menjadi bagian upacara tulak balak "metulak' atau 'bersentulak'. Upacara ini adalah upacara untuk mencegah bencana, penyakit, hama, gangguan roh jahat dan lain lain. Upacara ini selalu dilakukan sebelum masa Islam meluas. Pada masa kini, Metulak juga dilakukan dengan mamasukkan nilai Islam.Â
Proses Metulak dimulai dengan iring iringan membawa beberapa macam makanan. Perempuan dan laki laki laki berpakaian rapi. Prosesi Metulak dilakukan dengan pembacaan kisah Nabi Yusuf yang tertulis di atas daun lontar. Pada bait ke 9 dari pembacaan kisah Nabi Yusuf, semua berhenti dan tetua adat mencicip serabi. Lalu pembacaan kisah Nabi Yusuf dilanjutkan. Setelah selesai, serabi dilempar ke sumur sementara daun lontar dilemparkan ke air. Dilemparnya Serabi dan daun Lontar menandakan bahwa mereka melempar sial, bencana, penyakit, hama, ataupun persoalan lain.Â
Bang Wenn menambahkan bahwa karena pengerjaannya memerlukan kesabaran dan sering dikaitkan dengan makanan budaya adat, maka ini Serabi lebih banyak diolah oleh Papuq atau nenek dan orang orang tua.