Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Yuk, "Nyampah" Serabi Sasak!

29 Januari 2019   20:15 Diperbarui: 25 Februari 2019   15:34 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Serabi Sasak (memasakhobikublogspot.com)

Saya sudah cukup sering ke Lombok. Namun kepergian saya ke Lombok pada awal September 2018 jadi berbeda. Gempa beruntun yang membawa dampak besar di serluruh pulau Lombok membuat saya jadi sering kembali untuk tinggal bersama kawan kawan relawan Gema Alam NTB yang mendukung penyintas gempa. 

Di awal bulan September itu saya lebih banyak tinggal di Sembalun, di wilayah paling terdampak di Kabupaten Lombok Timur. Tinggal kamipun masih di dalam tenda. Bukan tenda pengungsi, tetapi tenda 'summer camp' yang kami pasang di halaman posko, karena pemilik rumah yang huniannya kami jadikan posko belum berani tinggal di dalam rumah mereka sendiri.

Kawan kawan relawan tim kesehatan dan tim logistik mengikuti apa yang disediakan kawan kawan di Posko. Kawan-kawan yang memang warga asli Lombokpun belum berani tinggal di dalam rumah, akibat trauma gempa yang menggoyang dengan kekuatan besar dan berulang kali. Gempa dengan magnitudo 5,3 skala richter masih terasa beberapa kali. 

Suatu pagi, seperti biasa, setelah sholat subuh, saya duduk di atas tikar di beranda posko, membuka laptop. Tetap berjaket, berselendang dan lengkap dengan kaos kaki. Udara 15 sampai dengan 17 derajat Celcius cukup dingin untuk saya. Di wilayah Sembalun, jaringan internet XL lebih baik daripada di ibu kota kabupaten Lombok Timur. Ini keberuntungan bagi saya.

Pagi itu saya mencoba membayar hutang pekerjaan selama saya lebih banyak tinggal di Lombok. Lumayan juga waktu sekitar 2 jam bisa saya manfaatkan. Karena kawan kawan biasanya bangun jam 6.00 pagi dan selanjutnya kegiatan rutin kami untuk berkunjung ke tenda atau ke kediaman penyintas akan dimulai. Itu sesudah sarapan dan mandi ala kadarnya dari sisa air yang ada. 

Betul juga, pada jam 6 pagi, beberapa kawan masing dengan sarung dan jaket mulai keluar dari tenda. Satu orang, bang Boman mengambil motor dan keluar halaman, entah ke mana.

Saya menikmati saja duduk sambil merasakan matahari mulai hangat masuk ke beranda. Dan, seperti biasa, beberapa gelas kopi Arabica khas Lombok hangat terhidang. Saya memang memilih menunggu diseduhkan kopinya. Rasanya berbeda dari apa yang saya biasa buat.

Relawan menanti sarapan (Dokpri)
Relawan menanti sarapan (Dokpri)
Saya selalu mengambil gelas kopi pada urutan nomor satu. Ini karena saya sebetulnya sudah menunggu nunggu kopi ini sejak pagi. Bukan karena manja, tetapi kopi buatan bang Boman dan oom Ovan adalah yang paling sedap. Beberapa di antara kami membicarakan gempa yang kami rasakan pada dini hari tadi. Beberapa lagi mengecek HP untuk melihat besaran gempa dari BMKG. Beberapa yang lain menikmati rokoknya. 

Tidak terlalu lama, bang Boman, sudah kembali dengan sepeda motornya, membawa satu tas plastik kresek. Ia mematikan motor dan menuju tempat kami duduk di atas tikar di beranda. Ia meletakkan bungkusan plastiknya dan berkata 'Yuk, nyampah Serabi!". Saya menduga ia mengajak kami makan Serabi. Tapi mengapa ia katakan nyampah? Apakah maksudnya menyampahi perut dengan Serabi? Semacam guyonan?

Saya tanyakan hal itu kepada kawan kawan, dan mereka menerangkan sambil tertawa "Nyampah itu sarapan, mbaaaaak. Itu bahasa Sasak", dan kami terbahak bersama. Pikiran saya soal nyampah memang betul betul ke sampah karena selama beberapa.

Kami membuka bungkusan, dan nampaklah serabi di dalam bungkusan itu. Saya memandangi Serabi itu. Sangat mirip dengan Serabi di Jawa, hanya saja ukurannya lebih kecil dan nampak lebih tebal.

Juga, cara menghindangkannya berbeda. Terdapat kelapa parut ditaburkan di atasnya. Dan, ada gula kinca (air gula merah) yang disiramkan di atas kelapa dan Serabi. Enak sekali. Masih hangat dan ada aroma sedikit 'sangit' dari bagian bawah Serabi yang berwarna agak gelap.

Saya rasakan tekstur serabi hampir sama antara Serabi yang saya makan di Jawa atau di dekat NHI Bandung. Bedanya, serabi Sasak lebih berat. Mungkin ini karena bahan tepungnya serta komposisi. Serabi di Jawa biasa diuat dengan tepung beras, tepung terigu dan tepung kanji. Serabi Sasak mirip betul dengan Serabi di Jawa.

Bedanya, kalau di Jawa Serabi disiram kuah santan dan 'kinca' atau air gula, di Lombok Serabi ditaburi parutan kelapa dan disiram gula kelapa. Enak sekali. Di beberapa wilayah, Serabi masih dibungkus dengan daun pisang. Sementara, apa yang kami nikmati dibungkus dengan kertas coklat. Kami menikmati Serabi bersama.

Serabi Sasak (dokpri)
Serabi Sasak (dokpri)
Karena penasaran, saya tanyakan resep Serabi itu kepada dik Fardila sang empunya rumah. Ia yang kebetulan pintar memasak menceritakan bahan dan cara buatnya. Bahan bahannya rupanya mirip dengan Serabi di Jawa. Perbedaannya adalah tanpa tepung kanji.

Jadi, bahan bahan Serabi Sasak adalah sebagai berikut:

  • 200 gram tepung beras
  • 3 sendok tepung terigu dan santan kental secukupnya
  • Kelapa parut secukupnya untuk taburan
  • Gula aren secukupnya, dan garam secukupnya

Cara membuat adalah seperti di bawah ini. 

  • Siapkan tungku api (bisa dengan anglo) agar panas api terjaga
  • Tepung beras, tepung terigu dan garam dicampur dan aduk
  • Tambahkan santan kental sedikit demi sedikit dan aduk hingga tercampur rata
  • Panaskan cetakan Serabi yang telah dioles dengan sedikit minyak. Tuang ke dalam cetakan, tunggu hingga matang. Semua dilakukan satu persatu.
  • Tata di atas daun atau piring. 
  • Siapkan air gula aren. Caranya campur gula aren dan tambahkan air. Didihkan hingga agak kental. 
  • Siapkan kelapa parut. Kelapa parut sebaiknya dikukus. Taburkan kelapa parut di atas serabi yang telah ditata. Tambahkan gula aren di atasnya.

Di Lombok, atau paling tidak di Lombok Timur, masih banyak warung yang menjual Serabi Sasak. Jadi, nyampah Serabi jadi mudah. 

travelingyuk.com
travelingyuk.com
Sambil menikmati Serabi, obrolan kamipun bergeser ke budaya Sasak dan dalam kaitannya dengan Serabi. Salah satu kawan yang memang memahami budaya Sasak, bang Wenn menceritakan bahwa Serabi Sasak ada kaitannya dengan budaya Sasak yang kental.

Serabi merupakan kue yang menjadi bagian upacara tulak balak "metulak' atau 'bersentulak'. Upacara ini adalah upacara untuk mencegah bencana, penyakit, hama, gangguan roh jahat dan lain lain. Upacara ini selalu dilakukan sebelum masa Islam meluas. Pada masa kini, Metulak juga dilakukan dengan mamasukkan nilai Islam. 

Proses Metulak dimulai dengan iring iringan membawa beberapa macam makanan. Perempuan dan laki laki laki berpakaian rapi. Prosesi Metulak dilakukan dengan pembacaan kisah Nabi Yusuf yang tertulis di atas daun lontar. Pada bait ke 9 dari pembacaan kisah Nabi Yusuf, semua berhenti dan tetua adat mencicip serabi. Lalu pembacaan kisah Nabi Yusuf dilanjutkan. Setelah selesai, serabi dilempar ke sumur sementara daun lontar dilemparkan ke air. Dilemparnya Serabi dan daun Lontar menandakan bahwa mereka melempar sial, bencana, penyakit, hama, ataupun persoalan lain. 

Bang Wenn menambahkan bahwa karena pengerjaannya memerlukan kesabaran dan sering dikaitkan dengan makanan budaya adat, maka ini Serabi lebih banyak diolah oleh Papuq atau nenek dan orang orang tua.

Metulak (sportourism.com)
Metulak (sportourism.com)
Bila kita cermati, Serabi adalah kue Nusantara dan bisa juga kue Asia Tenggara. Orang Jawa akan mengklaim serabi sebagai kue asli Jawa. Serabi ada di Solo, Blora, dan seluruh wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Lalu Orang Sunda di Jawa Barat akan pula mengatakan bahwa Serabi adalah kue asli dari Jawa Barat.

Begitu juga orang Sasak Lombok mengatakan bahwa kue Serabi adalah kue asli Sasak Lombok. Dan ternyata, di Thailand ada pula Serabi yang diberi nama Khanom Khrok. Bedanya, bila di Lombok Serabi adalah makanan buat Nyampah, sementara di Thailand Khanom Khrok adalah makanan penutup. Kita sadar betapa kekayaan kuliner wilayah regional ini menarik untuk dicatat.

Serabi Khanom Khrok. (Siammagazine.com)
Serabi Khanom Khrok. (Siammagazine.com)
Sarapan kami cukup kenyang. Rupanya memang bahan bahan Serabi yang terdiri dari tepung beras dan tepung gandum memang penjamin perut kami cukup terisi dan bisa bertahan sampai siang. Pantas, Serabi Sasak menjadi menu asli Nyampah saudara sudara kita di Lombok.

Yuk, nyampah Serabi Sasak! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun