Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Setop Sudah, Jangan Lagi Jadikan Binatang sebagai Tontonan Sirkus

29 Januari 2019   06:09 Diperbarui: 30 Januari 2019   04:42 2662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Berita meninggalnya Kayla, seekor orca, hiu pembunuh di SeaWorld Orlanda Senin tanggal 28 Januari 2019 kemarin membuat kita berduka. Kayla yang berumur 30 tahun diberitakan sakit mendadak. Belum ada informasi penyebab kematian Kayla. Berita ini menjadi 'headline' beberapa media terkenal di Amerika. Saat ini masih ada 20 ekor orca yang tersebar di 5 SeaWorld, 5 di antaranya ada di Orlando, 5 ekor di San Antonio dan 10 di San Diego.  Dan kondisi orca yang lainpun lalu dipertanyakan publik. 

Orca di Orlando (times.com)
Orca di Orlando (times.com)
Sayapun menjadi teringat saat saya melihat seekor gajah di Ayuthaya, kota Siam tua di Thailand. Gajah itu sedang di 'make up' agar memiliki penampilan gajah putih untuk kepentingan pagelaran sendratari Ramayana. Saat itu saya datang terlalu awal untuk melihat Ramayana, sehingga saya malah bisa mengintip saat saat aktor bersiap untuk manggung. Ini soal 'back stage'.

Bukannya saya senang, saya malah sedih. Pasalnya, kosmetik bedak putih yang dipakai untuk mendandani gajah itu adalah cat tembok. Iya sih, memakaikan bedak merek Viva ke tubuh gajah yang tinggi kali besar kali lebar ini pasti memakan biaya. Tetapi, tahu kan, cat tembok terbuat dari apa? 

Dokpri
Dokpri
Menurut poison.com kebanyakan cat tembok saat ini terbuat 'water based', dengan bahan dasar air. Selain itu, cat akan mengandung pigmen pewarna, dan lateks atau karet. Dari ember cat tembok yang saya lihat, saya duga ini dari jenis 'water based' dan dengan lateks. Cat tembok berbahan lateks dikenal cepat kering dan bisa dibersihkan dengan air dan sabun. Namun demikian, cat tembok dari lateks serig membuat iritasi kulit dan mulut.  Tertelan cat tersebut akan menyebabkan sakit perut dan muntah muntah. 

Ketika sang gajah putih siap dengan riasannya, saya lihat ia juga dipasangi gading tambahan, karena gading aslinya tidak terlalu panjang. Jadilah, gajah yang semula abu abu dan bergading pendek kini berubah menjadi gajah bule  mendekati 'pink' (bukan putih) dengan gading panjang. Gajah yang semestinya putih itu bernama Airaavatha dan menjadi tunggangan Batara Indra telah siap.. Dalam cerita Baghavan Gita, memang Airaavatha berkepala lima dan bergading sepuluh. 

Si Gajah bule siap tampil (dokpri)
Si Gajah bule siap tampil (dokpri)
Ada beberapa ingatan lain soal hewan sirkus yang melintasi kepala saya. Di masa kecil saya, sekitar tahun 1970 an, saya ingat terdapat kehadiran Flipper dan kawan betinanya, Fanny di Semarang. Flipper adalah nama lumba lumba botol yang menjadi bagian dari acara Televisi yang diproduksi NBC Amerika pada tahun 1964 an sampai 1969 an. Pertunjukan Flipper Show ini, saya duga mendapat inspirasi dari film 'Flipper' tersebut. Tidak terlalu saya pahami aktor Flipper pada pertunjukan ini berasal dari mana.   Juga saat itu ada Ice Cream Flipper yang cukup terkenal dan mensponsorinya. Penonton yang membeli tiket mendapatkan 1 kap es krim Flipper pada saat menontonnya. Tentu saja, anak-anak kecil kecil tergila gila oleh Flipper. 

Karena sesuatu hal yang saya tidak pahami, tetapi saya duga karena sakit, pihak penyelenggara sirkus menghubungi almarhum kakek saya, drh Soepartigno di Semarang, yang kebetulan seorang dokter hewan. Saya ingat berita tentang kematian Fanny yang tidak terlalu lama terjadi setelah peristiwa itu. Ada rasa sedih mengingatnya. 

Memang, penonton dibuat terheran-heran dan kagum bahwa binatang liar yang seharusnya ada di hutan dan lautan, pada saat di arena panggung akan mengikuti perintah instruktur untuk melakukan aksi aksi menarik. Namun di balik itu, banyak laporan yang membuka potret menyedihkan.

Berita soal adanya kekerasan dan bisa dikatakan sebagai penyiksaan binatang sirkus dan panggung telah kita dengar. Gajah yang harus disengat tongkat listrik untuk mau melakukan gerakan gerakan tertentu yang diulang ulang. Walaupun tongkat listrik itu bertegangan rendah, tetapi tentu mengagetkan dan juga menyakitkan. 

Persoalan transportasi hewan tontonan ini juga sering kita dengar buruk. Saya membaca bahwa ditemukan beberapa kali lumba lumba dibawa dengan truk tanpa air. Mereka hanya diberi air yang diperas dari spons oleh petugas, yang mungkin tidak paham kehidupan lumba lumba dan bukan pula seorang pawang.   Bayangkan bagaimana pengirimannya, bila hendak menekan biaya. Apalagi manusia membawa ikan lumba lumba itu sampai ke mal mal di Indonesia. Dan ini bukan hanya ada di Jakarta. 

Di halaman mal dan supermarket di Yogya dan Cirebon, tontonan sirkus lumba-umba masih ada. Bahkan di kota sekelas Depok saja ada tontonan sirkus lumba-lumba masih dihadirkan pada akhir tahun 2018. Ini ironis. Padahal, di tahun 2013, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui surat keputusan Dirjen PHKA Nomor 5 297/IV-KKH/2013 sudah melarang sirkus keliling.  Semestinya surat ini ditujukan untuk mengawasi dan menarik satwa yang ketahuan masih dijadikan binatang sirkus keliling di wilayah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan DIY ke Lembaga Konservasi. Tetapi seperti diberitakan kumparan.com, pertunjukan sirkus lumba-lumba yang diadakan di Depok oleh saat ini digelar di Depok malah mendapat ijin dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan KLHK untuk izin konservasi dan penyelenggaraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun