Sebagai seseorang yang sempat selama lebih dari 25 tahun menjadi penduduk Jakarta, ada beberapa hal yang saya suka dari kota ini. Patung dan monumen peninggalan Soekarno. Sebut saja, Patung Pancoran, Patung Selamat Datang, dan Patung Pembebasan Irian Barat. Patung patung itu sangat khas, karena diciptakan oleh orang yang sama, almarhum Edhi Soenarso.Â
Ketiga patung diwakili oleh wajah kuat dengan otot dan karakter tubuh yang menonjol. Saya pernah membaca buku tentang patung almarhum Edhi Soenarso dari sebuah buku cantik penuh foto milik sahabat saya, pak Sri Widodo yang tinggal di Karang Pandan, Karang Anyar. Foto foto sempurna diambil dengan kamera tele yang bikin saya ngiler.Â
Ketika saya masih sering mencangklong kamera 'laras panjang' ( tapi bukan tele yang memadai), saya sempat memotret ketiga patung itu. Namun, salah satu yang saya sempat potret sambil jalan pagi adalah patung Pembebasan Irian Barat. Tentu foto foto diambil dengan mengambil 'angle dari bawah.Â
Selebihnya, patung patung lain saya foto dari mobil yang sedang berjalan. Sering saya mengiri pada kawan kawan atau kakak saya, Liza Monalisa, yang masih sempat memotret dengan 'drone' sehingga penampakan dari obyek foto menjadi sempurna.Â
Ya sudah, tidak mengapa. Paling tidak, saya merasakan keuntungan memotret sambil jalan pagi. Kadang kadang saya menemukan bulan yang kesiangan. Bila beruntung dan langit cerah, saya menemui pula matahari terbit. Atau sekelompok keluarga yang sedang jalan jalan pagi. Juga opa oma yang senam taichi.Â
Saya biasanya memberi judul foto foto saya. Kadang relevan. Kadang ngasal saja. Yang terakhir rasanya yang paling sering. :)
Beberapa foto yang saya buat ketika bulan masih nampak sementara hari sudah pagi, saya beri judul Bulan Kesiangan di Patung Pembebasan Irian Barat. Ada pula satu foto patung tersebut yang saya ambil dengan latar belakang langit.Â
Saya lakukan editing agar langit lebih nampak luas. Saya sengaja memotretnya hitam putih. Saya beri judul foto itu Pembebasan yang Memerdekakan. Ada rasa hutang yang belum dibayar ketika saya memberi judul itu. Bayangan akan masa masa saya bekerja bolak balik ke Papua meninggalkan catatan bahwa banyak hal yang masih harus dan bisa kita lakukan untuk Papua.Â
Agar kemerdekaan mereka pada 1963 menjadi makna bagi warganya. Proses politik, otonomi khusus, kepemimpinan, dan juga penguasaan sumber daya alam wilayah ini masih punya catatan. Juga persoalan pembagunan manusia yang masih jadi tantangan. Menduduki posisi 1 dari 3 terendah pada Index Pembangunan Manusia sudah tentu merupakan contoh indikator pembangunan manusia yang masih perlu kita pikirkan bersama.Â
Sayang sekali saya tidak menemukan kembali dokumen foto tersebut dengan resolusi tinggi. Saya hanya mengunduhnya kembali dari halaman Facebook saya. Nampak banyak 'noise'.Â
Patung yang dibuat pada tahun 1962 dan diresmikan pada 17 Agustus 1963 ini merupakan patung yang dibuat atas perintah Bung Karno, diterjemahkan oleh Henk Ngantung dalam bentuk sketsa dan diciptakan lebih lanjut oleh almarhum Edhy Soesanto bersama tim pematung dari Yogya.Â
Sementara arsitek yang terlibat adalah Friderik Silaban. Patung ini terletak di Sawah Besar, namun sering disebut sebagai Lapangan Banteng.
Almarhum Edhy Soesanto sendiri pernah disekolahkan oleh Bung Karno ke Rusia. Terdapat catatan terkait kontreversialnya dukungan Sokearno kepada para seniman kala itu.Â
Salah satu patung Edhy Soeasanto, Patung Dirgantara atau Patung Pancoran, misalnya, dikabarkan baru selesai pendanaan pembuatan patungnya pada masa pemerintahan Megawati Sokarnoputri.
Pada masa Belanda wilayah patung ini adalah sebuah hutan kecil. Sempat menjadi suatu taman dengan taman Paviljoensveld karena dirancang oleh Anthony Paviljoen. Akhirnya taman itu diberi nama 'Waterlooplein' yang pada tahun 1898 menjadi lokasi parade penobatan Ratu Wilhelmina.Â
Nama "Waterlooplein" dicatat sebagai peringatan 100 harinya Napoleon kalah pada pertempuran di Waterloo, Belgia di 1814. Napoleon sempat mencatat beberapa kali upaya melarikan diri. Yang pertama adalah mengasingkan diri di Pulau Elba. Namun, Napoleon sempat berusaha kembali menjadi penguasa Perancis walau kemudian gagal dan melarikan diri ke Saint Helena, Atlantik Selatan.Â
Sejarah kekalahan Napoleon dikalim oleh banyak Negara. Inggris saat itu mencatat bahwa kekalahan Napoleon di Waterloo adalah atas jasanya, khususnya pemerintahan Raja George III.Â
Namun, sejarawan Belanda mengatakan bahwa adalah pemerintahan Belanda Belgia yang punya peran. Sejarawan Belanda mencatat bahwa Inggris sering tidak menganggap adanya peran Belanda Belgia di masa itu.
Pangeran Orange dari Belanda sering dianggap sebagai pangeranyang bodoh dan arogan. Pasukan Belanda Belgia juga sering disebut sejarawan Inggris sebagai tidak kompeten. Sebaliknya, sejarawan Belanda mencatat justru pasukan Belanda yang beberapa kali mampu menekan pasukan Perancis di wilayah Belanda Belgia ini. Ini masuk akal. Buku tulisan Baker Smith Veronica "Wellington's Hidden Heroes : the Duth and the Belgian at Waterloo" mengungkap hal ini.Â
Buku Maurice Collis "Raffles the Definitive Biography" menyampaikan bahwa Raffles ketika menjabat sebagai Gubernur Jawa pernah bertemu Napoleon di St Helena. Â Dalam buku itu digambarkan bahwa Napoleon adalah orang yang sangat arogan di mata Raffles. Napoleon menanyakan tentang Jawa dan pemerintahan Belanda di Jawa kepada Raffles.
Pada saat masih diberi nama "Waterlooplein", lapangan itu dikenal sebagai Lapangan Singa. Lapangan Banteng sendiri dicatat menjadi saksi kolonisasi Belanda, pendudukan Jepang, serta berbagai demo yang dilakukan di akhir masa Orde Baru.Â
Daendels membangun area tersebut menjadi pusat pertahanan militer di Jawa. Saat Daendels menjabat, ia memang mendapat tugas untuk membangun area tersebut sebagai pusat pertahanan militer di tanah Jawa.
Foto foto itu saya ambil pada 2013. Mungkin sekarang tamannya lebih indah, setelah dipugar. Saya merasa perlu kembali berjalan jalan di sekitar Lapangan Banteng suatu saat. Saya mungkin tetap gunakan HP saja. Tidak berat.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI