Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Bone Bone, Desa Eks-Wilayah DI/TII yang Indah Terpencil

6 Januari 2019   05:30 Diperbarui: 9 Januari 2019   13:29 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mulai berkabut ketika saya meninggalkan BOne Bone (Foto Dokumen Pribadi)

Akhirnya, tujuan utama kami untuk bertemu pak Muhammad Idris, Ketua Kelompok Petani desa Bone Bone terjadi. 

Tak sulit untuk mencari rumah milik panggung tradisional Toraja yang terbuat dari kayu pak Idris. Bagian bawah rumah dipergunakan menyimpan alat alat pertanian. Kami diajaknya naik ke panggung, tempat ruang keluarga pak Idris. 

Rumah itu sederhana. Ada beberapa kursi plastik dan sebuah almari kayu dengan pintu kaca, penuh dengan piring. Di sudut ruang, terdapat seonggok beras kopi yang diangin anginkan. Tidak banyak. Sekitar 7 sampai dengan 10 kilogram. Kami menghampiri onggokan kopi dan membincang terkait kopi  "Ya, kopi ini tanpa pupuk dan obat hama buatan. Namun memang tidak dengan sertifikasi", jawab pak Idris. 

Pak Idris kemudian mengajak kami duduk. 

Pak Idris menyampaikan bahwa istrinya sedang menidurkan bayi dan anak anaknya yang lain. Pak Idris yang mempunyai 10 orang anak ini menceritakan urutan jenis kelamin anak anaknya. Tak mampu saya mengingat urutannya. 

Yang saya ingat, empat di antara anaknya adalah laki laki dan beberapa di antaranya telah berkuliah. Sementara, adik adiknya berurut, ada yang bayi sampai SMA. 

Sambil memangku anak perempuannya yang berumur 4 tahun, Pak Idris memulai pembicaraan. Gambaran sejarah dan situasi Bone Bone.  

Bone Bone memang terpencil dari pembangunan secara umum, termasuk dalam hal politik. Sejarah pergerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) Qahar Musakkar terjadi di wilayah Enrekang di tahun 1953. Bahkan, Barakka dikenal sebagai markas Qahar Muzakkar yang kala itu membentuk Brigade Hasanuddin. 

Catatan sejarah menunjukkan bahwa pada tahun 1950 Letnan Kolonel Qahhar Muzakkar dan Letnan Kolonel Mursito ditugasi oleh Markas Besar Angkatan Darat untuk berangkat ke Sulawesi Selatan, untuk menyelesaikan masalah gerilya.  Namun, terjadi dinamika di dalam Tentara Rakyat Indonsia (TRI). Qahhar Mudzakar akhirnya malah berbalik menyerang TRI. Qahhar yang tersingkir dari peta politik di Angkatan Darat dan mencari jalan lainuntuk tetap mempertahankan posisinya, yaitu sebagaipimpinan gerilya. 

Karena tuntutan Qahhar Muzakar agar pasukannya, Brigade Hasanuddin, dimasukkan sebagai bagian TRI ditolak dan hanya menjadi tentara cadangan nasional, Qahhar Muzakar lari ke hutan dan mengadakan kekacauan di tahun 1952 sampai 1953. Ia selanjutnya menyatakan bahwa wilayah Sulawesi Selatan menjadi bagian dari Negara Islam Indonesia pimpinan S.M.Kartosuwiryo yang berpusat di Jawa Barat pada tanggal 7 Agustus 1953. 

Perlu waktu 14 tahun bagi pemerintah Republik Indonesia menumpas pemberontakan Qahhar Muzakar.  Dapat dipahami, mengapa mereka mampu bertahan begitu lama, terlama dalam sejarah pemberontakan di sejarah Indonesia. DI/TII memblokade perekonomian Sulawesi Selatan. Perdagangan kopra yang menjadi keunggulan Sulawesi Selatan ia kuasai, dan ia jadikan alat tukar mendapatkan senjata bagi kelompoknya (Subair, UI, 2004). Cukupnya persediaan senjata ini yang membuat pemberontakan sulit dipadamkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun