Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Batu Jong, Keterpencilan dan Pasca-bencana

29 Desember 2018   11:23 Diperbarui: 30 Desember 2018   15:31 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SD Filial 3 Bilok Petung di Batu Jong yang hancur karena gempa dan sekolah darurat (Foto : dokumentasi pribadi)


Dusun Batu Jong berada di Desa Bilok Petung, Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur. Dusun ini berada di sudut terluar Kecamatan Sembalun, berbatasan langsung dengan Kecamatan Sambelia.

Jarak tempuh Batu Jong ke pusat kecamatan tidak jauh, dari ukuran keterpencilan dalam konteks Indonesia. Hanya sekitar 1 jam untuk menyelesaikan perjalanan 42 km tersebut. Tergantung pada situasi jalanan, yang sempit berbatu. Jalan sempit berliku menuju Dusun Batu Jong cukup terjal. 

Jumlah keluarga di Dusun ini hanya 56, dengan penduduk berjumlah 160 jiwa.  Mata pencaharian mayoritas penduduk di dusun ini adalah petani kacang mede. Sebagian kecil lainnya adalah bekerja sebagai buruh tani, dan pekerja migran. Sebelum terjadi gempa, harga jual biji mede Rp. 16.000/kg yang dijual ke pengepul. Karena hujan tidak pernah turun selama 6 bulan terakhir, petani gagal panen. Luas lahan yang dimiliki oleh petani berkisar antara 25 are dampai dengan 4 Ha, tapi hanya 4 orang yang memiliki lahan perkebunan mete seluas 4 Ha. Untuk sementara ini, masyarakat Batu Jong sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. 

Gempa menghancurkan 12 rumah. Belum ada bantuan signifikan diterima oleh penyintas dengan rumah yang rusak berat. Rencana bantuan perbaikan rumah yang dilakukan oleh pemerintah dinilai terlalu lambat. Masyarakat penyintas hampir putus asa.

Air bersih di area Batu jong berlimpah. Namun gempa memuat saluran air rusak. Juga, pemahaman masyarakat tentang apa itu air bersih sangat terbatas. Masih banyak masyarakat meminum air mentah.

Walau secaara keseluruhan, kawan kawan Gema Alam NTB dan Sahabat Gema Alam telah berkunjung lebih dari 7 kali sejak awal bulan September dan terus memberikan dukungan logistik, layanan kesehatan, dan mendiskusikan hunian sementara dan sekolah sementara, kemajuan dirasa lambat. Jarak 3 jam perjalanan yang relatif jauh dari pusat kota kabupaten Lombok Timur, di samping belum adanya fasilitator dusun yang dapat mengelola dukungan untuk dusun menjadi tantangan. 

 Mungkin akan muncul pertanyaan 'apa susahnya menolong 160 orang penduduk yang ada di 1 dusun".

SD Filial 3 Bilok Petung di Batu Jong yang hancur karena gempa dan sekolah darurat (Foto : dokumentasi pribadi)
SD Filial 3 Bilok Petung di Batu Jong yang hancur karena gempa dan sekolah darurat (Foto : dokumentasi pribadi)
Pendidikan

Secara umum, 3 orang ( 1 perempuan dan 2 laki-laki) yang menempuh pendidikan jenjang S1. Sementara itu, 2 orang laki-laki tamat SMU, sisanya tamat SMP dan SD. Angka buta huruf di dusun ini mencapai 70%, sebagian besar adalah perempuan.

SD Filiarl 3 Bilok Pietung yang berlokasi di Batu Jong adalah satu satunya sekolah yang ada. Sekolah rusak berat pada pasca bencana. Sekolah darurat yang dibangun tidak memenuhi syarat. Suhu panas di bawah terpal membuat murid hanya bisa bertahan sampai puul 10. Di musim hujan, sekolah bocor. Buku dan alat belajar rusak.

Situasi kesehatan masyarakat dan anak anak buruk. Siswa siswi ada yang koreng, tidak bersepatu, mukanya cemong karena tidak mandi, dan sebagian besar pilek menahun. Penyakit kulit banyak diidap anak anak SD ini.  Terdapat kasus TBC di antara orang dewasa yang hidup dengan bayi. Terdapat kasus Microcepalus dan gizi kurang.

Murid SD Filial 3 berjumlah 18 orang ada di SD ini, yaitu 2 orang duduk di kelas 2, 4 orang duduk di kelas 4, 7 orang di kelas 5, dan 5 orang di kelas 6. Di samping itu, tiadanya pendidikan anak usia dini menyebabkan murid murid usia dini tersebut juga dititipkan di dalam kelas darurat berdinding bedeg ini. Semuanya diajar oleh seorang guru, Ibu Mus. Dengan hanya berbekal 1 papan tulis, Ibu Mus memberikan pelajaran bergantian.

Sebelum gempa, ada dua orang guru yang mengajar. Tapi sejak gempa,  satu orang guru ditarik ke sekolah induk, SDN 3 Bilok Petung yang berlokasi di Dusun Kokok Puteq, karena kekurangan guru. Maka sejak gempa hingga saat ini hanya Ibu Mus yang mengajar. Cara belajar disiasati dengan cara jam pelajaran pertama guru menerangkan pelajaran di kelas 5 dan 6, sementara kelas 2 dan 4 diberikan catatan, dan sebaliknya.

Atas jasanya ini, Ibu Mus memperoleh insentif sebesar Rp. 550.000 per 3 bulan. Menurut penuturan Ibu Mus, kepala sekolahnya tidak pernah datang ke SD Filial Batu Jong, dan setelah gempa datang hanya sekali setelah gempa kedua yaitu pada tanggal 5 Agustus 2018. Sebenarnya, pihak sekolah memiliki rencana untuk merehabilitasi bangunan sekolah yang hancur, tapi belum dapat direalisasikan karena belum adanya kesepakatan terkait ongkos tukang. Karena prosesnya yang lama, maka dinilai masih diperlukan sekolah sementara. Agar murid murid bisa belajar dengan sedikit lebih nyaman. 

Doktrr Kara Citra dan dokter Nadya Putri melayani kesehatan murid murid SD Filial 3 Bilok Petung di Batu Jong (Foto : Dokumentasi Pribadi)
Doktrr Kara Citra dan dokter Nadya Putri melayani kesehatan murid murid SD Filial 3 Bilok Petung di Batu Jong (Foto : Dokumentasi Pribadi)
Saat Tim Gema Alam datang ke lokasi pada hari Selasa, 16 Oktober 2018 dan kembali pada hari Kamis 1 November 2018, sedang dilaksanakan pembangunan ruangan untuk PAUD dari dana APBN, dengan batas waktu pengerjaan sampai dengan akhir bulan November 2018. Hajatannya, selain untuk PAUD juga dapat digunakan untuk proses belajar mengajar SD Filial. Bangunan PAUD ini berukuran 6 x 8 meter.

Kepala dusun, Ibu Mus dan beberapa wali murid menyambut baik rencana pembangunan sekolah sementara yang hendak difasilitasi oleh Tim Gema Alam dan Sahabat Gema Alam. Penggalangan sumber daya dilakukan dan terkumpul dana untuk membangun 6 unit Huntara dan Sekolah Sementara. Namun, proses pembangunan tidak semudah yang direncanakan. Rencana masyarakat yang semula sepakat untuk bergotong royong juga lebih lambat realisasinya.  

Bangunan fisik gedung SD filial sebelum dihancurkan oleh gempa pertama pada tanggal 29 Juli 2018 terdiri dari 1 ruangan berukuran sekitar 10 x 4 meter. Sekolah ini diresmikan pada tahun 2009 oleh istri bupati terpilih saat ini. Dulu mereka janji akan mengunjungi Batu Jong setelah sekolah terbangun namun ternyata tidak pernah datang lagi karena bupati lengser. Istri bupati ini juga yang meminta bu Mus untuk menjadi pengajar.

Masih terkait anak anak, kasus perkawinan anak ditemukan. Dua kasus ibu hamil dengan risiko tinggi juga ditemui di wilayah ini. Seorang perempuan berusia 17 tahun yang berasal dair Kalimantan dan menikah dengan laki laki dari Batu Jong saat ini hamil 5 bulan, padahal telah memiliki anak berusia 16 bulan. Artinya, ia menikah dan hamil ketika berusia belum 15 tahun. 

Dukungan Pasca Bencana yang Lambat

Layanan kesehatan dan kunjungan dokter dicatat dilakukan oleh relawan setelah gempa 29 Juli 2018. Namun, setelahnya, tak ada lagi kunjungan tim kesehatan. Untuk itu, Gema Alam NTB dan Sahabat Gema Alam melakukan layanan kesehatan dengan mengirim 6 orang dokter relawan, sebanyak 3 kali sejak September sampai dengan November 2018. Dokter spesialis anak, dokter spesialis kebidanan dan obgyn serta dokter umum melayani kebutuhan atas layanan kesehatan penduduk dusun ini. Namun ini tidak cukup. Diperlukan suatu pendekatan layanan yang berkelanjutan. Termasuk di dalamnya adalah promosi hidup sehat. 

Lansia hanya bergantung pada dokter relawan yang datang ke dusun (Foto : Dokumentasi Pribadi)
Lansia hanya bergantung pada dokter relawan yang datang ke dusun (Foto : Dokumentasi Pribadi)
Pada kunjungan di tanggal 13 November 2018, perkembangan pembangunan huntara masih nampak lambat. Dan pantauan atas perkembangan sampai dengan minggu terakhir bulan Desember menunjukkan pula kemajuan yang tidak terlalu memuaskan. Namun diskusi atas situasi di dusun makin dipahami. Perlu waktu untuk mendampingi masyarakat ini. Ibu Mus yang diharapkan menjadi titik masuk adalah guru yang sangat sibuk. Sibuk denga mengajar di kelasnya. Sibuk menjadi kader kesehatan. Juga sibuk mewakili kepala dusun ketika ada pihak dari luar ingin berkomunikasi untuk pembangunan di dusun. 

Pada akhirnya, pembangunan secara menyeluruh, baik itu di sektor pendidikan, kesehatan dan ekonomi perlu dilakukan.  Upaya ini tidak bisa dilakukan dalam waktu cepat, dan hanya oleh satu lembaga ang melakukan perjuangannya dengan berbekal swadaya. .  Gema Alam NTB dan Sahabat Gema Alam perlu memberikan pendampingan berkelanjutan dan dengan kesabaran.  Pendampingan pembangunan huntara dan sekolah sementara serta pemberdayaan petani mede menjadi prioritas. Pendampingan kesehatan masyarakat juga perlu dilanjutkan. Kami tetap terus berupaya. Kami harus kembali untuk bertemu anak anak yang bersemangat itu. 

Video : Semangat Murid SD Filial Beluk Pitung di Batujong (Dokumentasi Pribadi)

*) Tulisan adalah cuplikan dari Laporan "Kajian Kebutuhan Pasca Bencana", disusun oleh Muhammad Juwaeni, Haiziah Gazali, dan Leya Cattleya. Diterbitan oleh Gema Alam NTB, November 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun