Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Huntara Pintu Berdaya untuk Penyintas Bencana

26 Desember 2018   08:42 Diperbarui: 30 Desember 2018   15:30 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : oleh Foto : Zulkarnaen Syri Lokesywara untuk Laporan Pembelajaran Pembangunan Hunian Sementara SETARA untuk Ibu Hamil, Menyusui, Lansia dan Difabel pada Wilayah Terdampak di Lombok Timur, oleh Soehardi Suryadi dan Leya Cattleya, diterbitkan oleh Gema Alam NTB (November 2018)

Bencana Alam yang berlangsung sejak 29 Juli 2018 di Pulau Lombok menumbuhkan keprihatinan banyak pihak. Berbagai langkah yang bersifat sementara untuk memulihkan kondisi warga yang terkena bencana telah dilakukan. 

Salah satunya adalah apa yang dilakukan Gema Alam NTB bersama relawan dan dermawan Sahabat Gema Alam melalui pendirian Hunian Sementara (Huntara) SETARA. 

Pembangunan Huntara SETARA  diintegrasikan dengan intevensi kesehatan dan psikhologis, dengan harapan bahwa penyintas yang rumahnya hancur dapat terlindungi dari penyakit yang muncul di lingkungan pengungsian, di samping persoalan sosialnya. 

Huntara melindungi pengungsi dari bahaya dan risiko banjir yang melanda beberapa wilayah pengungsian di musim hujan. Huntara juga diniatkan agar penyintas dapat segera bangkit dan melanjutkan hidup mereka, membangun kembali keluarganya. 

Data Propinsi NTB (September 2018) mencatat adanya korban jiwa sebesar 467 jiwa di Lombok Utara, 44 jiwa di Lombok Barat, 31 jiwa di Lombok Timur, 7 jiwa di Sumbawa, 2 jiwa di Lombok Tengah dan 9 jiwa di Mataram. Sementara itu, jumlah pengungsi adalah sebesar 101.735 jiwa di Lombok Utara, 116.453 djiwa di Lombok Barat, 104.060 jiwa di Lombok Timur, 41.003 jiwa di Sumbawa, 13.887 jiwa di Lombok Tengah dan 13.894 jiwa di Mataram. Tidak hanya itu, kerusakan rumah dicatat sejumlah 38.497 buah di Lombok Utara, 55.497 buah di Lombok Barat, 15.642 buah di Lombok Timur, 149.706 buah di Sumbawa, 11.232 buah di Lombok Tengah, dan 4.446 buah di Mataram. 

Sahabat Gema Alam adalah suatu mekanisme penggalangan dukungan sumber daya yang baru dibentuk pada pasca bencana Lombok. Ia ada dalam tubuh Gema Alam NTB. Wadah ini tidak sebatas menggali dan mengelola sumber daya (dana, relawan, konsultan, desainer grafis, ahli hukum, dokter, psikholog) melainkan juga membantu menyusun kriteria penempatan sumberdaya tersebut. Karenanya, dalam kurun waktu yang relatif pendek, kerja Sahabat Gema Alam lebih banyak berasal dari donasi kawan kawan dan sahabat penggagas. Sementara, Gema Alam NTB mengidentifikasi pemanfaat,  serta melakukan pendampingan penyintas untuk membangun Huntara. Dalam kaitannya dengan layanan kesehatan penyintas, Gema Alam NTB memfasilitasi kerja pasca bencana melalui penyediaan logistik (mobil, konsumsi dan tempat tinggal relawan).

Prioritas utama alokasi dana untuk pembangunan Huntara SETARA diberikan kepada utamanya ibu hamil dan menyusui. Selanjutnya prioritas diberikan kepada lansia dan difabel sebagai bagian dari kelompok rentan lainnya. Walau berfokus pada penanganan kesehatan reproduksi, kerjasama antara Sahabat Gema Alam dan Gema Alam NTB terus berjalan dan meluas pada kegiatan lain. Kegiatan penanganan penyintas bencana alam memang membutuhkan dukungan dari banyak pihak agar proses dan hasilnya mampu menjangkau lebih banyak warga penyintas yang paling membutuhkan, baik di Kabupaten Lombok Timur (Lotim) maupun di NTB.

Sesungguhnya telah terdapat beberapa  pihak mencoba membangun Huntara di Lombok Timur. Bentuk dan kualitas bangunan, pihak pembangun serta pendekatan pendanaannyapun berbagai. Gema Alam NTB dan Sahabat Gema Alam mencatat bahwa kebutuhan akan Huntara adalah prioritas dan dipandang sebagai salah satunya bertujuan mengurangi dampak fisiologis dan psikologis akibat terlalu lama hidup di bawah tenda pengungsian. Konsep hunian ini selain relatif murah biayanya, juga bisa dibangun oleh masyarakat sendiri, melalui pendekatan gotong royong dengan melibatkan dermawan and swadaya. Sebagian dari material Huntara juga dapat diperoleh dari sisa-sisa bangunan yang roboh akibat terkena gempa. Besarnya jumlah warga yang membutuhkan menuntut dukungan banyak pihak untuk bersama-sama membantu penyediaan. Sekalipun itu hunian tersebut adalah sementara. 

Akhir akhir ini terdapat banyak komentar terkait kualitas hunian sementara yang dibangun secara partisipatif dan swadaya, dibandingkan dengan pembangunan Huntara yang dilakukan pengembang. Komentar tersebut melihat dari aspek kualitas. Namun demikian, Gema Alam NTB dan Sahabat Gema Alam tetap mendorong aspek partisipatif dan swadaya menjadi dasar, mengingat hal ini lebih memberdayakan. 

Huntara SETARA yang pembangunannya difasilitasi oleh Gema Alam NTB dan Sahabat Gema Alam berangkat dari hasil Kajian Kebutuhan Paska Bencana (Jitupasna) dan Studi Aksi Kesehatan Reproduksi Paska Bencana Lombok. Rekomendasi untuk mengadakan pembangunan Huntara dikomunikasikan oleh Gema Alam NTB dan Sahabat Gema Alam kepada relawan Gema Alam NTB dari kalangan masyarakat di Mapaki, di Sembalun. Pertemuan dengan masyarakatpun dilakukan. 

Awal pembangunan Huntara sangatlah menarik. Tim Gemala Alam NTB dan Sahabat Gema Alam mempresentasikan konsep Huntara yang disambut prositif oleh masyarakat penyintas. Kesepakatan untuk membangun Huntara akhirnya dibuat. Lima calon pemilik Huntara diidentifikasi. Kesepakatan tentang perlunya swadaya disepakati. Dukungan dari Sahabat Gema Alam untuk mendanai 5 Huntara digalang. Biaya pembangunan Huntara dinilai  sekitar Rp 5 .000.000 per Huntara. 

Ide, konsep, dan pendanaan pembangunanpun didiskusikan dengan kesepakatan penyediaan dana Rp 3.000.000 dari gotong royong (sumbangan) para dermawan, sementara penyintas mengupayakan swadaya dengan kontribusi sekitar Rp 2.000.000,-.  Pada kondisi penyintas yang paling tidak mampu, keseluruhan pendanaan menjadi bagian gotong royong (sumbangan) para dermawan Sahabat Gema Alam. Proses terus berjalan, dengan pelaporan status kemajuan pembangunan Huntara yang akuntabel melalui komunikasi peribadi maupun media sosial.   Pembangunan Huntara yang pada awalnya berfokus di Sembalun akhirnya berkembang ke wilayah kerja Gema Alam NTB yang juga terdampak gempa, antara lain di Beriri Jarak dan Sapit.

Seperti namanya, Huntara adalah hunian sementara. Struktur hunian tidak diharapkan untuk menjadi rumah permanen untuk jangka panjang. Namun huntara perlu memiliki fasilitas dasar untuk dapat menjadi peneduh dan ruang bagi penghuninya serta keluarganya. Pada umumnya Huntara terbuat dari kayu, bambu, tripleks, dan beratap seng, bambu dan atau material lapis baja ringan. Sementara ukurannya adalah 4m x 6 m atau 24 m2. 

Hunian Sementara (Huntara) sering dianggap sebagai program rehabilitasi, yang dilakukan 6 bulan setelah bencana, dan dibangun setelah paska tenda dan barak. Pada kenyataannya, Huntara semakin cepat pembuatannya dan semakin baik mutunya, serta dapat dirancang untuk memenuhi standar kesehatan dan tahan gempa. Oleh karenanya, pembangunan Huntara dapat dilakukan beberapa hari setelah bencana. 

Huntara menjawab kebutuhan jangka pendek dan menengah untuk mensiasati kekurangan dan tantangan pembuatan ruman permanen yang memerlukan waktu lama, memakan banyak tenaga kerja, dan membutuhkan pendanaan yang cukup banyak. 

Huntara juga dibangun untuk membantu pendistribusian dan layanan makanan serta kebutuhan dasar, termasuk kebutuhan ibu hamil, ibu menyusui dan bayi. mencegah muncul, berjangkit dan menularnya penyakit paska bencana seperti flue, diare, sakit kulit, sakit mata, tekanan darah tinggi karena stress, untuk mendorong dimulainya kegiatan sosial keluarga, seperti ke sekolah, memulai kegiatan ekonomi dan sosial, dan membangun kembali kehidupan keluarga yang sempat terkendala karena tinggal di pengungsian.

Mengingat tujuan untuk mendukung kualitas kehidupan yang lebih baik dati ibu hamil dan menyusui serta bayi serta balita pada masa paska bencana, model Huntara yang diinisiasi oleh Gema Alam NTB dan Sahabat Gema Alam diberi ‘branding’ Huntara SETARA. 

Huntara SETARA hendak menjawab persoalan khusus perempuan hamil, menyusui, bayi baru lahir, balita, lansia dan difabel, mengingat mereka adalah korban pertama yang mengalami persoalan dan tantangan terbesar; terekslusi atau tersingkirkan dari berbagai layanan dan kegiatan tanggap bencana maupun rehabilitasi dan rekonstruksi; sering mengalamai kekerasan dan pelecehan yang berbasis seksual dan berbasis relasi kuasa. 

Huntara SETARA juga dapat menjawab upaya perbaikan yang lebih sistematis dan terintegrasi dalam hal pemberian layanan kesehatan pada kelompok yang memerlukan penanganan kesehatan khusus, seperti ibu hamil, ibu nifas, dan ibu menyusui, dan juga kelompok rentan seperti lansia dan difabel. 

Huntara SETARA adalah Huntara sederhana yang mengedepankan kesetaraan, swadaya, gotong royong, dan pemberdayaan. Setidaknya terdapat 4 komponen yang perlu menjadi prinsip dalam pembangunan Huntara SETARA ini, yaitu :

Setara, karena diperuntukkan untuk kelompok rentan seperti Ibu hamil, nifas, menyusui, lansia dan difabel. Huntara juga mendudukan pemanfaat pada posisi setara dengan Gema Alam NTB serta para pendukung (donatur) yang tergabung dalam Sahabat Gema Alam, karena diskusi dan konsultasi awal memfasilitasi ide dan pemikiran pemanfaat tentang desain dan peran peran yang hendak mereka mainkan dalam proses pembangunan Huntara.

Swadaya, karena pembangunannya melibatkan pendanaan dan kontribusi dari pemilik rumah. Swadaya dapat diberikan dalam bentuk penyediaan rangka kayu, cat, tenaga tukang, sampai dengan konsumsi tukang.

Gotong royong, karena para pihak, individu ataupun lembaga yang tertarik dapat terlibat dalam pendanaan dan pengadaan bahan dan pembangunannya. 

Pemberdayaan, karena prosesnya menawarkan upaya yang dapat meningkatkan derajat otonomi dan pengambilan keputusan di antara para pihak, khususnya pemilik.  Pendekatan ini menghilangkan kesan, rasa, dan perlakuan seakan penyintas tidak berdaya, dan sebaliknya mengakui dan kekuatan dan kemampuan mereka dengan menggunakan sumber daya yang mereka miliki. 

Dengan pendekatan pendekatan ini, pemilik Huntara difasilitasi untuk mendiskusikan kemampuan untuk membangun Huntara. Pemilik Huntara juga terbuka aksesnya pada informasi terkait kemungkinan kemungkinan adanya dukungan pendanaan untuk kebutukan kegiatan dan pemberdayaan ekonomi dari Gema Alam NTB dan Sahabat Gema Alam di masa depan. 
  

Tentu saja, apa yang telah dilakukan oleh Sahabat Gema Alam dalam bermitra dengan Gema Alam NTB merupakan bagian kecil dari masalah besar yang dihadapi warga masyarakat di Lombok lebih luas, dan di wilayah bencana pada umumnya. 

Dengan upaya yang tidak kecil, diharapkan dapat memberi manfaat dan pelajaran bagi pihak pemerintah maupun masyarakat, khususnya warga yang terkena dampak bencana alam untuk tidak hanya bersabar, tetapi juga bertahan bersama keluarga. Banyak bencana alam tidak daapt diduga sebelumnya. Kesiapsiagaan jadi penting. Sementara opsi opsi untuk bertahan juga diperlukan.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun