Pembelajaran pada kerja relawan kesehatan yang mendukung kerja Gema Alam NTB menunjukkan bahwa mengahargai dan memberi nilai pada kontribusi relawan muda berpengaruh besar pada upaya membangun rekognisi atas kontribusi mereka. Rekognisi tersebut, dalam proses selanjutnya, memotivasi kalangan muda yang lebih luas untuk berpartisipasi dalam upaya pasca bencana. Keterlibatan kelompok muda yang populer, misalnya karena mereka adalah alumni Abang None Jakarta membawa pengaruh positif pada kredibilitas mekanisme kerja relawan kesehatan. Media sosial membantu proses penyebaran rekognisi tersebut.Â
Dalam hal persiapan relawan kesehatan yang membantu Gema Alam NTB, Â 'briefing' pendek terkait konteks dan situasi serta keperluan logistik yang diperlukan pada masa tugas relawan telah dilakukan melalui telpon atau email sebelum keberangkatan. Orientasi secara langsung sebelum relawan melakukan tugas juga dilakukan. Â Informasi terkait konteks dan kecenderungan kecenderungan yang ditemui dari survai pendek kesehatan reproduksi juga disampaikan sebagai gambaran umum. Koordinasi dengan Dinas Kesehatan dan Puskesmas setempat serta bidan desa juga dilakukan. Â Tentu saja, di masa depan, persiapan persiapan seperti yang dilakukan oleh United Nation Volunteer (UNV) terkait pelatihan kesiapsiagaan bencana dan kepemimpinan akan memberikan hasil yang lebih baik.Â
Secara jelas, pembelajaran menunjukkan bahwa peran relawan sangat vital pada kerja kemanusiaan pasca bencana. Pemanfaat data dan informasi dari temuan penapisan dan pemeriksaan kesehatan yang diolah dengan memadai dapat menjadi suatu bahan kajian dan analisis. Sejak September sampai dengan akhir November 2018, tiga belas relawan muda untuk layanan kesehatan yang mendukung kerja Gema Alam NTB telah melayani 2.697 penyintas, 409 di antaranya adalah ibu hamil. Satu hal yang penting bagi Gema Alam NTB, keberadaan dan kotribusi relawan pada kerja kemanusiaan masa pasca bencana Lombok telah membangun pengalaman Gema Alam NTB terkait model kerja bersama dalam memecahkan persoalan dan tantangan memberikan layanan kesehatan reproduksi bagi penyintas gempa.Â
Pada saat yang sama, adanya relawan juga memberi pelajaran tentang perlunya membangun aksi dan tanggung jawab kolektif. Terbatasnya waktu yang dimiliki oleh relawan untuk mendukung kerja pasca bencana disadari berpengaruh pada mobilitas. Dari 16 relawan, dicatat bahwa terdapat hanya 3 orang relawan yang dapat berdedikasi melakukan kerja kerelawanan antara 10 hari sd 21 hari. Sementara 13 orang hanya dapat memberikan kontribusi antara 2 sd 5 hari kerja, dikarenakan tugas atau pekerjaan mereka yang tidak memungkinkan mereka meninggalkan pekerjaan dalam waktu lama.Â
Pada saat acara "Berdaya Lotim, untuk Ibu dan Anak Lombok Timur", lebih banyak lagi relawan mendukung. Mereka berkontribusi sebagai MC dan pengisi acara, antara lain Svara Samsara, Benita Vania & Friends, 12 muda mudi yang tergabung dalam Paguyuban alumni Abang dan None Jakarta, Non Dita dan Bang Oman, dan Hening Harimurti yang mendukung pengurusan tata panggung.Â
Berbagai pihak, termasuk pemerintah tampaknya belum merekognisi peran dan kontribusi relawan muda dalam siklus kerja mitigasi dan penanganan pasca bencana. Juga, pemerintah belum memanfaatkan informasi terkait latar belakang pendidikan dan pekerjaan dari relawan dan nilai yang dapat disumbangkan oleh relawan muda.
Catatan pembelajaran menunjukkan bahwa memahami potensi dan sekaligus tantangan yang dihadapi relawan muda merupakan salah satu cara untuk dapat mengoptimalkan efektivitas kerja relawan.
Pelibatan relawan muda dalam diskusi dan dialog merupakan hal yang penting agar kontribusi mereka efektif untuk mencapai tujuannya. Data yang valid dan dapat dipertanggungkan dapat membantu emerintah untuk dapat membangun strategi yang sesuai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H