Sejalan dengan pasal tersebut, hak atas perlindungan data pribadi juga diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang menyebutkan bahwa setiap penduduk memiliki hak untuk memperoleh perlindungan data pribadi.
Kasus peretasan yang dilakukan Bjorka tidak hanya berdampak bagi perorangan yang data pribadinya telah diretas, tetapi juga berdampak bagi situasi keamanan negara terutama terkait kondisi politik menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024..Â
Apabila peretasan yang dilakukan oleh Bjorka tidak terselesaikan, akan sangat mungkin timbul kecurigaan dari masyarakat kepada pemerintah terkait akan terjadinya manipulasi data pemilih pada Pemilu 2024. Selain itu, dikhawatirkan apabila kasus hacker Bjorka belum juga terselesaikan hingga 2024, maka besar kemungkinan akan timbul keraguan dari masyarakat terkait hasil dari Pemilu itu sendiri, mengingat ketidakamanan data yang telah terjadi (Populis, 2022).
Upaya Pemerintah Menangani Bjorka dan Melindungi Data Masyarakat Indonesia
Keberadaan Bjorka kini sedang menjadi buronan pemerintah. Bahkan, kini dibentuk tim terpadu yang dibuat khusus untuk mengusut hacker Bjorka. Tim itu terdiri atas Banda Siber dan Sandi Negara (BSSN), Kementerian Kominfo, Polri, dan BIN (Novina Putri Bestari, 2022). Pada 14 September 2022, pemerintah mengumumkan telah ditangkapnya tersangka kasus hacker Bjorka yakni Muhammad Agung Hidayatullah atau MAH (21), pemuda asal Madiun, Jawa Timur. Diketahui, MAH kemudian langsung dibebaskan pada 16 September 2022 usai ditetapkan sebagai tersangka.Â
Menariknya, penangkapan MAH mengejutkan warga setempat dikarenakan ia dikenal warga sebagai pemuda lulusan SMA yang menjual es di pasar dan MAH juga dikenal warga sebagai pemuda yang pendiam. MAH juga mengaku tak punya kemampuan peretasan sedikit pun serta tak memiliki perangkat komputer.
Kemudian hal ini menjadi pertanyaan banyak pihak, bagaimana seseorang yang hanya menjual es di pasar dan hidup sederhana ternyata dituding sebagai hacker yang mencuri berkas negara? Masyarakat bertanya-tanya apakah MAH benar-benar merupakan pelaku ataupun pihak terkait, atau sengaja ditetapkan sebagai tersangka untuk mempertahankan suatu kehormatan instansi tertentu?Â
Diketahui kemudian bahwa ternyata MAH berperan sebagai salah satu dari kelompok Bjorka, dimana MAH berperan sebagai penyedia channel Telegram dengan nama channel Bjorkanism (Kompas.com, 2022). MAH mengungkapkan bahwa dia hanya membuat channel Telegram Bjorkanism untuk digunakannya sebagai tempat mengunggah ulang postingan asli dari grup Telegram private milik Bjorka dan sempat tiga kali membuat unggahan dalam telegram itu yakni pada 8-10 September 2022 (Rahel Narda Chaterine, 2022).Â
Adapun motif MAH membantu Bjorka agar dapat menjadi terkenal dan mendapatkan uang (Rahel Narda Chaterine, 2022). Melalui pengakuannya, MAH menyatakan bahwa Bjorka akan memberikan 100 USD bagi seseorang yang mau mengelola grup Telegramnya (Kompas.com 2022). Tergiur dengan tawaran tersebut, MAH kemudian menjadi pengelola grup tersebut.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, MAH dijerat sejumlah pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yakni Pasal 46, 48, 32 dan 31 UU ITE (Rahel Narda Chaterine, 2022). Meskipun begitu, Bjorka sendiri telah membantah bahwa pihak yang ditangkap itu merupakan bagian dari mereka dan ia menyalahkan platform Dark Tracer yang memberikan informasi salah kepada polisi (Hamdan Cholifudin Ismail, 2022).
Pada 21 September 2022, Menkopolhukam Mahfud MD menegaskan tidak ada data negara yang bocor ke publik dan data yang beredar di internet merupakan data yang dibuat-buat oleh Bjorka dan  menurutnya, hacker Bjorka tidak ada apa-apanya (Esti Widiyana, 2022). Meskipun begitu, tak dapat ditepis bahwa sosok Bjorka masih menjadi misteri.Â
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Republik Indonesia, Insinyur Jendral Dedi Prasetyo menyampaikan bahwa pihaknya bersama Tim Khusus atau Timsus tengah melakukan pendalaman dengan berkoordinasi dengan beberapa lembaga negara seperti Polri, BIN, Badan Siber Sandi Negara, dan Kemkominfo untuk mengejar peretas Bjorka (Hamdan Cholifudin Ismail, 2022). Guna membongkar identitas Bjorka, Dedi menyampaikan bahwa pihaknya juga tidak menutup kemungkinan akan menggandeng pihak luar negeri dalam melacak hacker tersebut (Hamdan Cholifudin Ismail, 2022).