Mohon tunggu...
LEXPress
LEXPress Mohon Tunggu... Mahasiswa - Biro Jurnalistik LK2 FHUI

LEXPress merupakan progam kerja yang dibawahi oleh Biro Jurnalistik LK2 FHUI. LEXPress mengulas berita-berita terkini yang kemudian diunggah ke internet melalui media sosial resmi milik LK2 FHUI.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kematian Brigadir J: Kejanggalan Penyidikan dan Citra Polri di Mata Masyarakat

22 Agustus 2022   15:58 Diperbarui: 22 Agustus 2022   15:58 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang tak kunjung usai terus menjadi perbincangan publik. Pelaku yang menjadi tersangka dalam tewasnya Brigadir J ialah Irjen Ferdy Sambo atau FS, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E (anggota Brimob sekaligus asisten pribadi FS), Putri Candrawathi atau istri dari FS, Bripka Ricky Rizal atau RR (ajudan istri FS), dan Kuwat Maruf (Sopir dari Istri FS). 

Penyidikan mengenai kasus ini telah dilakukan sejak 8 Juli 2022. Namun, sampai saat ini kasus pembunuhan Brigadir J masih menjadi misteri dan dirasa terdapat kejanggalan mengenai hasil penyidikan yang dilakukan oleh Polri. Hal ini memunculkan  spekulasi dari masyarakat, apakah para aparat negara boleh menyembunyikan motif untuk menjaga nama baik pihak yang terkait? 

Kasus pembunuhan Brigadir J dilakukan oleh aparat kepolisian, dilakukan di rumah dinas negara, dengan menggunakan persenjataan milik negara. Terhitung sejak tewasnya Brigadir J, pada akhirnya kasus ini memasuki babak baru setelah lebih dari sebulan bergulir. 

Berikut penyelidikan polisi atas kasus tewasnya Brigadir J. 

Brigadir Yosua tewas pada 8 Juli

Menurut keterangan polisi, Brigadir J tewas dalam insiden saling tembak dengan Bharada E di rumah dinas Irjen FS, Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada Jumat (8/7), pukul 17.00 WIB. 

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan, mengatakan bahwa peristiwa tersebut bermula ketika Brigadir J masuk ke kamar istri FS dan diduga melakukan pelecehan. 

Menurut Ramadhan, istri FS sempat berteriak, sehingga Bharada E pun mendengar dan bergegas menuju kamar. Namun, Brigadir J keluar dari kamar terlebih dahulu. Kemudian Brigadir J dikatakan mengeluarkan tembakan sebanyak tujuh kali dan dibalas oleh Bharada E sebanyak lima kali. 

Kejanggalan otopsi Brigadir J 

Jumat malam (8/7), polisi membawa jenazah Brigadir J ke Rumah Sakit Kramat Jati untuk diotopsi. Dokter forensik Rumah Sakit Kramat Jati mencatat, terdapat lima luka tembak masuk, dua tembak luar yang menewaskan sang brigadir. Namun, keluarga menemukan adanya luka-luka lain, sehingga diduga terdapat kekerasan lainnya. Pihak keluarga pun meminta penyidik untuk melakukan otopsi ulang terhadap kematian Brigadir J.

Irjen Ferdy Sambo menjadi Tersangka pada 9 Agustus

Pada Selasa (9/8), Polri menyatakan telah menetapkan empat tersangka dalam kasus tewasnya Brigadir J. Mereka adalah Bharada Richard Eliezer atau Bharada E sebagai eksekutor, Bripka Rizal atau RR yang turut membantu dan menyaksikan pembunuhan, Kuwat Maruf sebagai supir dari PS yang turut membantu dan menyaksikan pembunuhan, dan terakhir Irjen FS sebagai dalang dari pembunuhan Brigadir J. 

Pada konferensi pers selanjutnya, Kapolri membantah keterangan awal terdapat tembak menembak antara Brigadir J dengan Bharada E . 

"Tidak ditemukan fakta tembak menembak seperti yang dilaporkan di awal," ujar Kapolri Jenderal, Listyo Sigit Prabowo, dalam konferensi pers yang diunggah pada akun instagram @divisihumaspolri, hari Selasa (9/8).

Dalam penyelidikan, tim khusus menemukan kalau peristiwa yang terjadi adalah penembakan Brigadir J.

"Tim khusus menemukan bahwa peristiwa yang terjadi adalah penembakan terhadap saudara J yang mengakibatkan meninggal dunia," ujarnya.

"Hal itu dilakukan oleh saudara E atas perintah saudara FS, kemudian untuk membuat seolah-olah terjadi tembak menembak, saudara FS menembakan senjata saudara E ke dinding," sambung Kapolri.

Sementara itu Bharada E berperan menembak korban atas perintah FS. Bripka RR berperan turut membantu dan menyaksikan penembakan Brigadir J.

Motif Pembunuhan Brigadir J tidak bisa diumumkan

Pada Kamis (11/8) pada konferensi pers Bareskrim Polri yang diunggah pada Instagram @divisihumaspolri, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian, menyatakan bahwa tersangka FS menyatakan bahwa dirinya menjadi marah setelah mendapat laporan dari istrinya yang telah mengalami tindakan melukai harkat dan martabat keluarga yang terjadi di Magelang, yang dilakukan oleh Brigadir J. 

Namun motif utuh FS sampai saat ini belum diumumkan ke publik. Bahkan Polri secara tegas motif tersebut tidak akan menjadi konsumsi publik, lantaran menjaga perasaan dan menghindari timbulnya perspektif yang berbeda-beda oleh publik.

Hal inilah yang menjadi perdebatan, karena pasalnya FS merupakan jenderal bintang dua, yang telah banyak menuntaskan berbagai kasus kejahatan besar di Indonesia. Namun, kini kasusnya malah terkesan ditutup-tutupi kepada publik. 

Dilansir dari Narasi Newsroom, pada Jumat (12/8), Ketua Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana UB (PERSADA UB), Fachrizal Afandi mengatakan bahwa motif bukan menjadi unsur yang perlu dibuktikan oleh penyidik. Namun, bisa menjadi pertimbangan hakim untuk memperingan atau memperberat penjatuhan pidana. 

"Kita lihat tren di kepolisian seperti apa, Ketika setiap perbuatan pidana diumumkan ke publik, lalu diberitahukan kesalahannya. Tapi dalam konteks Sambo tidak diberlakukan demikian, sehingga timbul perbedaan perlakuan yang dipertanyakan," ujar Afandi. 

Tiga Puluh Enam Polisi diduga Melanggar Kode Etik

Dikutip dari Kompas TV, Senin (15/8), Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, tercatat ada 63 anggota polisi yang diperiksa Inspektorat Khusus Polri. Dari 63 orang yang telah diperiksa, 36 orang di antaranya diduga melanggar etik terkait upaya menghalangi proses penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J. Angka ini bertambah lima orang, di mana sebelumnya ada 31 orang polisi yang disebut melanggar kode etik. Hal ni tentunya menimbulkan pertanyaan besar bagi publik, mengapa aparat kepolisian yang sepatutnya menegakan hukum malah terkesan menghalang-halangi kebenaran.

Menurut Keterangan dari Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam konferensi pers di Mabes Polri, pelanggaran polisi tersebut seperti menghambat jalannya penyidikan, menghilangkan barang bukti atau merusak tempat kejadian perkara. Untuk sejenis pelanggaran demikian bisa dikategorikan masuk ke dalam ranah pidana. 

Berdasarkan hasil pemeriksaan disimpulkan bahwa FS marah dan emosi setelah menerima laporan dari istrinya Putri Candrawati atau PC. PC mengatakan bahwa Brigadir J telah melukai harkat dan martabat keluarganya. Hal inilah yang mendasari FS merencanakan pembunuhan kepada Brigadir J.

Putri Candrawatih menjadi Tersangka pada 19 Agustus

Komjen Pol Agung Budi Maryoto, menyatakan bahwa istri dari FS atau PC menjadi tersangka dalam pembunuhan berencana Brigadir J.

"Sudah dilakukan gelar perkara, penyidik telah menyatakan saudari PC sebagai tersangka," ujar Komjen Pol Agung Budi Maryoto saat konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (19/8).

Dengan ditetapkannya saudari PC sebagai tersangka, Polri sudah menetapkan lima orang sebagai tersangka. empat orang yang sudah menjadi tersangka, yakni Irjen FS, Bharada E, Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf. Mereka dijerat dengan pasal 340 subsider Pasal 338 jo Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati.

Institusi Polri Sebagai Aparat Penegak hukum

Dalam Tribrata Polisi Republik Indonesia (Polri) dan Pasal 13 dalam UU No. 2 tahun 2002, Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:

  1. Berbakti kepada nusa dan bangsa dengan penuh ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa;

  2. Menjunjung tinggi kebenaran, keadilan dan kemanusiaan dalam menegakkan hukum negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar 1945; dan

  3. Senantiasa melindungi, mengayomi Dan melayani masyarakat dengan keikhlasan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban.

Sudah seharusnya Polisi paham bahwa tugas utamanya sebagai aparat penegak hukum. Kasus ini menimbulkan pertanyaan dari publik akan kepercayaan dan citra Polri dimata masyarakat. Hal ini menjadi pelajaran bagi pemerintah dan rakyat Indonesia untuk bisa mengembalikan Polri kepada fungsinya. 

"Kalau sudah hancur rasa kepercayaan itu, membangunnya sudah tidak bisa dengan kata-kata," ujar Irma Hutabarat selaku Aktivis Kemanusiaan, dalam diskusi Perempuan Bicara pada Jumat (12/8).

"Polisi merencanakan skenario yang sudah membohongi seluruh rakyat Indonesia dan tidak masuk akal. Apabila Polri hancur, negara juga ikut hancur," tambahnya. 

Sampai saat ini belum terdapat informasi yang spesifik mengenai alasan dan motif terjadinya pembunuhan yang dilakukan oleh FS kepada Brigadir J.  Hal ini akan menimbulkan asumsi yang berbeda-beda dari masyarakat. Apakah benar karena motif pelecehan seksual untuk menjaga martabat keluarga atau masih adanya oknum-oknum yang menyembunyikan terkuaknya kasus kematian Brigadir J?

Dari penyidikan kematian Brigadir J beberapa kejanggalan penyidikan terjadi. Berawal dari otopsi dilakukan dua kali padahal korban sudah dimakamkan, lalu terkuaknya sejumlah oknum polisi yang menghambat proses penyidikan, dan terdapat sejumlah kebohongan dari pelaku yang mudah dipercaya oleh aparat kepolisian. 

Tentunya, hal ini menimbulkan kekecewaan masyarakat terhadap upaya polisi menyikapi permasalahan kasus kematian yang disebabkan oleh anggotanya yang tidak secara transparan. Hal ini dibuktikan dari hasil survey kepercayaan masyarakat yang disampaikan oleh Kapolri Jenderal, Listyo Sigit Prabowo, dalam arahan Kapolri kepada jajarannya, yang diunggah pada akun Instagram @divisihumaspolri. 

"Pasca terjadinya peristiwa duren tiga, angka kita langsung anjlok di angkat 28 persen. Setelah penetapan FS menjadi tersangka, angkanya langsung naik menjadi 78 persen," ujar Kapolri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun