Salam Mimpi Swasembada
Saat ini hujan turun dikebun ku dengan derasnya membasahi tanah yang memang sudah seminggu butuh siraman hujan.
Ketika hujan turun tadi, saya sedang berada di tengah bedengan tanaman cabe rawit saya, bergegas saya langsung berteduh di pondok perjuangan saya. Â
Hati pun tenang dan merasa bersyukur karna hujan yang dinantikan akhirnya turun di sore ini. Â Akhirnya tergerak hati ini untuk menuliskan ini semua sambil sesekali menyeruput kopi jahe hitam yang kubuat barusan sebagai rasa syukur akan hati yang riang karena datangnya hujan tepat disaat tanaman saya membutuhkannya.
Saya tiba tiba ingat akan sebuah lagu yang berjudul "Nenek moyangku seorang pelaut".
Lagu ini pernah aku komplain ke istri saya ketika istri saya menyanyikannya ke anak kami.
Saat itu saya bilang ke istri saya :
" Ganti sama lagu lain saja, Â kalaupun mau dinyanyikan lagu itu, tolong ganti kata pelaut nya menjadi petani biar sesuai kenyataan yang ada karna kita bukan dari garis keturunan pelaut, melainkan petani" Â
Hehehe.
Karena nenek moyang kita itu paling banyak yang berkebun dibanding yang melaut. Dan saya yakin akan pemikiran saya bahwa nenek moyang kita paling banyak yang bertani dibanding melaut.Â
Asal usul keluarga nenek moyang saya pribadi paling terbanyak mengalir darah suku Minahasa dan Madura.
Dalam kedua suku yg adalah nenek moyang saya ini setahu saya lebih dominan berprofesi sebagai petani, saya tahu karna saya sering membaca artikel-artikel yang berkaitan akan budaya dan sejarah suku yang mengalir dalam diri saya, namun kecintaan saya akan budaya asal suku saya bukan menjadikan saya orang yang sukuis atau Rasis yaaa..Â
Kecintaan saya akan budaya dan sejarah asal muasal suku saya adalah sebagai ekspresi kecintaan saya akan tanah air ini. Merdeka..!!! Hehehe....
Ok, lanjut yaa... Dan kalau dipikir - pikir kebanyakan nenek moyang suku suku yang ada di Indonesia jika dilihat sejarah profesi nya terdahulu kita akan mendapati profesi mereka didominasi oleh profesi petani. Coba baca sejarah... Â Hehehe...
Memang ada beberapa suku di Indonesia yang memang terkenal akan kegigihannya di laut, Â misalnya suku Bugis dan Makasar dengan sejarah kapalnya yang bernama "Pinisi" Yang sudah ada sejak sebelum tahun 1500an.
Ada juga kapal Padewakang yang diperkirakan sudah berlayar sejak abad ke-18. Kapal ini dipergunakan oleh para pedagang dari Makassar, Bugis dan Mandar dimana kapal ini berlayar hingga ke wilayah Australia.
Juga Nenek moyang orang Maluku dengan kapalnya "kora Kora". Ada juga kerajaan Gowa dengan kapal armadanya yg digunakan untuk perang yang bernama "Patokan". Dari beberapa nama kapal nenek moyangnya orang Indonesia yang disebutkan diatas kita bisa mengetahui bahwa beberapa nenek moyang kita adalah pelaut.
Namun jauh lebih banyak para penduduk dijaman itu yang memilih tinggal di daratan dan memiliki profesi sebagai petani. Â Kalau semuanya melaut, Â trus siapa yang masak nasi atau yang nanam padi doong? Masa nanam padi di laut? Hehehe...Â
Banyaknya upacara- upacara adat disetiap suku - suku di Indonesia yang bersyukur akan hasil panen mereka menjadi salah satu pembuktian bahwa nenek moyang kita itu kebanyakan sebagai Petani.Â
Contoh sebagian kecilnya :
1. Suku Dayak (Kanayatn)Â
Naik Dango merupakan upacara turun temurun yang dilakukan oleh Suku Dayak Kanayatn sebagai ungkapan syukur kepada Nek Jubata atau Sang Pencipta (Tuhan Yang Maha Esa) Â akan panen yang baik.Â
2. Masyarakat Adat Flores
Upacara Adat Penti merupakan upacara adat di masyarakat adat Wae Rebo, Flores NTT yang sudah turun temurun dan masih dilestarikan sampai sekarang ini. Upacara Adat Penti memliki makna sebagai ucapan syukur kepada Tuhan YME dan leluhur serta alam atas hasil panen yang diterima.Â
3. Banten / Masyarakat Adat Baduy
Serentaun merupakan upacara adat tahunan komunitas masyarakat adat Kaolotan atau Kasepuhan di masyarakat adat Baduy di Kabupaten Lebak yang sudah menjadi warisan sejak ratusan tahun silam.Â
4. Bali
ecara konseptual memiliki makna ucapan syukur, upacara adat yang bermandikan tanah dan lumpur ini menggambarkan bahwa tanah atau bumi Pertiwi adalah sumber dari kemakmuran.Â
Upacara adat Mebuug Buugan ini merupakan upacara yang sKarena itu, tradisi mabuug-buugan juga bisa dimaknai sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia kesuburan tanah yang memberikan berkat melimpah.Â
Itu hanya beberapa contoh upacara adat sebagai rasa syukur atas panen yang diterima, Â dan upacara adat ini sudah turun temurun menjadi warisan leluhur nenek moyang kita sejak ratusan tahun yang silam.Â
Nah, Â jadi ingatlah bahwa nenek moyang kita adalah petani dan hanya sebagian kecil yang mengambil profesi sebagai pelaut dulu. Â
Semoga kedepannya bakalan ada pencipta lagu yang menciptakan lagu yang menjelaskan bahwa nenek moyang kita adalah petani. Semoga...
Atau lagu yang menceritakan nenek moyang kita seorang petani yang juga kadang melaut saat musim paceklik tiba. Hehehe...
Hidup Petani Indonesia.Â
Salam Kompasiana
Salam Mimpi Swasembada
#MimpiSwasembada https://www.kompasiana.com/levisangi/5cfb5bb43d68d518ae5e3516/puisi-petani-pemimpi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H