Menurut penuturan patura (orang tua) TNS Alex Relmasira bahwa sangat banyak ikan dan udang lobster, morea di liang/lubang tersebut. Selain itu, sambil melihat ke darat nampak ribuan pohon kelapa tertanam dan bahkan dalam usia puluhan tahun dan sudah cukup tinggi untuk dipanjat.
Keunikan TNS Kepulauan ini menjadi daya tarik wisata bagi siapapun termasuk diaspora TNS yang sudah lahir dan berada di luar tanah Maluku.Â
Pemandangan yang unik pada seonggok daratan yang menjadi pulau vulkanik sehingga dengan mudah dapat dilihat belerang yang sudah muncul di permukaan tanah.Â
Sensasi memancing dan mendapat ikan sebuah kegembiraan tersendiri. Untuk itu dapat dilakukan acara mancing maniak. Begitupun melakukan penyelamanan untuk melihat keindahan bawah laut, wisata divers mancanegara.Â
Hopping island --saling mengunjungi kerabat antar pulau-pulau kecil tersebut juga bisa menjadi agenda wisata atau berkunjung antar kampung pada pulau yang sama, yang dapat ditingkatkan menjadi lomba perahu layar antar pulau.
Penulis sempat mengunjungi Kampung Layeni, salah satu kampung adat lainnya di Pulau Teon. Jika melewati darat dibutuhkan jalan kaki sejauh lk 3 km, tetapi saat itu menggunakan speedboad.
Di pulau-pulau tersebut ada bangunan dan tempat-tempat bersejarah seperti Gedung Gereja Waru, Gereja Layeni yang sudah berusia ratusan tahun.Â
Lokasi meja mata rumah Woinera Woilola di Letlama Pulau Serua atau Batu Perdamaian "Sipat" berada di antara "Tanjung Kelisri" dan "Wenmetmetna" sebagai peringatan damai pada saat perang antar Mesa ( orang Melaira)  dan Layeni (orang Liliefna) juga ada air panas Kak’na (air panas belerang) di ketiga pulau, dll.
Masyarakat TNS masih sangat kental dengan budayanya. Hal ini dapat menjadi bagian sebuah even pariwisata. Untuk itu arena even di pulau juga harus diperjuangkan, mengingat ketiga pulau tersebut hanyalah gugusan pulau kecil dengan minim infrastrukur dasar.