Kelangkaan Komunikasi Di TNS Kepulaun - Daerah 3T ( Bagian 3)
Sebagai seorang senior telecommunication engginer, ketika memutuskan hadir dalam peresmian gereja Imanuel Mesa Pulau Teon Kabupaten Maluku Tengah Propinsi Maluku maka saya tersadar akan memasuki “blank spot area” karena tidak adanya instrastruktur telekomunikasi.
Berbekal pengalaman saya memanfaatkan teknologi komunikasi pada berbagai layer frekuensi maka dengan cepat saya bisa memutuskan bahwa alat komunikasi yang tepat di Mesa adalah satellite communication jika hendak menggunakan clear voice- two way communication. Kalau mau simple yah bisa menggunakan peralatan Portable Radio Frequency HF/ SBB ( High Frequency/Single Side Band).
Pada komunikasi satelit, antena stasiun penerima diarahkan ke satelit. Namun dalam memakai radio HF/SSB pilihan frekuensi yang tepat bertumpu pada lapisan ionosfir/stratosfir bumi sebagai media pemantul.
Didalam Satellite Communication kita mengenal 2 segmen yaitu space segment yaitu satelit sebagai repeater raksasa di langit dan di bagian bumi penerima (ground segment) berupa stasiun penerima yang dapat berupa SBK ( Stasiun Bumi Kecil), VSAT ( Very Small Aperture Terminal) dan Satellite Phone atau jenis lainnya.
Apapun pilahannya, baik satelit maupun SSB tetap membutuhkan catu daya listrik dan sudah pasti hal ini menjadi momok di sebuah kampung yang terisolir dengan minim sarana seperti Kampung Mesa.
Di Mesa Pulau Teon terdapat sumber listrik diesel dimana tiap rumah tangga swa-mandiri dengan bahan bakar yang sangat terbatas. Akibat kelangkaan bahan bakar maka tidak sepanjang hari listrik dalam kondisi menyala, hanya di hidupkan pada waktu malam saja. Bahkan sebagian genset milik warga di pulau dalam kondisi rusak.
Jika bahan bakar yang dibawa dari Waipia Pulau Seram habis, maka warga Mesa harus membeli ke Pulau Damer Kabupaten Maluku Barat Daya. Waktu tempuh ke Damer 3-5 jam tergantung motor atau speedboad yang digunakan.
Dengan demikian maka alat komunikasi untuk even peresmian ini tidak efesien kalau beroperasional selama 24 jam.
Jika harus menggelar VSAT maupun SSB disamping harus sewa – biasanya untuk koneksi VSAT sebulan untuk 1 titik diperkirakan nilainya sebesar Rp. 30.000.000,-.
Sebaliknya jika pengadaan SSB pun masih dibutuhkan waktu dan kebutuhan dana sekitar Rp.40.000.000,- ( 2 set),-. Karena harus menginstalasi radio SSB pada 2 lokasi baik di Kampung Mesa Pulau Teon maupun 1 set radio di Negeri Mesa Waipia di Pulau Seram.
Sarana Telekomunikasi TNS Kepulauan
Sejak lama masyarakat di TNS Kepulauan berjuang sendiri membangun stasiun radio komunikasi SBB di beberapa kampung. Malah adanya sumbangan 4 buah radio SSB sebanyak 2 kali pengiriman dari diaspora TNS di Propinsi Papua Barat yaitu dari diaspora Sorong dan Manokwari.
Masing-masing pulau mendapat 1 buah radio SSB dan di Waipia menjadi satu radio pengawal jaring komunikasi. Setelah adanya Dana Desa (DD) beberapa negeri memberanikan diri memakai Dana Desa untuk membeli sepasang radio komunikasi SSB seperti yang dilakukan Negeri Kuralele dalam membeli radio merek ICOM tipe IC-718 - HF Transciever.
Untuk kampung-kampung di Pulau Nila dan Pulau Serua, sudah cukup banyak radio komunikasi SSB yang tergelar. Namun berbeda dengan di Pulau Teon, dari 5 kampung adat hanya satu yang memiliki yaitu Kampung Layeni.
Walahualam mengapa demikian? Apakah mereka tidak punya inisiatif untuk pengadaan radio komunikasi ataukah memang hanya sedikit orang yang menetap di kampung-kampung Pulau Teon?
Setelah mengunjungi Mesa ternyata di Pulau Teon memang jumlah kepala keluarga (kk) tidak sebanyak warga yang sudah menetap di kedua pulau lainnya.
Pada Pemimpin Ada Solusi
Sekalipun sebagai anak Negeri Mesa/Loyasatomay dimana ayah saya lahir di kampung ini, kehadiran saya di Mesa juga dalam kapasitas sebagai Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Ikatan Keluarga Besar Teon Nila Serua (Ketum BPP IKB TNS).
Panitia peresmian menyampaikan bahwa ada beberapa hal penting yang tidak dimiliki Mesa bertahun – tahun yaitu radio komunikasi, catu daya listrik untuk gereja yang disarankan menggunakan solar panel dan masalah air bersih serta transportasi pp ke TNS yang masih belum tetap jadwalnya.
Pada akhirnya melalui Kementerian Agama RI maka Kampung Mesa memiliki sarana komunikasi sebuah ICOM IC-718 radio dengan frekuensi HF, SSB dengan power RF 100 Watt dan juga Solar Panel sebagai sarana prasana penunjang gereja Imanuel Mesa Pulau Teon.
Proses pengadaan membutuhkan waktu sehingga setelah selesai peresmian baru perangkat tersebut dipasang atau diinstal. Untuk Radio SBB di Waipia 'on' masuk jaring komunikasi dengan TNS Kepulauan pada tanggal 28 Desember 2021. Radio komunikasi terpasang di Pastori GPM Yabok Negeri Mesa Waipia, sedangkan di Kampung Mesa Pulau Teon baru terpasang di bulan Januari 2022 tepatnya di kediamanan Kadus Mesa Bpk. Emes Rijoly.
Dengan demikian maka jumlah radio komunikasi SSB di negeri-negeri TNS di Waipia sebanyak 14 buah ( Waru 2 buah, Jerili 3 buah, Lesluru, Bumei, Wotay, Ameth, Sifluru, Kokroman, Kuralele, Mesa, Layeni) sedangkan di TNS kepulauan sebanyak 8 buah radio komunikasi yaitu 2 buah di Pulau Teon ( Layeni dan Mesa), 4 buah di Pulau Nila ( Kokroman, Wotay, Sifluru, Kuralele) dan 2 buah di Pulau Serua ( Waru dan Jerili).
Sedangkan untuk solar panel bagi gereja Mesa di pulau pengadaan peralatan dari Jawa. Direncanakan di bulan April 2022 tim akan kesana bersamaan dengan pembenahan fasiltas air yang sudah saya sampaikan dalam tulisan bagian 2. Turut serta ke pulau, Ketua Majelis Jemaat “Yabok” Negeri Mesa Waipia Pdt.Feby Picaulima, S.Si yang akan melakukan pelayanan gerejawi bagi warga pulau.
Pada akhirnya selama kegiatan peresmian seluruh kegiatan penerangan kampung dan kebutuhan daya listrik menggunakan diesel 10 KVA dukungan dr Chris Relmasira dan Pdt. Alex Relmasira. Bahkan diesel inipun telah digunakan selama pembangunan dalam menggunakan perkakas listrik atau kebutuhan listrik lainnya.
Telepon Satelit
Sangat penting harus membawa alat komunikasi dengan pertimbangan tempat terisolasi di tengah Laut Banda. Jumlah orang yang datang menghadiri peresmian cukup banyak di Mesa. Jikalau terjadi sesuatu keadaan emergency dan membutuhkan komunikasi maka harus ke Layeni yang berjarak 3 km dari Kampung Mesa. Karena satu-satunya radio komunikasi SSB di Pulau Teon hanya di Kampung Layeni.
Belum lagi kelangkaan bahan bakar diesel sehingga radio komunikasi di Layeni juga tidak bisa “on air” setiap saat. Sudah ada kesepakatan dalam jaring komunikasi SSB di ketiga pulau dengan radio komunikasi SSB di Waipia bahwa dalam sehari ada 2 kali “on air” ( istilah komunikasi radio HF "absen" di jaring komunikasi) yaitu pagi pukul 08.00 WIT dan sore hari pukul 17.00 WIT pada frekuensi yang disepakati bersama dan clear voice.
Dari penuturan Kaur Pemerintahan Negeri Kuralele Bpk. Herdion Marantika dimana Radio SSB terpasang di kantor negeri. Radio akan dihidupkan mulai jam kantor yaitu jam 08.00 WIT - 14.00 WIT setelah itu dimatikan. Namun pada sore hari pukul 17.00 WIT operator radio kembali ke kantor untuk menghidupkan dan standby hingga pukul 20.00 WIT. Terkadang diluar jam tersebut ada warga masyarakat yang membutuhkan komunikasi ke pulau maka harus memanggil operator ke kantor negeri.
Akhirnya saya putuskan membawa telepon satelit dengan menggunakan infrastruktur INMARSAT (International Maritime Satelitte). Cukup mahal airtime penggunaan telepon satelit ini. Saya membeli kartu perdana ( prepaid simcard) dengan pulsa 50 unit seharga Rp. 1.030.800,- hanya untuk kebutuhan bicara selama 50 menit. Pikiran saya telepon ini hanya dapat digunakan untuk kondisi emergency dan untuk efesiensi cukup menggunakan sms.
Penggunaan Telepon Satelit
Dengan memperhatikan keberadaan saya 7 hari di Mesa Pulau Teon maka dapat dikatakan biaya komunikasi yang terjadi akibat penggunaan telepon satelit cukup mahal. Puji Tuhan ada yang memberi donasi untuk pembelian pulsa telepon satelit tersebut.
Apa yang dapat dilakukan dengan fasilitas ini? Yang pertama saling berkoordinasi melalui sms dengan Wagub Maluku dan Danrem 151/Binaya ketika masih di dalam pelayaran. Hal ini mengingat sampai meninggalkan Pelabuhan Amahai Pulau Seram, panitia belum mengetahui kepastian kehadiran kepala daerah dalam peresmian. Untuk Bupati Maluku Tengah sudah diwakili Camat TNS yang berangkat bersama rombongan masyarakat dan pihak gereja dengan KM Sanus 71.
Ternyata rombongan Wagub, Ketua DPRD Propinsi Maluku dan para istri sudah mendahului dengan Kapal Basarnas dan tiba di Layeni pada tanggal 13 November 2021 Sementara sehari sebelumnya di atas kapal telah dilakukan pertemuan panitia bersama Ketua 2 MPH Sinode GPM dan Ketua Klasis GPM Masohi. Hal ini dengan melihat kondisi pelayaran maka diputuskan tanggal peresmian mundur ke 15 November 2021.
Namun setelah mendapat informasi melalui radio komunikasi di KM Sanus 71 bahwa rombongan Wagub telah tiba di Layeni tanggal 13, maka peresmian kembali sesuai perencanaan ke tanggal 14.
Segera panitia seksi konsumsi mulai melakukan penyiapan seperti mengupas bawang dan lain lain di atas kapal. Hal ini mengantisipasi bahwa jika kapal merapat dini hari tanggal 14 maka cukup kewalahan dalam penyiapan konsumsi untuk acara peresmian.
Setelah tiba di Mesa menjelang dini hari tanggal 14 November 2021 maka diadakan rapat panitia dan diputuskan acara peresmian diundur ke jam 17.00 WIT . Selanjutnya Ketua Panitia Peresmian Bpk. Roni Rijoly ke Kampung Layeni untuk menyampaikan berita kepada Wagub dan rombongan berkaitan pergeseran waktu peresmian dari pagi menjadi sore hari.
Pengunaan telepon satelit lainnya yaitu kebutuhan komunikasi ketika memesan bahan bakar (BBM) ke Pulau Damer Kabupaten Maluku Barat Daya akibat persediaan untuk diesel dan speedboad di pulau menipis.
Dengan telepon satelit juga kami bisa mengubungi Kepala PELNI Ambon untuk menanyakan jadwal kapal kembali. Menurut Bpk. Assegaf (Manajer operasi ) agar langsung menghubungi ke kapal. Segera saya menghubungi ABK Sanus 71 Sdr.Andre dan menurutnya sesaat lagi mereka akan memasuki Tual. Diperkirakan sampai di Mesa tanggal 20 November 2021. Diujung telepon sana Andre sempat bergurau : “wah hebat nich orang Mesa su ( sudah) pung (punya) telepon”.
Selain koordinasi di atas maka komunikasi juga menjadi penting ketika ada berita duka meninggalnya Bpk. Dominggus Purmiasa dari Wotay di Waipia. Berita duka disampaikan melalui radio SSB Layeni dan di bawa infonya ke Mesa. Setelah itu Ibu Tien Plaly/Purmiasa (adik) bisa menyapa keluarganya di Wotay dengan telepon satelit, agar pemakaman menunggu beliau kembali.
Telepon satelitpun digunakan juga untuk memesan ikan asin dan inasua (ikan fregmentasi dengan garam) di Pulau Serua sebagai ole-ole yang akan dibawa pulang oleh ibu-ibu seksi konsumsi. Yang uniknya terjadi estafet komunikasi. Pemesanan melalui sms telepon satelit ke Kepala Pemerintahan Negeri (KPN) Jerili Bpk. Rudy Pormes di Waipia Pulau Seram dan selanjutnya melalui radio SSB menghubungi Kadus Bpk. Bob Pelmelay di Kampung Jerili Pulau Serua. Ikan yang dipesan akan diterima diatas kapal dalam arah kembali dan transit di Pulau Serua.
HT (Handy Talky) Transciever Dual Band VHF (Very High Frequency) dan UHF (Ultra High Frequency)
Hal menarik ditemui juga bahwa pada ketiga Pulau Teon, Nila dan Serua tidak memiliki dermaga, sehingga kapal perintis berlabuh di tengah laut dengan jarak ke pantai bervariasi. Kapal terjauh berlabuh dari daratan adalah di Pulau Nila. Nah siapakah syahbandar yang harus memandu kapal tersebut melepas jangkar atau mengangkat jangkar?
Tugas ini diemban oleh kadus dan disini butuh sarana komunikasi. Peralatan komunikasi dibutuhkan dalam berkoordinasi kepada mualim di atas kapal. Pada kenyataannya sudah sekian lama Kadus Mesa tidak memiliki sebuah HT ( handy Talky) Transciever. Melalui kesempatan peresmian gereja Imanuel Mesa maka telah diadakan sebuah Radio HT Alinco DJ- CRX5 Dual Band VHF dan UHF sebagai bagian dari dukungan Kementerian Agama RI.
USO BAKTI KOMINFO RI
USO (Universal Service Obligation) merupakan bagian dari kewajiban Pemerintah dalam memberikan pelayanan universal di bidang telekomunikasi dan informatika kepada publik. Di Indonesia maka Kementerian Komunikasi dan Informasi RI melaksanakannya dengan program yang dikenal dengan nama BAKTI KOMINFO dengan prioritas daerah 3T ( Terdepan, Terpencil, Tertinggal)
Sebagai contoh pengembangan daerah 3T dalam penyediaan jasa telekomunikasi dan akses digital bagi 3 pulau potensial di Laut Banda yaitu Pulau Teon, Pulau Nila dan Pulau Serua, maka hal ini dapat menjadi prioritas dalam program BAKTI KOMINFO.
Dengan tersedia layanan komunikasi di 3 pulau maka warga masyarakat terkhusus nelayan mendapat manfaat dari usaha mereka. Bahkan bisa sesegera mungkin menyampaikan hasil usaha mereka sambil berkoordinasi dengan peralatan komunikasi di tangannya untuk kapal pengangkut. Dengan begitu harapan untuk realisasi Program Lumbung Ikan Nasional di Maluku dapat terlaksana dalam waktu dekat.
Pada pemimpin ada solusi dan dengan USO kelangkaan komunikasi di 3 Pulau Teon , Nila dan Serua di kawasan 3T dapat segera diselesaikan. Namun catatan penting ketika menghadirkan solusi komunikasi maka harus dibarengi dengan solusi kelistrikan akibat kelangkaan bahan bakar. Mesa Bergerak, TNS Bangkit !( Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H