Mohon tunggu...
Levina Litaay
Levina Litaay Mohon Tunggu... Insinyur - Simple, smart, sportive

Community base development, complex problem solving, event organizer

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Tips Menghalau Jetlag dan Kebosanan pada Masa Karantina 10 Hari

29 Desember 2021   12:01 Diperbarui: 29 Desember 2021   18:46 1164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tips menghalau jetlag dan kebosanan pada masa karantina 10 hari

Pagi itu di tanggal 23 Desember  2021 pukul 09.21 WIB, masuk wa adik saya"barang su ( red.sudah) siap" . Saya langsung membalas tunggu ya ! jam 12.00 saya jemput. Inilah masa akhir karantina 10 hari sejak 14 Desember 2021 di salah satu hotel bintang 4 di bilangan TB Simatupang.

Barang siap check out - dipagi 23 Desembar 2021 (dok.pribadi)
Barang siap check out - dipagi 23 Desembar 2021 (dok.pribadi)

Masih ingat kisah memburu hotel karantina yang sudah saya ceritakan waktu lalu? Pada bagian ini saya akan membagi pengalaman adik saya selanjutnya setelah  masuk hotel karantina dari tanggal 14 - 23 Desember 2021.

Inilah hari pembebasan keluar dari tahanan kata adik saya! Saya berjanji akan menjemput karena pingin tahu proses dan cerita unik apa dan bagaimana situasi dan kondisi fisik bahkan mental ketika menghadapi karantina 10 hari. 

Saya cukup mengenal adik saya, dia termasuk traveller person antar benua, bekerja dalam sistem yang begitu beragam (diverse), ruang lingkup medan kerja yang sangat menantang, tetapi kok tersebut dari mulutnya -keluar kata dari tahanan? pikir saya.

Ketika tiba dirumah, adik saya memeluk pintu kamarnya dan meminta menggunting gelang karantina  tanda pembebasan ( dok.pribadi)
Ketika tiba dirumah, adik saya memeluk pintu kamarnya dan meminta menggunting gelang karantina  tanda pembebasan ( dok.pribadi)

Untuk itu ketika bertemu, pertanyaan pertama ke adik saya : "hari ke beberapa kebosanan itu muncul? dan bagaimana mengatasinya?"hari kelima jawabnya. 

Diapun berucap, betapa berat waktu-waktu awal  karena  berjuang melawan siklus waktu terbalik 12 jam alias jetlag  dengan Benua Amerika. Dia baru saja bertugas di Peru -- Amerika Latin selama 2,5 bulan dan bahkan pada ketinggian 4000m diatas permukaan laut tempat kerjanya (negeri di awan kalau di Indonesia).

Melewati perjalanan panjang untuk cuti  kembali ke Jakarta, dia harus melakukan PCR  di Lima Peru, Sao Paolo Brasil dan terakhir di Soetta - Cengkareng. Sekalipun hasil negatif, tetapi setelah tiba di hotel lagi-lagi "harus" menjalani aturan karantina Indonesia.

Rasa ngantuk hebat didera oleh adik saya, dia masih berjuang melakukan kerjaannya karena bekerja berbasis data di awan (cloud hosted database) dan di depan laptop ber jam-jam. Self mecanism tubuhnya masih jetlag, membuatnya tidur panjang siang hari dan mengganggu waktu 'melek' untuk bekerja dan terkadang hingga jam 6 pagi.

Koneksi internet yang dijanjikan pihak hotel Up to 20 MBps pada aktualnya rata-rata berkisar 15-16 MBps. Not bad lah sehingga dapat bekerja secara remote  dengan big data tanpa kendala berarti.

Posisi meja laptop arah tembok, sehingga jika lelah mata beranjak ke jendela, melihat pemandangan yang bisa di gapai dibalik kaca "mati" hotel alias kaca jendela yang tidak bisa dibuka. Sedikit terhibur jika melihat hunian apartemennya sejauh mata memandang. 

Hal yang dirasa sangat mengganggu adalah petugas hotel yang selalu mengetuk pintu. Dalam sehari 4 kali pintu diketuk pada jam 6:30 - 7.00 am breakfast, jam 12.00 pm lunch dan jam 5.00 pm laundry serta  jam 6:30 - 7.00 pm dinner.

Sejak awal adik saya melayangkan komplain ke resepsionis bahwa dia bekerja dengan zone waktu yang berbeda sehingga baru tertidur pagi harinya, Ketukan itu cukup keras dan sering mengagetkan. Terkadang dia berteriak dari dalam "masih tidur taruh aja di kursi mas,thank you" karena sesungguhnya masih ditempat tidur .

Kursi didepan kamar untuk meletakan makanan (dok.pribadi)
Kursi didepan kamar untuk meletakan makanan (dok.pribadi)

Berulang kali disampaikan ke petugas  room service, tetapi terus terjadi dan yang diingatnya hanya sekali saja ketika pengantar sarapan tidak mengetuk pintu. Ketika itu, sekitar  jam 8.00 di telepon resepsionis mengingatkan bahwa sarapan sudah di taruh di kursi. Untuk urusan laundry hanya ketuk namun cucian digantungkan di handel pintu, jadi petugas tidak bertemu muka dengan tamu.

Hotel ini sekalipun bintang 4 di kawasan TB Simatupang tetapi pintu kamar belum dilengkapi door bell sehingga  harus mengetuk. Timbul pikiran dalam hati adik saya, jangan-jangan ini SOP yang harus dilakukan untuk meyakinkan di pagi hari tamu karantina  tidak ngabur atau apakah masih ada/hidup di kamar, pikirnya. Kebetulan posisi kamar adik saya di depan fire exit door. 

Di sisi lain, untuk makanan menu yang dipilih western food tanpa seafood udang karena alergi. Cukup baik dan bervariasi. Bahkan  takaran menu dianggap banyak bagi adik saya. 

Menu Breaksfast karantina ( dok.pribadi)
Menu Breaksfast karantina ( dok.pribadi)

Terkadang harus disimpan sebagai snack antar waktu makan jika lapar menyerang. Karena  masih melakukan aktivitas  maka rasa lapar diganjal dengan mengkonsumsi buah atau yogurt dari menu yang disingkirkan atau disimpan di kulkas. Tak luput coklat ole-ole dalam bagasi dibongkar untuk mengcover rasa lapar dan bosan. Adik saya sampaikan bagusnya ada snack mungkin kacang, kripik atau lainnya untuk dikunyah ketika belum jam makan tiba. Bisa-bisa ole-olenya berkurang nich, akibat dimakan untuk mengganjal perut kata adik saya he he.

Cadangan food antar waktu makan yang disingkirkan dari menu (dok.pribadi)
Cadangan food antar waktu makan yang disingkirkan dari menu (dok.pribadi)

Hal yang menjadi catatan ketika pagi di hari pertama menginap, menu sarapan lontong sayur, "lo saya khan pesan western kok bawa ini!" Tapi sudahlah akibat lapar dimakanlah lontong sayur di jam 6.30 pagi.

Kerja di depan laptop bisa mengalihkan perhatian sambil berjuang menyesuaikan waktu yang membuatnya jetlag. Ada saat akibat kelelahan dan tertidur kemudian terbangun karena kelaparan. Pas membuka pintu, tidak ada  jatah makan malam di kursi seperti biasanya. 

Tidak tunggu lama segera dia menelepon untuk order - cukup lama menunggu akhirnya diantar juga soto betawi. Senangnya, antara rasa lapar hebat langsung mencicipi Indonesian Food - enak  katanya membuat rasa puas karena selama ini menyantap menu barat, for a change.

 western food - dinner (dok.pribadi)
 western food - dinner (dok.pribadi)

Setiap hari saya selalu mengirim wa, menanyakan bagaimana situasi, gimana makannya , bisa tidur nggak? sambil adik saya mengingatkan untuk mencari  penerbangan cuti lanjutan ke Makassar.

Fasilitas paket karantina  lainnya yaitu bisa laundry pakaian 5 pcs per hari. Baju-baju dingin overcoat, jacket , kaos kaki , leggings, scraf,topi  dan lain sebagainya langsung diserahkan untuk dicuci. Kebetulan di koper sebagian besar pakaiannya dalam kondisi kotor akibat tidak sempat terbawa ke laundry sebelum  kembali ke Indonesia.

Setelah dihitung dari bill laundry selama karantina tanggal 15-22 Desember 2021 maka jumlah yang harus dibayarkan Rp.1.229.000,- lumayan dech,  gratis dari pada keluar hotel harus mencari laundry lagi, kata adik saya. 

Hitung -hitung worth it  lah belum lagi makan 3 kali dan fasilitas koneksi internet yang cepat. Adapun biaya hotel Rp. 9.225.000,-ditambah biaya 2 kali PCR - Rp.550.000, - sehingga total paket karantina hotel tersebut  RP. 9.775.000,- di mana harga resmi room deluxe 1.025.000 IDR - nett.

Ketika ditanya berikutnya selain bekerja di depan laptop, apa lagi yang dikerjakan untuk killing time? Dia menjawab : saya membersihkan kamar, tidak ada sapu, jadi saya menggunakan kaos kaki untuk membersihkan kamar. 

Perkakas makan yang terbuat dari plastik saya juga cuci. Bukannya tinggal dibuang!, timpal saya! Yach cari kegiatan habis di dalam kamar saja tidak boleh keluar sama sekali sekalipun di depan kamar. Saya kadang membuka pintu sedikit untuk pergantian udara, katanya.

Sebenarnya karena sudah sering travel adik saya selalu membawa sabun rinso bubuk, namun karena tidak membawa sarung tangan maka shampo dan  bath gel dimasukan di wadah sebagai sabun pencuci.

Timbul pikiran gimana untuk cucinya, kalau menggunakan tas plasik kresek bakalan tidak bersih!. Nah ada akal nih kata adik saya, dia membuka cosmetic bag untuk mencari sponge yang biasanya digunakan untuk membersihkan muka ketika memakai masker he he, tidak ada rotan akarpun jadi. Masih ingat khan cerita ke-3 saya yang lalu tentang ajaran ayah saya, tidak ada rotan akarpun jadi.

Mengakhiri coretan ini saya hendak berbagi tips yang bisa menguatkan sukacita dan menghalau kebosanan sekaligus mengurangi pengeluaran yang tidak perlu, sesuai sharing adik saya :

1. Laundry gratis ; jika anda selesai bepergian, apalagi dari daerah dingin, ini kesempatan emas untuk memanfaatkan paket laundry 5 pcs per hari.

2. Toilette kit ; usahakan membawa perlengkapan pribadi  khususnya shampo, conditioner, dll. Di tiap hotel berbeda sekalipun bintang 4, hanya ada bath gel dan shampo namun tidak ada conditioner.

3. Mainan ; mainan jika bersama keluarga, bisa kartu brigde, domino atau aktivitas seperti menggambar bagi anak-anak dll.

4. Prakarya ; menyulam, haken atau prakarya lainnya.

5. Laptop ;  bisa menulis ataupun  membuat pekerjaan kantor bahkan bisa mengikuti zoom seminar, membalas email, wa dan lainnya. Namun perlu menanyakan kondisi internet sebelum memilih hotel.

6. Perawatan diri ; melakukan lulur, masker dan bahkan manicure, pedicure dikamar secara mandiri.

7. Video senam ; dapat dilakukan senam mengikuti instruktur di YouTube terfavorit : Walk At Home program.

8. Menonton ; Menonton film atau acara akhir tahun pada kanal TV bahkan  ibadah online

Ternyata istilah tahanan menjadi bahasa yang bisa menyerang mental, ketika kebosanan melanda. Adik saya berkata saya saja masih membawa kerjaan ke karantina apalagi yang tidak ada aktivitas sama sekali ditambah kamar kecil dan tidak memiliki balkon. Itulah sekelumit kisah karantina adik saya. 

Lagi-lagi saya menengok bill hotel dan kelengkapan Surat Keterangan Sehat Dan Rekomendasi Perjalanan.  Kop surat berjejer logo Depkes, Satgas Covid 19, Kodam Jaya dan BNPB tetapi  tertulis ditengah berhuruf kapital WISMA ATLET PADEMANGAN beserta alamat tanpa nomor telepon kontak.

Kop Surat Keterangan Sehat dan Rekomendasi Perjalanan tanpa nomor kontak (dok.pribadi)
Kop Surat Keterangan Sehat dan Rekomendasi Perjalanan tanpa nomor kontak (dok.pribadi)

Pikir saya instruksi  begitu tegas di berbagai media dari Menkomarves tentang karantina 10 hari, maka  lembaga yang bertanggungjawab harus mencantumkan kop logonya, karena ini sinergi sejumlah lembaga, sehingga jika ada keluhan bisa disampaikan. Belum lagi nomor surat memakai nama hotel tempat menginap tanpa logo hotel di kop surat. 

Surat rekomendasi itu mencantumkan lampiran hasil 2 kali PCR baik di Soetta Cengkareng dan di hotel karantina. Pada bill hotel tidak tertulis dengan jelas nama lab PCR Soetta. 

Dan hingga kinipun hasil PCR di Bandara Soetta tidak tampil dalam peduli lindungi adik saya. Ketika di tanyakan ke petugas lab tersebut, katanya data PCR Soetta tidak masuk ke peduli lindungi karena adik saya baru tiba dari penerbangan luar negeri dengan menggunakan fasilitas Paspor, sementara ID pada peduli lindungi adalah NIK. 

Seharusnya sebagai WNI dan ketika scan kartu vaksin sudah tertera NIK. Ini semoga menjadi perbaikan dalam platform peduli lindungi. Mengingat semua WNI yang tiba dari luar negeri tidak dapat memasukkan ID karena berbasis paspor pada kedatangan.

Sambil bergumam saya berkata, lah ini gimana kalau tidak terekam di peduli lindungi Soetta. Begitu banyak yang pulang bepergian dari luar negeri!. Jejak rekam digital ini begitu penting, apalagi pembangunan platform peduli lindungi ini dibuat negara. Saya sempat berkomunikasi dengan hotel dijawab bahwa nanti dibawa saja printout lab  Soetta tersebut. Yach kembali manual lagi dong!.

Belum lagi aturan hasil PCR yang diterima Indonesia harus dalam Bahasa Inggris, maka yang dialami adik saya dalam perjalanan kemarin di setiap negara harus PCR, setelah di Lima Peru , maka harus mengulang di tempat transit Sao Paolo Brasil karena menurut Officer Qatar masuk Indonesia harus result PCR berbahasa Inggris. Akibatnya PCR ulang di Sao Paolo dengan biaya seharga BRL 315.00 (~ IDR 1,2 jt).

Oh pandemi cepatlah berlalu! Semoga tips ini bisa membuat anda merencanakan perjalanan menghadapi masa karantina yang efektif dan efisen.

Sempat saya tanyakan ke adik saya, apakah biaya karantina ini bisa di reimburse ke kantor? Dia mengatakan belum tahu nanti coba diajukan, soalnya negara dimana dia bekerja tidak ada aturan demikian. Dia pun sempat katakan, kasihan yach teman-teman saya di Afrika mereka  mengurungkan niat pulang ke Indonesia liburan NATARU bersama keluarga akibat aturan yang berubah-berubah dan biaya karantina yang tidak murah.

Pagi itu tanggal 23 Desember 2021 sebelum cek out, adik saya  disajikan menu sarapan nasi kuning, kali ini tidak perlu menolak katanya anggap saja ini selamatan pembebasan, Oh!  (LWL)

Sarapan terakhir - nasi kuning
Sarapan terakhir - nasi kuning "selamatan pembebasan" (dok.pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun