Mohon tunggu...
Leumara Creative
Leumara Creative Mohon Tunggu... Koki - Chef de Cuisine

Seorang Kuli Wajan yang baru Belajar untuk Menuangkan secuil kisah dan pengalaman lewat tulisan, karena di semesta ini "TRADA YANG TRA BISA". Semoga karya tulisan ini menjadi harta yang tak pernah hilang ditelan zaman.

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Rahasia Ayam Paniki: Petualangan Rasa di Dapur Manado

24 Januari 2025   16:08 Diperbarui: 28 Januari 2025   09:21 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ayam Paniki (Foto: yummie)

Awal Pertemuan dengan Ayam Paniki

Di tengah sibuknya jadwal kerja di Manado, Jaya, seorang traveler kuliner dadakan, memutuskan berhenti di sebuah warung sederhana bernama "Warung Monic." Ia mencari makan siang yang khas, dan tanpa sadar, pilihannya jatuh pada Ayam Paniki, sebuah nama menu yang terdengar unik di telinganya.

"Mas, sudah pernah coba Ayam Paniki sebelumnya?" tanya pelayan ketika Jaya memesan.

"Belum pernah. Paniki itu apa, ya? Kayaknya menarik," jawab Jaya dengan penasaran.

"Wah, Mas harus coba! Ayam Paniki itu salah satu masakan khas Sulawesi Utara. Nanti Mas rasakan sendiri, deh," jawab pelayan sambil tersenyum.

Ketika pesanan datang, aroma rempah dan santan yang kaya langsung memikat. Jaya mencicipinya dengan antusias. Suapan pertama membuatnya terdiam sejenak.

"Aduh, ini enak banget! Gurih, pedas, dan bumbunya berani! Tapi kenapa namanya Paniki ya? Apa hubungannya sama ayam?" gumamnya.

Saking penasarannya, Jaya memutuskan bertanya kepada pemilik warung.

Sejarah Ayam Paniki: Nama yang Unik, Rasa yang Autentik

Ibu Monic, pemilik warung, datang menyambut Jaya dengan senyum ramah.

"Mas Jaya suka Ayam Paniki-nya?" tanyanya.

"Suka banget, Bu! Tapi saya penasaran, kenapa disebut Ayam Paniki? Kan Paniki itu artinya kelelawar, ya?"

Ibu Monic tertawa kecil.

"Betul, Mas. Awalnya, Paniki memang masakan khas Minahasa yang pakai daging kelelawar. Tapi karena nggak semua orang makan kelelawar, sekarang lebih umum pakai ayam. Bumbu dan cara masaknya tetap sama: pakai rempah-rempah yang kuat dan santan kental."

Jaya mengangguk paham.

"Oh, jadi ini seperti adaptasi ya, Bu? Masakan yang awalnya eksotis jadi lebih bisa dinikmati banyak orang."

"Iya, Mas. Tapi meskipun pakai ayam, cita rasa khasnya tetap dipertahankan. Itu yang bikin Ayam Paniki jadi favorit banyak orang," jelas Ibu Monic.

Baca juga; Resep Nasi Jaha

Belajar Membuat Ayam Paniki di Dapur Ibu Monic

Melihat antusiasme Jaya, Ibu Monic mengajak Jaya ke dapur untuk belajar langsung. Dengan penuh semangat, Jaya pun mencatat setiap detail yang diajarkan.

Resep Ayam Paniki ala Ibu Monic

Bahan-bahan:

  • 1 ekor ayam, potong sesuai selera
  • 400 ml santan kental
  • 3 lembar daun jeruk, iris tipis
  • 2 batang serai, memarkan dan iris halus sebagian
  • 1 lembar daun pandan, iris tipis
  • 2 sdm air jeruk nipis
  • Minyak untuk menumis

Bumbu Halus:

  • 6 butir bawang merah
  • 4 siung bawang putih
  • 10 buah cabai merah keriting
  • 5 buah cabai rawit merah (opsional, untuk pedas ekstra)
  • 1 ruas jahe
  • 1 ruas kunyit
  • 3 butir kemiri

Cara Membuat:

  • Lumuri ayam dengan air jeruk nipis dan sedikit garam. Diamkan 15 menit, lalu goreng hingga setengah matang.
  • Tumis bumbu halus bersama irisan daun jeruk, irisan serai, dan irisan daun pandan hingga harum.
  • Masukkan ayam goreng, aduk hingga bumbu merata.
  • Tambahkan santan, aduk perlahan agar santan tidak pecah.
  • Masak dengan api kecil hingga ayam matang, kuah mengental, dan bumbu meresap. Koreksi rasa.
  • Sajikan panas-panas dengan nasi putih.

Keseruan di Dapur

Sambil memasak, suasana di dapur penuh dengan obrolan santai dan tawa.

"Bu, kenapa masak Ayam Paniki ini kayak bikin skripsi ya? Banyak banget tahapannya!" ujar Jaya sambil terus mengaduk kuah santan.

Ibu Monic tertawa.

"Hahaha, kalau cuma goreng ayam aja nggak bakal seenak ini, Mas! Masakan tradisional itu memang butuh cinta dan kesabaran."

Ketika Jaya mencoba menumis bumbu halus, ia malah terbatuk-batuk.

"Waduh, pedas banget aromanya! Saya nyerah, Bu, tangan saya aja udah kebakar nih gara-gara cabai!"

"Mas, sarung tangan kan sudah saya kasih tadi! Hati-hati kalau main cabai, nanti malah melek setengah hari," canda Ibu Monic sambil mengaduk kuah ayam.

Akhirnya, setelah perjuangan panjang, sepiring Ayam Paniki hasil buatan Jaya tersaji. Ia mencicipinya dengan penuh rasa penasaran.

"Wah, ini enak banget, Bu! Memang belum seenak buatan Ibu, tapi saya bangga bisa bikin sendiri," katanya puas.

Penutup: Kuliner yang Menghubungkan Budaya

Baca juga; Diet Mediterania ala Orang NTT

Perjalanan Jaya di Manado memberikan pelajaran bahwa kuliner bukan hanya soal rasa, tapi juga cerita dan tradisi. Ayam Paniki adalah bukti bagaimana masakan bisa beradaptasi tanpa kehilangan akar budayanya.

"Terima kasih, Ibu Monic, sudah berbagi rahasia ini. Kalau saya masak di rumah, keluarga pasti langsung jadi penggemar Ayam Paniki," ujar Jaya sebelum pamit.

Jadi, kapan giliran kamu mencicipi atau mencoba masak Ayam Paniki sendiri? Rasakan kelezatan khas Manado yang penuh cerita!_*@b_creative012025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun