Mohon tunggu...
Leumara Creative
Leumara Creative Mohon Tunggu... Hoteliers - Chef de Cuisine

You Can if You Think You Can

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Isu Tambang Emas di Kedang: Dilema Ekonomi atau Ancaman bagi Alam dan Tradisi?

21 Januari 2025   13:18 Diperbarui: 21 Januari 2025   13:18 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Hasil Tambang Emas

Di tengah keheningan alam Kedang yang mempesona, sebuah isu besar tengah mengguncang masyarakat adat di wilayah ini. Rencana pembukaan tambang emas di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), bukan hanya persoalan ekonomi semata, tetapi juga menjadi ujian besar bagi kelestarian lingkungan, budaya, dan masa depan masyarakat adat Kedang.

Apakah emas, yang berkilauan menggiurkan, pantas diperjuangkan dengan risiko kehancuran? Atau, haruskah kita belajar dari sejarah panjang eksploitasi sumber daya yang sering kali meninggalkan jejak luka bagi masyarakat lokal?

Dua Sisi Mata Uang Tambang Emas

Kedang menyimpan potensi ekonomi yang tak kecil. Dengan cadangan emas yang dikabarkan melimpah, proyek tambang ini dipromosikan sebagai solusi untuk mendongkrak pendapatan daerah. Pemerintah daerah melihat tambang emas sebagai peluang untuk membuka lapangan kerja, meningkatkan infrastruktur, dan mengurangi kemiskinan.

Namun, apakah manfaat tersebut sebanding dengan dampaknya? Sejarah tambang di Indonesia memberikan pelajaran pahit. Deforestasi, pencemaran lingkungan, kehilangan keanekaragaman hayati, hingga konflik sosial adalah bayangan suram yang mengintai. Belum lagi risiko marginalisasi masyarakat adat yang sering kali kehilangan akses terhadap tanah leluhur mereka.

"Kami percaya, jika kekayaan di dalam tanah diambil, bencana akan menimpa kami," demikian kata salah satu tokoh adat Kedang. Kepercayaan ini bukan sekadar mitos, tetapi cerminan kearifan lokal yang mengutamakan keharmonisan dengan alam.

Kekayaan Alam, Kekayaan Adat

Bagi masyarakat Kedang, tanah, gunung, dan sungai bukan sekadar elemen geografis. Mereka adalah warisan leluhur yang harus dijaga dengan hormat. Dalam setiap ritual adat, masyarakat Kedang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan alam. Apa yang mereka yakini adalah inti dari prinsip keberlanjutan---sebuah pelajaran berharga yang sering kali diabaikan oleh mereka yang lebih mementingkan keuntungan ekonomi.

Tambang emas, dengan segala kemegahannya, berpotensi menghancurkan harmoni ini. Hilangnya hutan akibat eksploitasi tambang dapat memicu erosi dan tanah longsor. Penggunaan bahan kimia seperti merkuri dan sianida berisiko mencemari sungai yang menjadi sumber kehidupan masyarakat. Jika ini terjadi, siapa yang akan bertanggung jawab?

Belajar dari Daerah Lain

Mari kita berkaca pada kasus tambang emas di tempat lain. Tambang Grasberg di Papua, misalnya, memang memberikan kontribusi ekonomi yang besar bagi negara, tetapi juga meninggalkan jejak pencemaran lingkungan yang parah, konflik sosial yang berlanjut sampai hari ini. Begitu pula tambang di Sulawesi yang menciptakan konflik sosial antara masyarakat lokal dan pihak perusahaan. 

Apakah Kedang akan bernasib serupa?

Adakah Alternatif Selain Tambang?

Jika tambang bukan solusi yang ideal, apa alternatifnya? Kedang memiliki potensi besar dalam pariwisata berbasis budaya dan alam. Festival adat, seni tradisional, dan keindahan alam Kedang dapat menjadi daya tarik wisata yang mendunia. Pariwisata seperti ini tidak hanya menghasilkan pendapatan, tetapi juga melibatkan masyarakat lokal secara aktif tanpa merusak lingkungan.

Selain itu, pengembangan pertanian organik juga bisa menjadi pilihan. Dengan mendukung produk khas Kedang untuk menembus pasar nasional maupun internasional, masyarakat dapat memiliki sumber penghasilan yang berkelanjutan.

Foto Grasberg Freeport, Papua
Foto Grasberg Freeport, Papua

Masa Depan Kedang: Pilihan di Tangan Kita

Isu tambang emas di Kedang bukan sekadar persoalan lokal, melainkan cermin dari bagaimana kita, sebagai bangsa, memandang pembangunan. 

Apakah kita rela mengorbankan kekayaan budaya dan lingkungan demi keuntungan ekonomi sesaat? 

Ataukah kita akan berdiri bersama masyarakat adat Kedang untuk menjaga warisan leluhur mereka?

Keputusan tentang masa depan Kedang bukan hanya milik pemerintah atau perusahaan tambang, tetapi juga milik kita semua. Kita perlu mendukung dialog yang adil, di mana suara masyarakat adat dihormati dan prinsip keberlanjutan dijunjung tinggi.

Kedang mengajarkan kita bahwa emas sejati bukanlah logam yang berkilauan di bawah tanah, melainkan harmoni antara manusia, budaya, dan alam. Mari kita jaga harmoni itu, sebelum terlambat.

Pertanyaannya sekarang adalah: 

Apa pilihan kita? 

*@b_creative/012025

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun