Faktor pendidikan dan faktor lingkungan yang menyebabkan di Indonesia kurangnya minat baca. Faktor dominan adalah lingkungan terutama pada lingkungan keluarga. Faktor lingkungan tentang ketidakinginan seperti perkembangan zaman, adat istiadat atau sistem kebudayaan, kurang motivasi dan pembentukan karakter. Pembentukan karakter ada di dalam lingungan keluarga. Hal tersebut, keluarga menjadi bagian media yang paling interaktif untuk kebutuhan tumbuh kembang anak. Ketika keluarga menerapkan gemar membaca secara tidak langusung sebagai tempat rutintias kebiasaan membaca dengan begitu orangtua menjadi sarana minat baca anak.
Faktor pendidikan yang sangat berpengaruh pada minat baca di Indonesia dengan segala macam jenis keterbatasan. Faktor pendidikan tentang ketidaktahuan seperti persoalan biaya, sistem kegiatan belajar mengajar, kurang pengetahuan, dapat motivasi dari faktor relasi lingkungan. Faktor relasi lingkungan seperti kurang didukung oleh orangtua atau masih menganut sistem patriarki bahwa perempuan cukup melayani dan hanya di dapur. Kondisi tersebut meyakinkan pendidikan perlu diketahui bagi setiap orang.
Alya seorang duta baca Kabupaten Bogor di dalam dunia pendidikannya memberikan dampak yang meningkatkan literasi pada kalangan tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan cara mengadakan program Pojok Baca Ceria. Tantangan besar yang dihadapi pada kalangan SD karena tahap pengenalan membaca dan menulis yang memerlukan lebih banyak bimbingan dalam membentuk minat baca.
"Menyediakan kegiatan literasi yang lebih kreatif dan interaktif, meningkatkan peran guru dan orangtua dalam menumbuhkan minat baca, membuat program literasi berbasis teknologi melalui aplikasi baca digital yang mudah di akses, mengadakan evaluasi rutin untuk menilai efektivitas program literasi yang sudah berjalan" Kegiatan-kegiatan Alya sebagai pegiat literasi, Minggu (22/12/2024).
"Saya sendiri, melihat bahwa rendahnya kesadaran lingkungan di kalangan anak-anak sering kali berakar dari kurangnya akses dan perhatian terhadap literasi lingkungan. Gerakan literasi lingkungan yang melibatkan sekolah, perpusatakaan dan komunitas adalah langkah nyata untuk menciptakan generasi yang cinta baca dan cinta lingkungan secara bersamaan" Kata Badrul seorang duta lingkungan Kabupaten Bogor, Kamis (26/12/2024).
Selain, menerangkan yang dihadapi Badrul tentang literasi di area lingkungan sekitar, ia memaparkan lebih lanjut, bahwa, "Teknologi dan media digital juga menawarkan peluang besar dalam meningkatkan literasi di lingkungan. E-book, aplikasi interaktif, dan video edukasi dapat menjadi alternatif menarik bagi siswa yang lebih terbiasa dengan dunia digital. Namun, konten tersebut harus dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan anak-anak, sehingga tetap mendidik dan menginspirasi" Momentum itu sudah bukan lagi alasan yang terbiasa dengan dunia digital enggan literasi justru Badrul memberikan ide kreatif kegiatan literasi di Era modern ini.
Pojok Baca Cijeruk yang dipelopori oleh mahasiswa/I UIN Jakarta tahun 2022 untuk kenang-kenangan setelah menjalani Program KKN. Pada awalnya, Taman Baca di Desa Cipelang ini dilanjutkan para pemuda di lingkungan tersebut. Namun, disebut dengan palapas duren yang berarti semangatnya sebentar sulit menjaga eksistensinya, jadi bertahan sekitar 4 sampai 5 bulan. Ada dua Kartu Keluarga (KK) yag mengeluh lingkungannya kecanduan gawai. Ana-anak tidak diberikan gawai tanpa kua akan tantrum. Karena hal itu terjadi, Taman Baca ini diproduktifkan kembali oleh H. Tajudin ketua RW 002 Desa Cipelang Kabupaten Bogor.
Tidak ada kriteria khusus apalagi yang diistimewakan. Siapa saja, usia berapa saja, dari kalangan mana saja dipersilakan untuk ikutserta dalam kegiatan Pojok Baca Cijeruk. Hanya saja kategori dapat dibedakan saat bimbingan berlangsung agar menjadi kondusif dan efektif. Kegiatan Pojok Baca Cijeruk hanya dilakukan pada hari Minggu pukul 09.00 -- 12.00 WIB. Posisi lokasi Pojok Baca Cijeruk ini dihampit 6 pondok pesantren jadi sering kedatangan anak-anak santri, ketika selesai pembelajarannya di pondok. Anak-anak santri membaca buku komik atau buku keagamaan, mulai pukul 22.00 -- 02.00 WIB seringkali hingga pukul 05.00 WIB.
"Waktu itu saya sounding ke kecamatan saya lihat database warga kecamatan Cijeruk pun data menunjukkan pada tahun 2021 bahwa warga kecamatan Cijeruk khususnya Desa Cipelang tingkat pendidikannya rendah, masih lulusan SD, rata-rata SD kelas 4. Bahkan tingkat kabupaten dari 40 kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor, Kecamatan Cijeruk itu peringkat ke tiga dari bawah. Berarti betul mengapa Sumber Daya Manusia (SDM) melemah, perekonomian tidak meningkat di wilayah Cipelang Kecamatan Cijeruk. Sangat-sangat di bawah tingkatannya, berarti hampir diangka 37 sekabupaten bogor. Ini baru sekabupaten Bogor, belum ngomong seprovinsi apalagi seindonesia ya mungkin di bawah banget. Berbicara sekabupaten Bogor saja masih di bawah di angka 37 tingkat pendidikannya." Kata H.Tajudin, Rabu (18/12/2024).
Hal tersebut karena faktor lingkungan yang disebabkan ketidakinginan. "Ternyata sumber awal muasalnya adalah SDM. Apa sih menjadi faktor SDM rendah? Saya perdalam lagi ke tokoh-tokoh lingkungan atau tokoh-tokoh masyarakat termasuk tokoh keagamaan, ternyata mindset belum dirubah. Jadi mindset bahkan doktrin orangtua masih melekat, ada bahasa gini 'ngapain sekolah tinggi-tinggi, lu bisa baca, lu bisa nulis udah lu ke pondok' itu doktrin orangtua". Kata ketua RW 002 Desa Cipelang, H.Tajudin yang mengamati ketidaktahuan hilang karena faktor lingkungan keluarga dan lingkungan sekitar.
Faktor lingkungan karena ketidakinginan dari segi ekonomi padahal mereka percaya Tuhan bahwa setiap orang diberikan kadar rezekinya masing-masing hanya saja tekad bergantung pada keinginan. "Karena kita mau bilang apa ke orangtua, jangankan buat nyekolahin anak, buat makan saja sudah bersyukur." Kata H. Tajudin.
"Faktor kehidupan berawal dari kurangnya SDM. Dari apa yaa dari literasi, malas membaca ya akan bodoh dalam artian tidak akan mengetahui dunia luar. Kalau misalkan orang senang dengan literasi, dengan membaca ilmu apapun bisa digali, bisa didapat apalagi di dunia seperti sekarang ini yang kemajuan teknologinya tinggi." Kata H. Tajudin kembali.
"Literasi itu penting. Apalagi di zaman sekarang bisa literasi digital dan sebagainya, karena merubah mindset itu susah. Kalau kita sudah didoktrin oleh orangtua seperti itu maka tidak akan berubah. Apabila kita ingin merubah sekarang tidak mungkin karena pasti kontra, misalkan saya mencoba untuk mengajak membaca. Tidak mungkin bisa karena mindset sudah terbentuknya seperti itu cukup dengan bisa membaca dan berhitung sudah gitu." Ungkapan H. Tajudin.
Ketika rasa ketidakinginan terus melekat di dalam diri, tidak bergerak dan tidak melakukan apupun. Maka hanya ada kurang, hilang, punah bahkan mati rasa ketidaktahuan. Dua faktor yang menjadi berkurang minat baca atau literasi.
Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka berdiri sejak 2017 oleh Syarifudin Yunus seorang konsultan serta director eksekutif di salah satu perusahaan, pun beliau aktif mengajar sebagai dosen. Sebelum dijadikan wadah literasi hanya rumah singgah untuk menghirup udara segar jauh dari perkotaan. Pendiri mengamati lingkungan sekitar, merasa ada yang janggal karena tidak ada perubahan. Menurutnya, dari data yang beliau peroleh yakni pendidikannya 81% lulusan SD, ketika angka putus sekolah tinggi maka angka pernihakan dini ikut tinggi dan mata pencarian orangtua tidak tetap. Dengan menciptakan lingkungan literasi, beliau memfasilitasi buku-buku menumbuhkan rasa keinginan menjadi menambah pengetahuan tentang dunia pendidikan.
"Di sini sistemnya gini, ketika orangtua bilang 'sudahlah kamu tidak usah sekolah saja. Bantuin bapak atau ibu saja', kalau yang perempuan biasanya kayak bilang, "sudahlah nikah saja biar ada yang biayain'. Jadi, anak itu tidak ada penolakan, mereka nurut saja. Jadi, tidak punya mindset kayak 'gua pingin berpendidikan tinggi biar bisa' atau keinginan atau ada pencapaian. Tapi, selama ini semuanya tidak ada. Terjadi putus sekolah dan pernikahan dini. Dengan adanya TMB ini pingin mengubah minseat melalui buku-buku. Dan Alhamdulillah sampai sekarang tidak ada anak yang putus sekolah lagi" Kata Susi sebagai ketua harian, Minggu (22/12/2024).
"Saya pribadi, kesulitan mencari anak lebih banyak lagi karena masyarakat kurang minat literasi apalagi masyarakat yang SDMnya rendah" Tantangan yang dihadapi Susi. Lagi-lagi dari mindset masyarakat sulit berkembang, dulu berperang anak yang ingin baca dengan anak yang tidak ingin baca yang bukan menjadi tantangan lagi karena berhasil mengumpulkan 223 dari 14 anak. "Sekarang ini ya dari apparat aja sih yang memang belum aware mereka kayak apatis banget. Dulu pernah ada acara dan mereka menunjukan TBM ini sebagai binaannya. Pendiri maah banget karena selama ini mereka tidak ada ikut andil dalam kemajuan ini. Sampai sekarang pun masih belum ada dukungan sih yang benar-benar membantu" Tantangan sekarang yang dihadapi Susi.
TBM dominan di kalangan SD dari kelas 3 sampai 6. TBM ramah difabel, terdapat dua anak difabel permintaan orangtua agar anaknya dapat bersosialisasi. TBM ada absensi, setiap tahun ada kategori anak terajin dan terbaik memberikan reward atau penghargaan dan apresiasi dari pendiri. Layanan TBM Lentera Pustaka hari Selasa pukul 14.00 -- 15.30 WIB, hari Rabu dan Jumat pkul 15.30 -- 17.00 WIB, hari Minggu pukul 10.00 -- 12.00 WIB untuk kegiatan keseharianya. "Tercatat ada 14 relawan dan 5 wali baca. 14 relawan tidak selalu datang dan hadir di hari Minggu. Kita tergabung dari 4 desa: Sukaluyu, Tamansari, Sukajadi dan Sukajaya." Kata Susi sebagai pengurus dan salah satu dari 5 wali baca.
Bahwa minat baca di Indonesia dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu pendidikan dan lingkungan. Faktor lingkungan, terutama dalam keluarga, memainkan peran dominan dalam membentuk kebiasaan membaca, dengan kurangnya motivasi dan pembentukan karakter menjadi kendala utama. Lingkungan keluarga yang tidak mendukung, serta pengaruh adat dan kebudayaan, sering kali menghambat perkembangan minat baca pada anak-anak. Di sisi lain, faktor pendidikan juga memiliki dampak besar, dengan keterbatasan akses dan biaya, serta kurangnya perhatian terhadap literasi di lingkungan sosial, menjadi penyebab menurunnya minat baca.
Untuk mengatasi masalah ini, berbagai inisiatif telah dilakukan, seperti program literasi berbasis teknologi, pengadaan pojok baca, dan kegiatan yang melibatkan komunitas, sekolah, serta orangtua untuk meningkatkan literasi. Meski begitu, perubahan mindset masyarakat, yang seringkali lebih memilih pendidikan praktis atau tidak peduli dengan pendidikan tinggi, menjadi tantangan besar dalam meningkatkan minat baca. Beberapa contoh inisiatif sukses, seperti Pojok Baca Cijeruk dan Taman Bacaan Masyarakat Lentera Pustaka, menunjukkan bahwa dengan adanya fasilitas dan dukungan yang tepat, minat baca dapat meningkat, meskipun tantangan dari lingkungan sosial dan budaya yang belum sepenuhnya mendukung. Karena keterbatasan Biaya juga mempengaruhi perkembangan komunitas baca. Dengan ini, di harapkan pemerintah sekitar mulai lebih peduli
terhadap adanya komunitas di daerah terpencil.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI