Mohon tunggu...
Lettisya Kusdiana
Lettisya Kusdiana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi, Universitas Pakuan Bogor

Saya Mahasiswi dari Universitas Pakuan Bogor. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya, Jurusan Ilmu Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kurang Minat Baca disebabkan Ketidaktahuan dan Ketidakinginan di Era Modern: Ini Gawat Darurat!

27 Januari 2025   09:00 Diperbarui: 27 Januari 2025   08:54 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Faktor kehidupan berawal dari kurangnya SDM. Dari apa yaa dari literasi, malas membaca ya akan bodoh dalam artian tidak akan mengetahui dunia luar. Kalau misalkan orang senang dengan literasi, dengan membaca ilmu apapun bisa digali, bisa didapat apalagi di dunia seperti sekarang ini yang kemajuan teknologinya tinggi." Kata H. Tajudin kembali.

"Literasi itu penting. Apalagi di zaman sekarang bisa literasi digital dan sebagainya, karena merubah mindset itu susah. Kalau kita sudah didoktrin oleh orangtua seperti itu maka tidak akan berubah. Apabila kita ingin merubah sekarang tidak mungkin karena pasti kontra, misalkan saya mencoba untuk mengajak membaca. Tidak mungkin bisa karena mindset sudah terbentuknya seperti itu cukup dengan bisa membaca dan berhitung sudah gitu." Ungkapan H. Tajudin.

Ketika rasa ketidakinginan terus melekat di dalam diri, tidak bergerak dan tidak melakukan apupun. Maka hanya ada kurang, hilang, punah bahkan mati rasa ketidaktahuan. Dua faktor yang menjadi berkurang minat baca atau literasi.

Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka berdiri sejak 2017 oleh Syarifudin Yunus seorang konsultan serta director eksekutif di salah satu perusahaan, pun beliau aktif mengajar sebagai dosen. Sebelum dijadikan wadah literasi hanya rumah singgah untuk menghirup udara segar jauh dari perkotaan. Pendiri mengamati lingkungan sekitar, merasa ada yang janggal karena tidak ada perubahan. Menurutnya, dari data yang beliau peroleh yakni pendidikannya 81% lulusan SD, ketika angka putus sekolah tinggi maka angka pernihakan dini ikut tinggi dan mata pencarian orangtua tidak tetap. Dengan menciptakan lingkungan literasi, beliau memfasilitasi buku-buku menumbuhkan rasa keinginan menjadi menambah pengetahuan tentang dunia pendidikan.

"Di sini sistemnya gini, ketika orangtua bilang 'sudahlah kamu tidak usah sekolah saja. Bantuin bapak atau ibu saja', kalau yang perempuan biasanya kayak bilang, "sudahlah nikah saja biar ada yang biayain'. Jadi, anak itu tidak ada penolakan, mereka nurut saja. Jadi, tidak punya mindset kayak 'gua pingin berpendidikan tinggi biar bisa' atau keinginan atau ada pencapaian. Tapi, selama ini semuanya tidak ada. Terjadi putus sekolah dan pernikahan dini. Dengan adanya TMB ini pingin mengubah minseat melalui buku-buku. Dan Alhamdulillah sampai sekarang tidak ada anak yang putus sekolah lagi" Kata Susi sebagai ketua harian, Minggu (22/12/2024).

"Saya pribadi, kesulitan mencari anak lebih banyak lagi karena masyarakat kurang minat literasi apalagi masyarakat yang SDMnya rendah" Tantangan yang dihadapi Susi. Lagi-lagi dari mindset masyarakat sulit berkembang, dulu berperang anak yang ingin baca dengan anak yang tidak ingin baca yang bukan menjadi tantangan lagi karena berhasil mengumpulkan 223 dari 14 anak. "Sekarang ini ya dari apparat aja sih yang memang belum aware mereka kayak apatis banget. Dulu pernah ada acara dan mereka menunjukan TBM ini sebagai binaannya. Pendiri maah banget karena selama ini mereka tidak ada ikut andil dalam kemajuan ini. Sampai sekarang pun masih belum ada dukungan sih yang benar-benar membantu" Tantangan sekarang yang dihadapi Susi.

TBM dominan di kalangan SD dari kelas 3 sampai 6. TBM ramah difabel, terdapat dua anak difabel permintaan orangtua agar anaknya dapat bersosialisasi. TBM ada absensi, setiap tahun ada kategori anak terajin dan terbaik memberikan reward atau penghargaan dan apresiasi dari pendiri. Layanan TBM Lentera Pustaka hari Selasa pukul 14.00 -- 15.30 WIB, hari Rabu dan Jumat pkul 15.30 -- 17.00 WIB, hari Minggu pukul 10.00 -- 12.00 WIB untuk kegiatan keseharianya. "Tercatat ada 14 relawan dan 5 wali baca. 14 relawan tidak selalu datang dan hadir di hari Minggu. Kita tergabung dari 4 desa: Sukaluyu, Tamansari, Sukajadi dan Sukajaya." Kata Susi sebagai pengurus dan salah satu dari 5 wali baca.

Bahwa minat baca di Indonesia dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu pendidikan dan lingkungan. Faktor lingkungan, terutama dalam keluarga, memainkan peran dominan dalam membentuk kebiasaan membaca, dengan kurangnya motivasi dan pembentukan karakter menjadi kendala utama. Lingkungan keluarga yang tidak mendukung, serta pengaruh adat dan kebudayaan, sering kali menghambat perkembangan minat baca pada anak-anak. Di sisi lain, faktor pendidikan juga memiliki dampak besar, dengan keterbatasan akses dan biaya, serta kurangnya perhatian terhadap literasi di lingkungan sosial, menjadi penyebab menurunnya minat baca.

Untuk mengatasi masalah ini, berbagai inisiatif telah dilakukan, seperti program literasi berbasis teknologi, pengadaan pojok baca, dan kegiatan yang melibatkan komunitas, sekolah, serta orangtua untuk meningkatkan literasi. Meski begitu, perubahan mindset masyarakat, yang seringkali lebih memilih pendidikan praktis atau tidak peduli dengan pendidikan tinggi, menjadi tantangan besar dalam meningkatkan minat baca. Beberapa contoh inisiatif sukses, seperti Pojok Baca Cijeruk dan Taman Bacaan Masyarakat Lentera Pustaka, menunjukkan bahwa dengan adanya fasilitas dan dukungan yang tepat, minat baca dapat meningkat, meskipun tantangan dari lingkungan sosial dan budaya yang belum sepenuhnya mendukung. Karena keterbatasan Biaya juga mempengaruhi perkembangan komunitas baca. Dengan ini, di harapkan pemerintah sekitar mulai lebih peduli
terhadap adanya komunitas di daerah terpencil.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun