Dari baik ini Chairil Anwar berpesan tidak membutuhkan ratapan dan tangisan. Karena dia adalah orang yang tidak berdaya. Tidak punya apa-apa yang dibanggakan. Benar- benar terbuang tak berguna.
"Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang"
Meskipun badai rintangan hadir di hidupnya Chairil Anwar tetap bangkit. Terus berlari, teguh dan kuat. Dalam keadaan geram terhadap penjajah. Chairil Anwar lewat puisinya berusaha melawan. Menerjang atau menyerang. Tidak mau pasrah. Tetap mempertahankan kemerdekaan meskipun nyawa melayang.
"Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
hingga hilang pedih peri"
Biarpun penuh luka, atau raganya pada saat itu menderita sakit. Chairil Anwar tetap bangkit dan tetap tegar. Berlari hingga hilang pedih dan peri. Dengan cara iru dia melawan rasa sakit.
"Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun  lagi"
Chairil Anwar tidak peduli rasa sakit. Ingin segera bangsa Indonesia terbebas dari penjajah. Tulisannya penuh semangat. Dan ingin hidup seribu tahun lagi. Kalimat ini memang sangat berlebihan. Namun karena semangat membara agar tetap berkarya Chairil Anwar memilih diksi seribu tahun lagi.
Memang benar hingga sekarang tulisan Chairil Anwar tetap hidup.
Membacakan puisi Chairil Anwar berjudul "Aku" dengan tempo pembacaan dengan nada semangat dan nyaring. Merasakan puisi itu bernyawa. Penuh perjuangan.
Aku pasti bisa
Menempuh badai
Meskipun raga di dera derita
Tetap menerjang
Badai topan tak menghalang
Tuk bisa hidup seribu tahun lagi