Dunia ini terlahir si kaya dan si miskin. Kehidupan penuh dengan misteri. Dunia panggung sandiwara. Tiada yang abadi. Yang abadi hanya kelakuan kita selama masih hidup di dunia.
Hidup adalah pilihan
Hidup adalah anugerah
Tiada yang bisa melawan takdir. Tapi tiada yang mustahil bagi-Nya. Bila Dia berkehendak segala sesuatu yang diinginkan oleh-Nya pasti terlaksana termasuk kita terlepas dari virus covid 19.
Menanamkan kebaikan selama hidup merupakan kewajiban tidak tertulis. Tapi nyata di kehidupan selanjutnya setelah kita meninggalkan dunia yang fana. Seperti semboyan Mba Widz. Kebaikan itu seperti lingkaran. Menurut saya tak putus-putusnya. Terus menerus mengalir dan mengalir. Memberi tanpa mengharapkan imbalan. Peduli dengan sesama manusia.
Melihat sekitar kita banyak yang membutuhkan uluran tangan. Mencari sesuap nasi dengan susah payah. Demi kenyamanan keluarga.
Pagi itu saya mampir ke langganan jualan gorengan di tempat mengontrak rumah sebelum pindah ke perumahan yang sekarang. Banyak yang berubah, saya tidak bisa melupakan warung sederhana Pak Saman. Warung yang terletak di pinggir jalan. Yang selalu saya lewati pulang pergi ke tempat bekerja.
"Wah orang Jonggol datang," dengan keramahannya seperti biasa.
"Iya Be, tak bisa lupa nih," aku biasa menyebutnya Babe.
"Aku mau goreng pisang, sudah matang belum?" Gorengan kesukaanku.
"Tuh, sudah lagi diangkat sama Ibu," ujarnya sambil menunjuk ibu yang sedang menggoreng pisang.
"Masih sama kan harganya?"
"Masih neng, di sini susah bila dijual di atas seribu pelanggan kabur."
Beliau bersama istrinya di hari tuanya menjual gorengan persis di pinggir jalan mau masuk perumahan. Bahkan di depan gudang PT. Gorengan yang dijualnya termasuk murah. Dibandingkan dengan sekarang semua mahal. Walaupun semua mahal gorengan masih seharga Rp 1000,- termasuk murah.
Bila dijual diatas seribu pelanggan kabur katanya.
Beliau selalu berusaha mengantar saya ke tujuan baik itu ke pasar maupun ke sekolah sekitar 500 m dari perumahan. Beliau berumur kira-kira menjelang 60 tahun. Tetapi mereka kelihatan sehat walafiat. Bersama istri menjual gorengan beserta kopi. Bekerja di hari tua membuat mereka bertambah sehat.
Sungguh keberuntungan RT setempat ternyata memperhatikan mereka. Ketika saya menanyakan perihal bantuan dari pemerintah. Mereka bilang dapat, lumayan membantu usaha kecil kami.
Walaupun sudah tua mereka masih menanggung biaya sekolah anak yang paling bungsu. Sekarang duduk di bangku SMA.
"Masih ada tanggungan Bu, walaupun sebagian sudah menikah" katanya lagi.
"Apakah selama pandemi sumbangan pemerintah sampai, Pak."
"Bersyukurlah Neng, Alhamdulillah sudah beberapa kali dapat."
"UMKM juga dapat?" Ujarku lagi.
"Yang mengumpulkan surat KK, KTP itu. Dapat sekali," Pak Saman tetap tersenyum.
"Bagaimana pendapatan sehari berjuang di sini?"
"Tidak kami hitung-hitung, karena kadang siang dipakai buat belanja."
"Sekitar berapa?" Aku masih kepo.
"Mungkin sekitar Rp 100.000,- sampai Rp 200.000,- tak pernah hitung jadi bingung."
"Ok deh Pak, terima kasih atas waktunya ya, nih uang gorengannya," aku sambil berlalu dan naik gojek lagi menuju sekolah.
Salut pada mereka, sudah usia senja masih kuat mencari nafkah. Sehat selalu ya Pak dan Ibu Saman. Tuhan memberkati. Perjalanan saya pagi itu.
Kangen gorengan Pak Saman pasti menyuruh gojek mampir dulu. Hanya sepuluh ribu perut sudah kenyang. Gorengan bermacam-macam pula. Sarapan pagi yang mengenyangkan bahkan kadang berbagi dengan teman di sekolah.
Itulah kehidupan tanpa tahu hari esok. Pak Saman penduduk asli Jatirangga Jatisampurna menjadi petugas kebersihan dan menjual gorengan.
Catatan : tiada kata yang terucap hanya sebatas kata dan doa untukmu Mba Widz Tops
 untuk sobatku yang terkasih selamat ulang tahun ya Mbak Widz, semangat dan sukses selalu. Semakin diberkati Tuhan GBU
Bekasi, 08022021
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H