Sungguh keberuntungan RT setempat ternyata memperhatikan mereka. Ketika saya menanyakan perihal bantuan dari pemerintah. Mereka bilang dapat, lumayan membantu usaha kecil kami.
Walaupun sudah tua mereka masih menanggung biaya sekolah anak yang paling bungsu. Sekarang duduk di bangku SMA.
"Masih ada tanggungan Bu, walaupun sebagian sudah menikah" katanya lagi.
"Apakah selama pandemi sumbangan pemerintah sampai, Pak."
"Bersyukurlah Neng, Alhamdulillah sudah beberapa kali dapat."
"UMKM juga dapat?" Ujarku lagi.
"Yang mengumpulkan surat KK, KTP itu. Dapat sekali," Pak Saman tetap tersenyum.
"Bagaimana pendapatan sehari berjuang di sini?"
"Tidak kami hitung-hitung, karena kadang siang dipakai buat belanja."
"Sekitar berapa?" Aku masih kepo.
"Mungkin sekitar Rp 100.000,- sampai Rp 200.000,- tak pernah hitung jadi bingung."
"Ok deh Pak, terima kasih atas waktunya ya, nih uang gorengannya," aku sambil berlalu dan naik gojek lagi menuju sekolah.
Salut pada mereka, sudah usia senja masih kuat mencari nafkah. Sehat selalu ya Pak dan Ibu Saman. Tuhan memberkati. Perjalanan saya pagi itu.
Kangen gorengan Pak Saman pasti menyuruh gojek mampir dulu. Hanya sepuluh ribu perut sudah kenyang. Gorengan bermacam-macam pula. Sarapan pagi yang mengenyangkan bahkan kadang berbagi dengan teman di sekolah.
Itulah kehidupan tanpa tahu hari esok. Pak Saman penduduk asli Jatirangga Jatisampurna menjadi petugas kebersihan dan menjual gorengan.
Catatan : tiada kata yang terucap hanya sebatas kata dan doa untukmu Mba Widz Tops
 untuk sobatku yang terkasih selamat ulang tahun ya Mbak Widz, semangat dan sukses selalu. Semakin diberkati Tuhan GBU