Mohon tunggu...
Lesterina Purba
Lesterina Purba Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Hidup hanya sebentar perbanyaklah kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wanita Aroma Kopi Ibu yang Terbaik

18 November 2020   15:57 Diperbarui: 6 Desember 2020   21:41 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nenek tercinta seorang Srikandi, petani sejati beraroma kopi

Wanita Aroma Kopi Ibu yang Terbaik

Beliau yang pertama kali mengajarkan aku bisa berbicara, melangkah dan mandiri. 

Ibu adalah sekolah pertamaku

Beberapa waktu yang lalu, puisi kupersembahkan buat wanita aroma kopi yang telah membesarkan kami hingga mampu berdiri sendiri, kuat dan perkasa seperti wanita aroma kopi.

Sepanjang hidup di darah saya mengalir darahnya bahkan golongan darahnya sama. Kenangan bersama dengan beliau abadi di hati saya. Nenek tercinta.

Beberapa puisi kupersembahkan buat nenek tercinta bahkan ada videonya puisi musikalisasinya

Kisah Sepenggal Wanita Aroma Kopi

Tangan-tangan keriput masih memiliki tenaga. Tiada hentinya memuja kopi. Wanita sepanjang hidupnya tercurah kepada aroma kopi yang selalu menguar semerbak pagi dan sore hari.

Bila senja samar-samar aroma kopi mulai menyebar menusuk hidung hingga aku ingin menikmatinya.
Wanita itu telah candu dengan kopi tak bisa berpaling. Bahkan biji kopi telah menjadi emas dan berlian dan mampu melepaskan si jantung hati menjadi orang yang terpandang dan berkedudukan.

Engkau tahu wanita itu sangat gigih sepanjang hidupnya bahkan setiap inci tulang-tulang di tubuhnya begitu mendamba kopi. Sehingga dia mendapatkan mahkota itu. Si pecinta kopi yang tak pernah lepas dari tubuhnya aroma yang memabukkan dan menyegarkan.

Wanita beraroma kopi hidup hampir seratus tahun, dan kau tahu di penghujung hidupnya aroma kopi setia mengelilinginya. Wanita yang cantik dan perkasa. Wanita itu telah lama tiada kini aroma kopi merana.

Akankah ada yang setia seperti wanita beraroma kopi itu? Hingga kini masih berwujud pertanyaan. Ingin kukembali nanti aroma kopi yang sama masih setia menugguku.

Kerapkali mereka memanggilku
Aku hanya bisa melambaikan tangan
Aku hanya bisa menyapanya lewat dupa- dupa di setiap waktu.

Kenangan bersama dengan wanita beraroma kopi selalu bergelayut bersama dengan jalan hidupku. Sungguh kenangan terindah di sepanjang hidupku. Aroma kopi yang telah memanusiakan manusia. Setia menemani hidupku.

Bekasi, 19 September 2020

Wanita aroma kopi ini adalah inang namatua biasa saya panggil Tua.
Atau nenek ibu dari bapak.
Dia adalah Ibu bagi saya walaupun tidak melahirkan tapi melebihi ibu kandung. Kegigihannya menerpa badai dan ombak kehidupan merupakan kekuatan dan inspirasi bagi saya. Doa dan harapan selalu dipanjatkan siang dan malam.

 1.  Doa dan Harapan

Doa dan harapan yang selalu diucapkan, sehingga kami tiga cucu dari anak pertamanya ditunggu sehingga kami kelak menikah dan punya anak. Apa yang diucapkannya adalah doa. Kami tiga bersaudara ditinggal ibu sejak kecil dan bapak ketika kami sekolah SD, kakak tengah dan sulung SMP.
Kegigihannya sampai umurnya senja demi kami cucunya. Dia berjanji  di pernikahan kami bertiga masih bisa hadir. Begitu juga cicit dari kami tetap ditunggunya.

 2.  Semangat dan Gigih

Semangat, kegigihannya acungan jempol. Dia adalah inspirasi bagi kehidupan saya. Keuletan dan keyakinannya merupakan salah satu yang saya punya. Petani sejati julukan buatnya, selain itu beliau juga seorang Srikandi. Masa penjajahan ikut membantu para gerilyawan. Semangat juangnya terlihat dari sejarah hidupnya. Walaupun memiliki anak 11 orang ditambah kami tiga orang menjadi 14 orang. Anak adalah rezeki tidak membuat beliau sakit-sakitan. Malah sebaliknya sehat walaifiat sehingga kami ketiga cucunya menikah.

 3.  Nasehat

Nasehat yang selalu beliau sampaikan. Jangan lupa berdoa dan bersyukur kepada Tuhan. Jauhkan hidup dari dosa. Mendekatkan diri kepada Tuhan adalah kunci keberhasilan.

Hal yang paling bahagia buat saya. Ketika dia berkunjung ke Jakarta saya bisa meluangkan waktu untuk membawanya retreat dari persekutuan rohani perusahaan. Bahagia rasanya kala itu. Perjuangannya menyekolahkan kami sampai lulus SMA. Merupakan modal untuk kami bisa hidup di perantauan.

 4.  Kerja keras

Setelah beberapa tahun saya bekerja di perusahaan. Tahun 2005 saya memutuskan melanjutkan kuliah. Beliau merasa tidak percaya ketika saya memberitahu bahwa sedang kuliah. Kebahagiaan itu lengkap ketika saya memberi kabar bahwa saya mau wisuda. Perjuangannya saya teruskan meraih mimpi bekerja sambil kuliah. Cita-cita saya dari kecil ingin menjadi guru.

 5.  Belajar Sepanjang Masa


Satu hal yang selalu saya ingat. Beliau suka membaca. Walaupun sudah tua. Dia tetap membaca selagi matanya masih awas. Membaca Alkitab, koran, majalah bahkan novel yang saya baca. Sungguh buku memang jendela dunia. Pola berpikirnya mengikuti perkembangan zaman. Beliau adalah inspirasi yang hidup di sepanjang hidupku. Semangat dan kerja kerasnya melekat di hati yang terdalam. Sehingga seberapa besar pun badai menghampiri , aku tetap kuat dan tegar.
Inang tua, tenanglah engkau di keabadian. Cucumu suatu saat kelak bisa pulang mencium pusaramu.

Sekian dulu kompasianer, inspirasi ibu yang tidak melahirkan tapi melebihi ibu bagiku. Nenek tercinta  Ibu adalah sekolah pertamaku

Ditulis untuk Kompasian

Bekasi, 18112020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun