sumber gambar Dokri
Sebenarnya percaya tidak percaya sih mahluk halus itu ada. Tapi kalau kejadian itu menimpa kita, baru kita bilang ternyata ada mahluk halus di dunia ini.
"Bu Ester, belum pulang? Yang lain sudah pada pulang lho. Soalnya aku juga mau pulang nih," ujar Bu Indah sambil memberesi buku-bukunya.
"Duluan saja Bu, tanggung soalnya Senin sudah kubagikan nih kertas ulangan. Kalau kubawa pulang anakku nanti suka dibuat mainan,"ujarku lagi pikirku masih ada suara Pak Rasan bersih-bersih kelas kedengaran sayup-sayup suara meja digesar.
Jam sudah menunjukkan pukul 15.15 WIB. Ada perasaan tenang karena aku merasa ada teman walaupun tidak di dalam kantor guru.
"Ok Bu Ester, aku pulang ya hati-hati,"ujar Bu Indah mengingatkan aku.
"Iya Bu, hati-hati juga.
Sekolah sudah sepi mencekam, anak-anak cepat pulang berhubung hari Jumat begitu juga guru-guru pada cepat pulang. Hanya aku yang tinggal diruangan ini. Sebenarnya ada rasa takut karena banyak cerita tentang penunggu sekolah. Tapi karena koresianku banyak ada 13 kelas. Aku menginval guru yang sedang cuti melahiran padahal jam mengajarku maksimal 40 jam. Tapi karena susah mencari guru pengganti terpaksa aku yang menggantikan walaupun melebihi kapasitas.
Kejadian ini beberapa tahun yang lalu, Bayangkan 13 * 4 =52 jam. Menginval pekerjaan yang sangat melelahkan, anak-anak satu jam bergantian dengan kelas yang lain. Lumayan lagi selama tiga bulan. Tapi tetap kujalani karena kelas XII udah mau UN, lebih pilih sering aku mengajar di kelas mereka.
Sekolah kami baru berjalan tiga tahun, aku juga baru setahun mengajar. Lingkungan sekolah kami masih termasuk daerah sepi, masih banyak lahan kosong belum ramai penduduknya. Tidak seperti sekarang. Makanya karena sepi tak jarang penghuni sekolah kami mengganggu kami, tidak hanya guru, siswa juga sering di ganggu. Siswa kami sering kesurupan karena pikiran mereka sering kosong makanya mudah dirasuki.
Aku asyik mengoreksi hasil ujian kelas XII, semuanya terdiri dari 5 kelas antara lain kelas XII IPA = 3 kelas dan kelas XII IPS ada 2 kelas. Nilai mereka setelah dikoreksi langsung kumasukkan ke buku nilai. Kelas IPS tidak masalah waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB. Perasaanku masih tenang sepertinya masih terdengar sayup-saayup suara meja yang digeser-geser. Ah masih ada OB pikirku. Aku melanjutkan kembali memasukkan nilai kelas XII IPA. Suasana sudah mulai aneh, perasaaanku ada yang menemani tapi tidak kelihatan. Angin bertiup sepoi-sepoi padahal pintu tertutup karena kantor ruangan AC.
Akh tidak ada apa-apa, Pak Rasan belum pulang, pikirku OB kami belum selesai menyapu dan mengepel kelas. Tidak berapa lama aku memasukkan nilai Iwan Setiawan. Aku masukkan nilai 95, kulanjutkan lagi seterusnya. Aku menemukan lagi kertas ulangan Iwan Setiawan tetap nilai yang sama, bahkan contengan nilaiku sama persis cuma ada yang aneh, kenapa ada dua kertas ulangannya satu tinta hitam satu lagi tinta biru. Seolah-olah seperti kena kertas karbon yang sering digunakan TU jika bayar uang sekolah.
Bulu romaku merinding, jantungku berdegup kencang jam sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB. Suara meja yang digeser-geser sudah tidak ada lagi. Ternyata Pak Rasan sudah pulang. Dia mengira kantor guru sudah tidak ada orang.
Aku buru-buru beres-beres buku-buku yang berserakan di meja, serta merapikan alat-alat mengajarku ke dalam tas. Hatiku sudah mulai tidak tenang. Penunggu sekolah ini menyuruhku biar cepat pulang.
 Mereka sudah merasa terganggu akan kehadiranku di ruangan itu.
Aku langsung pulang ngibrit, ternyata suara-suara kusri tadi bukan karena ada OB. Suasana  sepi tidak ada orang. Kapok jadinya, mulai dari situ, aku tidak mau tinggal sendiri.
Seninnya aku datang ke kelas mereka XII IPA 1.
Aku bagikan hasil ulangannya.
 "Endang, Iwan mana? Dia kasih Ibu ulangan hariannya dua lho."ujarku masih penasaran.
"Nanti kusampaikan Bu, dia lagi ke kamar mandi."ujar Endang lagi.
"Ok, ibu ngajar sebelah dulu sebentar  lagi ibu ke sini."
"Ok bu, saya bagikan nih hasil ulangannya ya."
Setelah menjelaskan di kelas XI aku kembali ke kelas XII IPA 1.
"Bagimana Endang, ada dua kan tadi hasil ulangannya Iwan Setiawan?"
"Tidak kok Bu, hanya satu aku kasih ke Iwan." Ujar Endang lagi.
Aku tanya lagi Iwan, aku tidak percaya apa yang dibilang Endang.
"Benar Wan, waktu itu kamu kasih satu ke Ibu."
"Iya Bu, hanya satu , tinta hitam."
"Benar lho ibu ngoreksi punyamu ada dua satu tinta hitam satu lagi tinta biru sama persis seprti dikarbonin."ujarku lagi dengan wajah penasaran.
"Wah, ibu sudah dikerjain tuh sama penunggu di sini."ujar Iwan.
" Iya ya, mungkin juga." Ujarku."
Konon katanya sekolah kami tempat pembuangan mayat, makanya tidak terima kali mereka dibangun gedung sekolah. Tapi sekarang sudah jarang mahluk halus itu mengganggu, karena sekolah kami sudah ramai dan penduduk sekitar juga sudah ramai, pendatang sudah banyak membangun perumahan di sekitar sekolah kami.
Jika kita tidak terbiasa sendiri alangkah baiknya cepat pulang apalagi tahu tempat itu ada penunggunya. Lebih baik menghindar daripada celaka. Coba bayangkan kalau tadi imanku lemah mahluk halus itu merasukiku, siapa yang menolongku. Merupakan pelajaran berharga bagiku kelak tidak mau tinggal sendiri lagi di sekolah walaupun banyak pekerjaan lebih baik dibawa pulang.
Bekasi, 29032020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H