Mohon tunggu...
Lesterina Purba
Lesterina Purba Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Hidup hanya sebentar perbanyaklah kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ibu Kota Menangis

29 Desember 2018   05:27 Diperbarui: 29 Desember 2018   05:59 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku  melahirkan di bulan September 2013, pada saat itu hujan turun tak henti-henti. Selokan-selokan sudah naik tidak mampu menampung air hujan. Maklum selokan di ibu kota jarang ada pembuangannya, berhubung banyaknya bangunan tapi saluran air kurang. 

Aku  melahirkan operasi caesar, rasa trauma pasca lahiran pertama  masih terpampang jelas seolah-olah bagai film bioskop. Rasa itu masih ada sudah di operasi lagi, sampai tegang urat-urat syaraf.

"Ibu Dini tolong jangan tegang, kasihan anaknya nanti kenapa-napa. Ujar dokter Retno."

"Baik dokter, terima kasih. Sambil menahan sakit karena suntikan bius lokal. Selama proses operasi aku masih mendengar suara para dokter bedah, dokter kandungan dan perawat. Saya hanya diam saja dan mengeluh kedinginan karena ruang OK terkenal sangat dingin. Kemudian salah satu perawat memberikan selimut separuh badanku.

"Gimana Bu? Masih dingin? Ujar perawat itu."

"Mendingan mbak, ucapku. Sambil mengucap terima.

Sementara itu hujan belum berhenti ketika kedengaran pintu terbuka .  Selama dua jam lebih persalinan baru selesai, yang lama itu sesudah anaknya berhasil keluar dan proses penjahitannya yang lama. Saat anakku keluar aku tidak banyak bicara tunggu laporan dari mereka saja. Tapi aku punya pirasat pasti ada sesuatu yang aneh. Tapi hati kecilku mengatakan apapun itu adalah anugerah dari Tuhan yang patut disyukuri.

Ibu Kota Menangis

Terisak pilu menyayat hati

Gemuruh angin menghempas-hempas

Hujan badai membajiri Ibu Kota

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun