Kerusuhan pada Mei 1998 memaksa Soeharto untuk lengser dari kekuasaannya yang telah berdiri selama 32 tahun. Soeharto mengundurkan diri dari jabatan presiden pada 21 Mei 1998, kemudian BJ habibie naik menggantikan Soeharto menjadi Presiden Indonesia setelah sebelumnya menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia Ke-7 pada masa Soeharto. Habibie menjabat sebagai presiden selama satu tahun lima bulan. Meski hanya sebentar, banyak hal yang dicapai Habibie pada masa jabatannya.
Salah satunya adalah kebebasan dalam menyatakan pendapat. Pada masa Orde Baru, kebebasan pers sangatlah terbatas. Karena pada masa itu, stabilitas politik nasional sangatlah penting guna mendukung lancarnya proses pembangunan nasional yang telah dirumuskan dan ditetapkan dalam GBHN.
Dikutip dari Tempo.co , Kendati Indonesia menyatakan negara demokrasi, kenyataannya selama rezim Orde Baru, kebebasan pers sebagai salah satu ciri demokrasi justru mengalami kekangan. Media yang dinilai melanggar peraturan dan mengeritik penguasa bisa dikenakan pembredelan. Mekanisme penerbitan media massa dikontrol melalui ”rezim SIUPP” (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers).
Pascareformasi, pemerintah mencabut sejumlah peraturan yang dianggap mengekang kehidupan pers. Peraturan tersebut antara lain: Peraturan Menteri Penerangan Nomor 1 tahun 1984 tentang Ketentuan-Ketentuan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), Permenpen Nomor 2 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Wartawan, Surat Keputusan (SK) Menpen Nomor 214 Tentang Prosedur dan Persyaratan untuk Mendapatkan SIUPP, dan SK Menpen Nomor 47 Tahun 1975 tentang Pengukuhan PWI dan Serikat Pekerja Surat Kabar Sebagai Satu-Satunya Organisasi Wartawan dan Organisasi Penerbit Pers Indonesia.
Pada masa kepemimpinan Habibie, RUU Pers dicanangkan sebagai langkah awal dari kebebasan menyatakan pendapat di muka umum sekaligus sebagai langkah dari kemerdekaan pers yang selama ini dikekang. Walau menuai banyak pro dan kontra, RUU Pers akhirnya disahkan pada 23 September 1999 sebagai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Dengan disahkannya UU tersebut, undang-undang dan peraturan sebelumnya yang mengatur pers seperti UU No. 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers dan UU No. 4 PNPS Tahun 1963 Tentang Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum dinyatakan tidak berlaku lagi yang tertuang dalam Pasal 20 Bab 10 UU No. 40 Tahun 1999.
Ada beberapa Pasal-pasal yang menegaskan kemerdekaan, fungsi dan pentingnya pers dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 yaitu :
Pasal 2 : Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Pasal 3 ayat (1): Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
Pasal 6 : Pers nasional melaksanakan peranannya:
- memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui
- menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinnekaan
- mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar
- melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, dan
- memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Ada pun Kemerdekaan pers diatur dalam: