“Hospot, nih!”
“Ke workop, saja!”
“Bu, maaf saya belum bisa beli paketan!”, japri Guritno.
“Mboten nopo-nopo kok, umpami nilai kulo minim”, melas Welas disela kesibukannya membantu si mbah jualan ketan bumbu dan kopi di pasar. Ah, seperti aku dulu. Jadi ingat Mbok Nah.
*****
“Mboten usah kuliah, Pak. Pensiun e Bapak mboten cukup”. Kuliah butuh biaya dan bayar SPP harus tepat waktu. Tidak terpikirkan. Ikut jualan nasi pecel di pasar sama Mbok Nah saja sudah cukup.
*****
Ibu meninggal dunia sudah tiga tahun yang lalu. Kebutuhan rumah nerkurang satu. Pensiun bapak 250 ribu per bulan dengan golongan IIb di masa itu sudah sangat lumayan. Tapi karena moneter memporak-porandakan ekonomi, sehingga berapapun bendapatan tetap saja harus ‘diputer-puter’.
“Kuliah itu penting, Nduk. Bapak pingin kamu mewarisi cara Bapak mengabdi buat mereka”. Selalu saja menyampaikan keinginannya disaat aku usai mengerjakan PR di malam hari. Terkadang aku pertanya tentang pelajaran sejarah yang sulit aku pahami. Menemaniku sambil nyetel ‘warta berita’ dari radio RRI Surabaya.
*****
“Sudah tahun ini kamu harus kuliah!”. Perintahnya tidak dapat ditawar lagi. Mbok Nah juga mendukung.