Wow, ini naskah berat. Naskah dengan judul ‘Romeo dan Juliet’, karya besar Shakespeare selain ‘Hamlet dan Macbeth’. Karya besar ini dipotong pada adegan ketika Juliet mulai jatuh cinta kepada Romeo. Dari pandangan pertama ketika pada suatu pesta. Hingga konflik mulai muncul ketika tidak adanya restu atas cinta mereka.
“Sri, mbok ya dipikir-pikir dulu ketika kamu memutuskan ikut audisi itu”, suara ibu menasihati Sri.
“Ayolah Bu, restui!”, pinta Sri sambil memohon.
“Iya, tetapi kamu harus siap jika nanti ada yang mengecewakanmu”, kembali Ibu menasihati.
*****
Tak seperti biasa pagi ini Sri setelah mengambil uang dagangan di kantin langsung berpamitan. Dia menuju taman. Berlatih seorang diri. Berdialog seorang diri. Pumpung masih pagi dan masih sepi.
“Halaah! Tidak akan lolos!”, tiba-tiba ada suara menghentikan suara Sri yang sedang serius berlatih.
“Memang kenapa? Semua orang punya hak untuk bisa ikut audisi itu?”, Sri balik bertanya.
“Lhaaaa? Ngacaaaaa!! Masak ada Juliet bertubuh subur begini?”, tak mau kalah menjawab. Kata-katanya menusuk hati.
“Yang memutuskan layak lolos tidak kan Bu Tantri. Bukan kalian. Kalian siapa?”, Sri bertanya. Wajar jika Sri tak tahu mereka. Sri yang setiap hari hanya datang dan pergi hanya untuk sekolah. Lainnya bolak-balik kantin hanya untuk cek dagangan ibu. Selesai, pulang.
“Hahaha, masak dia tidak tahu kita?”, tanya gadis cantik itu. Bahkan paling cantik diantara dua lainnya. ‘Geng Criwiis’, begitu sebutan mereka. Geng yang diketuai Noni anak seorang pengusaha kayu. Geng yang beranggota Mia dan Lusy. Geng yang anggotanya hanya tiga orang. Anggotanya tak pernah bertambah sejak geng tersebut berdiri. Lucu memang.
Kata-kata Noni telah membuat Sri berpikir. Lanjut tidak? Lanjut tidak? Pertanyaan yang berulang. Sri yang memiliki berat tubuh 80 kg dengan tinggi 157 cm. Kulit kuning langsat. Mata sipit. Hidung masing sedikit mancung. Lesung pipit menjadi ciri Sri. Sadar betul dengan kondisinya. Ah, yang penting aku harus mencoba. Antara semangat dan patah semangat sebanding 50% .
“Hai Sri! Dang mulio Sri!”, teriak Lusy mengoloknya lagi.
“Kamu punya apa mau bersaing denganku? Mana bisa bersaing denganku. Anak penjual kue talam dengan pengusaha kayu?”, olokan Noni semakin menggila.
Semula Sri tak mau menanggapi ocehan Noni. Tetapi karena sudah menyebut pekerjaan Sang Ibu sontak Sri menjadi tersinggung. Antara marah dan ingin membalas kata-kata Noni. Kalau saja tiba-tiba wajah Ibunya melintas dibenaknya. Wajah yang teduh dengan senyum yang sejuk. Sri berlalu meninggalkan geng itu. Sri pergi membawa luka. Masing terdengar suara mereka menyanyikan lagu Didi Kemot ‘Dang Mulio Sri’.
Dalam hati Sri berkata, kenapa juga Om Didi Kempot bikin lagu itu. Pakai namaku pula?
*****
Sanggar ini masih sepi. Bu Tantri meminta datang setelah jam pulang sekolah. Dari siang hujan masih saja mengguyur bumi. Di mana-mana basah. Suara air turun dari pipa paralon. Alunan musik alami sisa hujan yang baru saja berhenti.
“Romeo, mengapa kau meninggalkan aku? Aku tak dapat hidup tanpamu”, Sri memerankan Juliet sambil menghunuskan pisau ke ulu hatinya. Adegang dilakukan dengan lambat penuh penghayatan. Terlihat air matanya menetes.