"Yang kemarin,"
Dia menunduk dan tersenyum.
"Apa yang kemarin itu benar?"
Dia melihatku, senyum malu-malu.
"Ini udah akhir jalan. Yakin pada hasilnya. Aku yakin bahagia" kak Aqie mengatakan kata-kata itu. Aku tidak mengerti maksudnya.
"Maksudnya.. apa ya, Kak?"
"Udah, sana! Waktunya masuk." Dia menepuk-nepuk pucuk kepalaku tapi aku refleks menghindar. Dia pergi.
Sesampainya di kelas, aku terus memikirkannya. Bahkan saat pelajaran sedang berlangsung, aku tidak mendengarkan. Aku terus teringat dan penasaran dengan kalimat-kalimat yang diucapkan kak Aqie. Tanpa sadar, aku menuliskannya di buku tulisku. Dan aku pun menemukan jawabannya.
Lagi, aku menahan senyumanku. Lagi, aku menutup wajahku.
'Baiklah kak, kalau begitu. Aku tidak akan menahannya lagi. Aku akan mengungkapkannya sesegera mungkin. Aku tidak akan ragu lagi buat mengirim pesan dan menelponmu. Aku akan mengajak kakak melakukan banyak kegiatan!' Aku tersenyum sendiri. Dan teman-temanku keheranan melihatku. Aku tidak peduli. Aku sedang senang!
Lalu saat istirahat, aku langsung menemui kak Aqie di kelasnya. Aku ingin mengajaknya menonton film di bioskop akhir pekan ini. Dan aku akan mengungkapkan perasaanku. Aku masih harus mengungkapkannya, karena sebenarnya aku masih bingung dengan pernyataannya kemarin. Apa suka yang dia maksud seperti suka yang aku rasa? Atau bukan? Jika seandainya bukan, aku harus mengikhlaskan diri untuk melepaskannya. Dan harus berusaha menetralkan perasaanku padanya. Atau haruskah aku berjuang lagi, dan terus berjuang? Tapi keyakinanku, perasaan kak Aqie kini sama dengan perasaanku.