Dalam perspektif politik ilustrasi terhadap format praksis demokrasi di Indonesia, Merujuk pada situasi dilematis hal ini kemudian mulai terperangkap dalam siklus konstruksi kebatinan publik yang mencoba berafiliasi terhadap kekecewaan keberadaan demokrasi itu sendiri, dengan menguatnya kapitalisme demokrasi yang membuat proses dan kontestasi politik semakin mahal.
Dalam praksis sesuai watak tirani urgensi demokrasi lembaga lembaga negara baik secara suprastrukturpolitik maupun infrastrukturpolitik, menghasilkan kebijakan kebijakan yang dalam realisasinya tidak mampu menterjemahkan akar persoalan masyarakat Indonesia.
Hal ini tentunya menjadi kegagalan bagi bangsa ini mengingat bangsa bangsa lain di belahan dunia sudah mempersiapkan serta merancang mimpi besar bangsanya, sementara di Republik ini masih sering gaduh dengan politik transaksional, syahwat politik kekuasaan, korupsi dan lemahnya penanganan hak asasi manusia dan berbagai persoalan lainnya.
Republik ini tidak gaduh membicarakan postur Indonesia massa depan di tengah tengah pergumulan dan kontestasi bangsa bangsa di dunia, kita tidak gaduh membangun utopia Indonesia menjadi negara maju dan mandiri dan masih stagnan pada persoalan prosedural.
Kondisi dan perkembangan demokrasi di Indonesia, terutama dalam dua dekade terakhir, tak mungkin dapat di nilai dan di ukur secara komprehensif jika kita hanya menggunakan asumsi asumsi normalitas perihal politik atau semata semata bersandar pada rumusan dan kerangka teori teori populer tentang demokrasi. .
Ketika kita menyimak fenomena politik terhadap keberadaan demokrasi di Indonesia tentu secara explisit kita tahu bahwa pada rana politik kemudian di dominasi oleh peranan tiga aktor yakni presiden, partai politik dan aktifis. Kelompok strategis lainnya utamanya militer pengusaha hanya berada di tepi arus utama politik.
Kita hanya bisa menilai kondisi dan mengukur perkembangan demokrasi kita sebagaimana mestinya jika kita melakukannya dengan pendekatan yang lebih tajam dan lebih radikal. Untuk itu di perlukan semacam kerangka kritis baik dari perangkat perspektif teori teori yang ada maupun dari persepsi dangkal atas realitas politik di Indonesia.Â
Apalagi terhadap persepsi atas demokrasi kita yang sejak awal era reformasi diam diam sudah tergiring oleh atau bertumpu pada kepentingan kepentingan ekonomi/politik bercokol, sikap paradoks serta praktik atau kehendak terselubung bersifat opportunistic yang pada hakekatnya menipu diri sendiri.
Jika kita telusuri secara kritis postur demokrasi di Indonesia akan tampak bahwa berlangsung tanpa kedaulatan rakyat, padahal pada prinsipnya tidak ada demokrasi tanpa kedaulatan rakyat. Melihat demokrasi kita dalam beberapa dekade terakhir sekurang kurangnya sudah delapan kali negara kita mencoba demokrasi tapi selalu gagal.
Menurut hitungan rasional politik pada umumnya merupakan kenyataan bahwa porsi utama dan terbesar konsolidasi sudah harus di capai justru pada awal reformasi yaitu melalui peletakan dasar dasar atau batu pertama yang sehat bagi bangunan demokrasi itu.Â
Rasionalitas politik demokrasi harus sudah di tegaskan sedari awal agar reformasi tidak melenceng. Imperatif disitu adalah pembenahan konstitusional yang harus di lakukan dalam keabsahan prosedural dan keabsahan esensial. Sama Imperatifnya adalah pembersihan lembaga lembaga penegak hukum dari pengangkangan para perusak dan pembusuk negara dari rezim sebelumnya.
Pertumbuhan demokrasi kita antara lain juga di sebapkan dari waktu ke waktu oleh asumsi asumsi politik yang keliru dan kerap berbarengan, di dahului atau di ikuti oleh tikungan tikungan buruk di dalam perkembangan politik.asumsi asumsi demikian lahir dari logika dan penafsiran penafsiran politik intern yang pada umumnya terobsesi oleh ideologi ideologi namun tak tercerahkan dalam hal Rasionalitas politik.
Boleh dikatakan tiap asumsi politik yang keliru merupakan hasil dari keterkungkungan pemahaman akan esensi dan tuntutan politik modern. Ia lahir dari perpaduan cakrawala yang picik dari situasi ibarat katak dalam tempurung dengan hawa nafsu akan tampuk kekuasaan atau tumpukan kekayaan.Â
Kenyataan ini mengacu kepada atau di percayai oleh para aktor politik di dalamnya sebagai suatu perkembangan sosio politik, sosio budaya dan sosia historis yang bersifat unik yang tak bisa di generalisir sebagai gejala atau laku universal dan karena itu pula tak bisa di rujukan pada paradigma demokrasi atau di simak dalam kerangka Rasionalitas politik menuju solusi universal
Tak berlebihan jika di katakan bahwa rangkaian distorsi, kerancuan, perangkap, dan irasionalitas politik mulai menyeruak lepas kendali sejak demokrasi terpimpin, menjadi sangat parah di bawah orde baru dan berkembang patologis pada era reformasi. Berlakunyanya demokrasi terpimpin mungkin bisa di sebut sebagai tikungan politik terburuk dalam sejarah politik bangsa kita.Â
Lantaran mencampakkan asas asas demokrasi yang sesungguhnya merupakan puncak evolusi universal dari peradaban politik umat manusia, ia pun merusak serat serat nasion sebap wakil wakil rakyat sejati dan berkualitas dari daerah daerah yang tersaring melalui pemilihan umum 1955 yang terpuji itu semua tersingkir. Padanya berlakulah negasi destruktif dari hukum symbiosis nasion demokrasi. Tanpa pemeliharaan serat serat nasion melalui demokrasi, nasion itu sendiri pun menjadi terancam. (sumber mochtar pabottingi, paradigma dan distorsi demokrasi)
Banyak analis beranggapan bahwa demokrasi di Indonesia adalah demokrasi bohong bohongan demokrasi yang masih prematur karena lebih merupakan oligarkis yang berbasis pada elit lama warisan Soeharto yang membangun aliansi aliansi baru dengan mantan politisi pembangunan, pelaku pelaku bisnis dan para tokoh sosial kalangan elit dominan di bawah Soeharto tetapi juga aktor aktor berpengaruh yang mendapat peluang hidup bi bawah kuasa Soeharto.
Tetapi bencana terbesar menimpa bangsa ini lewat besarnya dampak bom waktu yang di pasang oleh orde baru berbanding lurus dengan lamahnya format politik darurat yang di jalankan. Kita tahu bahwa presiden Soeharto memang sangat sengaja mempertahankan format politik celaka itu hingga ke titik dimana dia sendiri pun, dengan segenap kesombongannya sungguh sungguh tak lagi bisa menguasai keadaan.
 Kita tahu bahwa Soeharto lengser dalam rubungan irasionalitas politik plus runtutan polemic bencana politik yang benar benar memporak porandakan seluruh sendi sendi Republik dan atau negara nasion kita dan sungguh nyaris meruntuhkannya suatu maha bencana yang terus beranak pinak hingga bertahun tahun setelah bangunan orba tumbang.
Sejak awal era reformasi pada tahun 1998 boleh di kata keseluruhan tatanan berjubah demokrasi dari pemerintah kita secara ceroboh seperti sengaja di tegakkan di atas pilihan pilihan dan praktik praktik distorsi yang parah. Disinilah kita menemukan dampak irasionalitas politik Selengkapnya pelbagai distorsi, perangkap politik, pilihan simalarka dan kerancuan politik sehingga dalam realisasi demokrasi era reformasi mengalami situasi dan dampak negatif dari penggerogotan Rasionalitas politik demokrasi dari tikungan serta perkembangan politik terburuk tadi dalam perjuangan untuk menegakan demokrasi.
Dalam konteks demikian expresi Republik ini telah pudar kita hanya bisa mengeluh dan bergumam, dalam Realitas dan perspektif politik saya sepakat dengan pernyataannya daoed joesoef (menteri pendidikan dan kebudayaan), yang mengatakan bahwa " negara bangsa yang berensek secara politik, maka berensek keadaan ekonomi, hukum, keamanan, pendidikan, pembangunan serta berbagai sektor lainnya alhasil bangsa ini sedang berjalan dengan jiwa yang rapuh, exekutif terjebak pada klaim keberhasilan pembangunan, legislatif bermanuper demi kepentingan sempit partai politik, yudikatif dan penegakan bergerak lambat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H