Mohon tunggu...
Syaf Lessy
Syaf Lessy Mohon Tunggu... -

Ketika lidah kelu tak dapat lagi berkata-kata Ketika bibir kaku tak lagi mau keluarkan suara Hanya disini aku merasa Bisa tuangkannya menjadi kata

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kegagalan Negara Demokrasi di Indonesia

9 Januari 2018   16:32 Diperbarui: 9 Januari 2018   16:46 1849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam perspektif politik ilustrasi terhadap format praksis demokrasi di Indonesia, Merujuk pada situasi dilematis hal ini kemudian mulai terperangkap dalam siklus konstruksi kebatinan publik yang mencoba berafiliasi terhadap kekecewaan keberadaan demokrasi itu sendiri, dengan menguatnya kapitalisme demokrasi yang membuat proses dan kontestasi politik semakin mahal.

Dalam praksis sesuai watak tirani urgensi demokrasi lembaga lembaga negara baik secara suprastrukturpolitik maupun infrastrukturpolitik, menghasilkan kebijakan kebijakan yang dalam realisasinya tidak mampu menterjemahkan akar persoalan masyarakat Indonesia.

Hal ini tentunya menjadi kegagalan bagi bangsa ini mengingat bangsa bangsa lain di belahan dunia sudah mempersiapkan serta merancang mimpi besar bangsanya, sementara di Republik ini masih sering gaduh dengan politik transaksional, syahwat politik kekuasaan, korupsi dan lemahnya penanganan hak asasi manusia dan berbagai persoalan lainnya.

Republik ini tidak gaduh membicarakan postur Indonesia massa depan di tengah tengah pergumulan dan kontestasi bangsa bangsa di dunia, kita tidak gaduh membangun utopia Indonesia menjadi negara maju dan mandiri dan masih stagnan pada persoalan prosedural.

Kondisi dan perkembangan demokrasi di Indonesia, terutama dalam dua dekade terakhir, tak mungkin dapat di nilai dan di ukur secara komprehensif jika kita hanya menggunakan asumsi asumsi normalitas perihal politik atau semata semata bersandar pada rumusan dan kerangka teori teori populer tentang demokrasi. .

Ketika kita menyimak fenomena politik terhadap keberadaan demokrasi di Indonesia tentu secara explisit kita tahu bahwa pada rana politik kemudian di dominasi oleh peranan tiga aktor yakni presiden, partai politik dan aktifis. Kelompok strategis lainnya utamanya militer pengusaha hanya berada di tepi arus utama politik.

Kita hanya bisa menilai kondisi dan mengukur perkembangan demokrasi kita sebagaimana mestinya jika kita melakukannya dengan pendekatan yang lebih tajam dan lebih radikal. Untuk itu di perlukan semacam kerangka kritis baik dari perangkat perspektif teori teori yang ada maupun dari persepsi dangkal atas realitas politik di Indonesia. 

Apalagi terhadap persepsi atas demokrasi kita yang sejak awal era reformasi diam diam sudah tergiring oleh atau bertumpu pada kepentingan kepentingan ekonomi/politik bercokol, sikap paradoks serta praktik atau kehendak terselubung bersifat opportunistic yang pada hakekatnya menipu diri sendiri.

Jika kita telusuri secara kritis postur demokrasi di Indonesia akan tampak bahwa berlangsung tanpa kedaulatan rakyat, padahal pada prinsipnya tidak ada demokrasi tanpa kedaulatan rakyat. Melihat demokrasi kita dalam beberapa dekade terakhir sekurang kurangnya sudah delapan kali negara kita mencoba demokrasi tapi selalu gagal.

Menurut hitungan rasional politik pada umumnya merupakan kenyataan bahwa porsi utama dan terbesar konsolidasi sudah harus di capai justru pada awal reformasi yaitu melalui peletakan dasar dasar atau batu pertama yang sehat bagi bangunan demokrasi itu. 

Rasionalitas politik demokrasi harus sudah di tegaskan sedari awal agar reformasi tidak melenceng. Imperatif disitu adalah pembenahan konstitusional yang harus di lakukan dalam keabsahan prosedural dan keabsahan esensial. Sama Imperatifnya adalah pembersihan lembaga lembaga penegak hukum dari pengangkangan para perusak dan pembusuk negara dari rezim sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun