Aku tidak butuh apapun. Aku tidak ingin apapun.
Kamu adalah rumah tempat mimpi – mimpiku bersemayam.
Aku telah memutuskan semua tali yang mengikat tubuhku demi menetap bersamamu.
Demi sisa waktu yang sungguh ingin kuhabiskan bersamamu.
Raga ini, telah melebur di tiap ruang yang kausediakan.
Udara di rumah itu adalah udara yang kelak kuhirup.
Dengan rela dada ini penuh sesak tentangmu.
Dari rahimmu, mimpi – mimpiku akan lahir.
Membuatku menjadi lelaki paling berbahagia di bumi.
.:.
Aku tidak akan berpaling. Aku tidak akan memberi syarat.
Kelahiran perasaan yang tulus, tidak memaksakan kita untuk melakukan apapun selain pasrah.
Menerima yang semesta beri.
Merayakan suka duka penuh rupa.
Sakit dan sehat.
Membangun jembatan sejarah di arus kehidupan yang membentang sepanjang umur.
Kesudian kita untuk bertahan saling mencintai meski kerap saling menyakiti untuk kemudian kembali memaafkan.
.:.
Aku dan waktu. Kamu, dan keajaiban untuk mengubah sepanjang waktu yang kumiliki menjadi berharga untuk kujalani. Ini bukan kebetulan.
Aku tidak pernah percaya itu.
Sebab tahun – tahun yang kita habiskan tidak akan menjadi sebentuk penyesalan, tapi rasa syukur.
Kita sudah digariskan, sekalipun kita belum dipertemukan, semesta selalu memiliki cara.
Aku tidak akan pernah tahu, sebelum aku mulai mencari dan memutuskan.
Tapi aku percaya selalu ada jalan. Selalu ada pilihan.
Dan pilihan itu kini memiliki sebuah nama : kamu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H