Kekhawatiran itu semakin kuat ketika Amrih tiba-tiba berjalan sendiri mengelilingi desa hingga waktu cukup malam. Amrih membayangkan bahwa di desa tersebut sedang ada pameran tunggal atas karya-karyanya dan dia sedang berkeliling dengan Barack Obama. Suatu keganjilan yang menjadikan ibu Amrih takut dan akhirnya  bercerita kepada suaminya.
"Ayah kemarin Amrih berkeliling desa hingga larut malam lagi"
"Bukankah itu bagus, bu? Amrih memiliki pengetahuan dan bakat luar biasa"
"Masalahnya yah, umur Amrih yang masih cukup belia tidak seharusnya begitu dan sejenius-jeniusnya Albert Einstein, ia tidak pernah mengobrol dengan rumusnya sendiri"Â
"Pokoknya besok Amrih tetap masuk di sanggar dan biarkan dia berkembang dengan bakatnya" Ujar ayah yang mendesak ibu.
Ibu Amrih yang seorang ibu rumah tangga dengan status lulusan SMP hanya bisa menurut kata dari suaminya. Ayah Amrih yang sering mengembara seakan acuh dengan pendidikan anaknya. Dia hanya pulang seminggu sekali dengan membawakan buku-buku dan seperangkat alat gambar untuk Amrih. Semakin hari kelakuan Amrih semakin menjadi-jadi. Pernah suatu ketika di pojokan gang rumahnya, Amrih dengan lantang bersuara seakan-akan berjualan di pasar.
"Dijual dengan cepat lukisan tahun 1920 zaman penjajahan belanda ukuran 50x60 cm. Pernah dipajang di kamar Ratu Wihelmina dan menjadi koleksi istana kerajaan Belanda." Amrih bersuara lantang di depan tetangga-tetangganya.
Sepenglihatan Amrih dia seperti sedang berada di panggung badan lelang yang cukup besar. Dihadapan para raja-raja maupun para jenderal bintang lima. Amrih menawarkan dagangannya yang diperoleh dari berkelana selama di eropa.Â
Dia banyak menyinggahi kerajaan hingga negara-negara. Sementara penglihatan dari orang lain, Amrih sedang berteriak-teriak di depan tong sampah yang masih kosong. Para tetangga menjadi kebingungan dan melihat Amrih penuh curiga. Para tetangga mulai menyimpulkan bahwa Amrih sudah gila dengan usianya yang masih belia. Kata-kata belas kasihan hingga hujatan turun dari mulut tetangga.Â
Ibu Amrih yang pulang dari pasar cukup terkejut atas apa yang terjadi di desanya itu. Secara tidak langsung peristiwa tersebut memengaruhi dagangan Ibu Amrih. Omzet penjualan mendadak turun lantaran para tetangga takut bertemu Amrih.
Setelah kejadian tersebut, Ibu Amrih semakin yakin bahwa anaknya tidak seperti anak normal pada umumnya. Amrih menjadi semakin sering mengurung diri ditambah ayah yang semakin sering memberikan bacaan-bacaan berat untuk anak seumuran Amrih.Â