"Perlahan malam beranjak pergi. Suara-suara jeritan ditingkap air mata. Sepanjang jalan reruntuhan duka menjelma memohon restu.
Restu sejarah tua yang pernah mendampingi kemerdekaan ini. Restu sepasang bakti pada arti sebauh perjuangan. Restu yang dipenuhi puluhan misteri."
Matahari Timur
_________
Di ujung timur matahari akan terbit
Jutaan juang bercucuran ikut terlibat
Cuaca memangkas
Gong kehancuran telah terlepas
Matahari akan kembali
Ia penuh sepi
Tumpah menjadi sunyi
Undang-undang polusi rampok pribumi
Matahari akan hadir
Sidang setan berkelakar
Perjuangan menyisir
Sihir cipta kerja muncul tanpa akar
Matahari telah terpisah
Isak tangis membuncah
Investasi mengguncang pecah
Orang besar mabuk rupiah
Matahari telah malu bersinar
Cahayanya memar
Palu waktu bergeser
Ini bukan lagi tentang takdir
Matahari sudah robek
Panas dibibir kepal
Ban-ban mengepul
Hujan masa akan tertumpuk
Matahari mulai kaku
Maka bersatulah atas nama air mata ibu Pertiwi
Atas nama noda cinta merah putih
Sampai kita membiarkan ini berlalu dan ikut menyepakati
Kita adalah pengkhianatan perjuangan para leluhur
Kita membiarkan Ibu kita diranjangi anggota-anggota dewan
Telah kita lalui ribuan matahari
Dari terbitnya yang sengit hingga beribu janji
Beritakan dan ambil apa yang sudah bukan lagi kesepakatan
Kita belum terlambat
Matahari akan terbenam dan terus terbenam
Kali ini ia lupa jalan pulang untuk kembali terbit
Kediri, 09 Oktober 2020
Buah karya: Abdul Azis Le Putra Marsyah.
Tambahan:
Jika berkenan, tonton musikalisasi puisi saya, yang berjudul Maafkan Kami Ibu Pertiwi. Yang saya bacakan dengan khidmat dan tangisan yang tiba-tiba muncul dari dasar hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H