Mohon tunggu...
Abdul Azis
Abdul Azis Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Abdul Azis, adalah seorang penikmat seni, dari seni sastra, teater, hingga tarian daerah terkhusus kuda lumping. Berasal dari kota Kediri

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Opera Ibu Pertiwi

29 September 2020   19:53 Diperbarui: 29 September 2020   20:03 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


N : Padi tanpa mata menari sepi. Air mata menyanyi dalam purba tenun. Kesepakatan hanyalah tradisi yang sakral di ujung Tuak.

 Riak berteriak sesak. Amuk rembulan menatang takdir. Pada petang ada tubuh yang hilang berlumur darah.

( Musik klasik dan suara tapis beras, suasana panggung dengan lampu yang mati hidup mati hidup.)

Org 1 : Oh Angin. Di manakah ibu kami. Di manakah kau sembunyikan napasnya ?

( bunyi suling dari luar panggung nuansa sedih )

Org 3 : Oh sepi..Di manakah tawa ibu kami. Di manakah dongeng malamnya ?.

Ibu...
Di sinikah Doa Katamu?

( lampu padam. Suasana panggung gelap.)

Org 1 : Ibu. Kenapa kau biarkan kami mengemis suara kami sendiri.

( Narator langsung masuk )

N : ( bunyi air mengalir ). Rembulan perlahan menampar malam. Dingin mulai gigil di gigi kota. Jeritan suara tangis membunuh kolong jembatan. Redup langkah mencubit debu.

Cicip pada cawan hitam di batas lengan. Bising menggelepar ke tiang harapan. Dan Liang rahim yang suci, di bakar jutan tangan.

( lampu sorot warna putih perlahan menyala di tengah panggung)

Per 1 : Jika napas kami adalah kehidupan, patahkan. Jika rahim kami mengubah semuanya, bunuhlah.

Jagad anyar kang dumadi
Urip kang sayekti

Jemputlah kami serumah sirih dengan kalian.

( lagu )
Oh..ke manakah arah perahu..
Tiada angin menuntun 

Per 2: Masihkah kami berharga?..

Kepada api di sudut sunyi kami bertanya.
Kepada karang di sarang laut kami mengaduh.
Kepada Doa tanpa penggembala kami berseruh.
Kepada matahari kami berlutut mencari Damai.
Kepada kebohongan yang haus akan hidup.

Per 1 : Berikan kami sktesa parade berhala itu Ibu!

Kediri, 29 September 2020
Buah karya: Abdul Azis Le Putra Marsyah

Note:
* Jagad anyar kang dumadi adalah Bahasa Jawa dengan arti: Bumi yang bari akan terjadi

* Urip kang sayekti adalah Bahasa Jawa dengan arti: kehidupan yang sesungguhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun