Entah mengapa di hari minggu saya merasa sendu. Hati ini tiba-tiba rindu terhadap candu dari puisi yang syahdu.
Untuk Mendiang yang di Surga. Izin kuciptakan puisi untukmu. Maaf jikalau masih kurang, karena saya masih harus terus belajar.
Dengan seribu gunung langit tak runtuh.
Dengan seribu perawan hati tak jatuh.
Dengan seribu sibuk sepi tak mati.
Dengan seribu beringin ingin tak teduh.
Dengan siapa aku mengeluh?.
Fajar Air Mata
_________
Sejak asin itu kau berbicara. Tanpa aba-aba langit yang tak hilang. Telanjang dada yang lekang dari musim-musim para bianglala. Lalat-lalat politik yang ramai menyeka sektor kehidupan.
Colek tatap itu berdisis
"kaukah itu. Teka-teki yang tak menepati janji?."
Air mata berjatuhan. Satukan ucap yang patah begitunya. Dari sudut jalan, alam yang pulang. Hilang tanpa sunyi. Entah perlawanan saling berkawan.
"Ada awan yang rumit sambil menilang samar-samar berduka."
Batu mawar
Batu langit
Batu duka
Batu rindu
Batu janun
Batu bisu
Ini samudera cinta para penyair.
_________
Dari Putra Marsyah untuk Eyang Sapardi Djoko Damono Yang telah berpulang dalam nama Rindu "Aku ingin."
Kediri, 20 September 2020
Buah karya: Abdul Azis Le Putra Marsyah.
Mengenang Sang Maestro, Sastrawan besar dengan kelembutan hati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H