Mohon tunggu...
Abdul Azis
Abdul Azis Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Abdul Azis, adalah seorang penikmat seni, dari seni sastra, teater, hingga tarian daerah terkhusus kuda lumping. Berasal dari kota Kediri

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Gelisah Bunda Menunggu Kepulangan Anaknya

5 September 2020   17:20 Diperbarui: 5 September 2020   17:32 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Docpri: Abdul Azis le putra marsyah

Buah karya: Bundaku Ema ft Abdul Azis

Keluh Bunda


Benarkah???
Masihkan aku memiliki kasih putraku?
Masihkah aku berharga untuknya?

Ataukah angin t'lah berhembus terlalu kencang?
Dan perlahan menggiringku pergi?

Ataukah putraku t'lah menemukan kasih yg lebih berwarna di luar sana???
Tak heran jika akhirnya pun aku hanya ada di kepalanya, tak lg dihatinya

Aq sadar sang elang tlah mengepakkan sayap
Melaju terbang mengelilingi dunia
Menikmati indahnya surgawi

Namun ratapan hati tak mampu sembunyikan kerelaan hati yang sulit tercerna
Benih kekhawatiran akan besarnya kasih yang tersimpan

Saat semua t'lah terlampaui
Akankah sang elang ingat tuk kembali
Menjenguk impian kecil yg tertinggal

Kala dunia tlah digenggamannya
Masihkah dia akan sadar?
Ada bunda mungil yg slalu ada di sudut hatinya
Mengintip dunianya dalam diam
Dan menyisipkan doa di tiap langkahnya

Putraku
Aku menanti kabar kapan sang elang kan pulang ke pangkuan.

Kediri, 05 September 2020

Docpri: Abdul Azis le putra marsyah
Docpri: Abdul Azis le putra marsyah
Jawabku

Bunda,
Hanya engkau yang serupa telaga
Jernih air menawarkan lelah penat jiwaku keteduhan menghadirkan ketenangan bagi anakmu
Dan jika lama aku merantau kepada lain pulau
Rindu akan membuncah dan sunyi-hening malamku

Bunda,
Mencipta sekuntum puisi krisan
Dengan tangan gemetar ingin
Kupersembahkan kepadamu, bun
Agar telaga selamanya jadi tenang
Dan ijinkan aku untuk bersujud simpuh dibening matamu yang benar-benar telaga itu

Menadah senyap terjatuh pada dasar
Dari situ aku ingin bergemuruh; berkabar
Mengaliri jejak yang tertinggal

Bunda, sayap elang boleh tak pulang
Tapi air matanya yang leleh
Jadi penyejuk hatimu penawar luka agar tak dalam

Bun, Mataku kembar  sepasang; direnggut arus; menderas
Dimabuk peluk memecah diam

Bunda, engkau ada di mataku
Walau sekadar bayang di kulit air.

Kediri, 05 September 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun