Mohon tunggu...
Leopoldus Giovani Sitohang
Leopoldus Giovani Sitohang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Frater Serikat Sabda Allah (SVD)

Mahasiswa STFT WIDYA SASANA Malang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

I Know Nothing

17 Agustus 2021   00:50 Diperbarui: 17 Agustus 2021   09:07 952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: greelane.com

Socrates (470-399 SM). Nama ini tentu tidak asing lagi di telinga kita. Siapa yang tidak mengenal Socrates? Dia adalah seorang filsuf yang termasyhur. Salah satu nenek moyang para filsuf lebih tepatnya. Mungkin anda lebih familiar dengan Plato (428-348 SM). Kalau anda mengenal Plato, dia adalah salah satu muridnya. Aristoteles? Pernahkah anda mendengarnya? Aristoteles (384-322 SM) adalah murid dari Plato. Jadi pada kesempatan ini kita akan membahas seorang guru atau seseorang yang lebih senior dari Plato dan Aristoteles. Sehebat apa orang ini? Seberapa menarik kisahnya? Mari kita simak!

Sebelum menjelaskan siapa Socrates, penulis harus menjelaskan dulu konteks atau situasi pada masa waktu itu. Socrates boleh dibilang hidup di masa keemasan Yunani Kuno. Mengapa disebut masa keemasan? Apakah karena pada masa itu Yunani Kuno menjadi sebuah negara penghasil emas terbesar? Bukan! Disebut sebagai masa keemasan karena pada waktu itu banyak kemajuan yang terjadi di sana dalam bidang teknologi, sastra, dan khususnya filsafat.

Dalam bidang filsafat, ada beberapa aliran filsafat yang berkembang pada saat itu. Dari seluruh aliran filsafat itu, ada satu aliran yang sangat mencolok dan kontroversial. Aliran itu adalah aliran sofis atau sekolah sofis. Sebut saja kaum sofis. Dalam dunia filsafat kaum sofis ini mendapat sebuah stigma, dikarenakan kehadiran mereka sangat kontroversial. Kalau begitu, lantas apa yang membuat kaum sofis ini begitu mencolok dan kontroversial hingga mendapat stigma?

Aliran sofis ini memang agak berbeda, karena mereka cenderung mengajarkan ilmu-ilmu yang yang bersifat praktis pada para muridnya. Prioritas mereka pertama-tama bukan mengajarkan kebijaksanaan, prinsip-prinsip moral, dsb. Mereka lebih menekankan tujuan praktis dari filsafat itu sendiri. Tujuan praktis seperti apa yang mereka ajarkan?

Kaum sofis mengajarkan para muridnya bagaimana cara berargumen yang baik, berdebat, dan bagaimana caranya agar bisa menang dalam persidangan. Bahkan ironisnya, meskipun mereka terdapati melakukan kesalahan, mereka tetap berusaha agar bisa menang dalam persidangan. Harus diakui memang mereka cukup ahli dan lihai dalam hal ini. Tidak jarang orang yang telah terdapati melakukan kesalahan dapat keluar sebagai orang benar setelah melewati persidangan. Ini adalah keahlian para kaum sofis.

Anda mungkin berpikir "Sangat tidak fair!" Memang banyak yang senada dengan anda pada masa itu. Tidak heran bahwa banyak orang merasa jengkel terhadap mereka. Mereka terkenal hanya pintar atau lihai dalam retorika saja. Retorika itu digunakan untuk memenang dalam persidangan. Inilah hal yang paling dominan atau mencolok dari mereka.

Bagaimana dengan Socrates? Sokrates termasuk ke dalam aliran yang mana? Nah, nenek moyang kita yang satu ini nih, agak sedikit unik dan special. Why? Unik, karena Socrates tidak mau mengikuti semua aliran-aliran filsafat yang berkembang pada waktu itu. Dia juga special karena kisah hidupnya. Kisah hidupnya ini telah mengispirasi dan memengaruhi filsuf-filsuf setelahnya. Sangat worth it bila dia sering digelari sebagai bapak filsafat (The father of Philosophie). Sebagaimana karakter seorang bapak, dalam dunia filsafat Socrates mewariskan keteladanan dan inpirasi atau pelajaran berharga kepada generasi setelahnya.

Socrates juga dianggap sebagai revolusioner. Mengapa Socrates dianggap sebagai seorang revolusioner? Dia dianggap sebagai revolusioner karena dia adalah orang pertama yang menurunkan filsafat dari langit ke bumi dan membagikan filsafat itu kepada masyarakat umum. Apa artinya ini?

Dahulu filsafat itu adalah ilmu yang hanya diberikan kepada kaum elit atau ilmu yang hanya dapat diakses oleh kaum elit. Kaum elit itu adalah orang-orang kelas atas seperti para pejabat, menteri, anak pejabat atau anak mentri. Beruntung rakyat memiliki Socrates. Socrates hadir dan membuat filsafat menjadi lebih merakyat. Tidak perlu heran kalau dalam filsafat ada suatu periode yang disebut "Pra-Socrates". Artinya Socrates ini menjadi patokan salah satu periode. Bayangkan namanya dijadikan sebagai tanda suatu periode! Luarbiasa bukan?

Sekarang yang menjadi pertanyaan ialah apa maksudnya menurunkan filsafat dari surga ke bumi? Dan bagaimana cara Socrates menurunkan filsafat dari surga ke bumi? Socrates memberikan atau membawa filsafat kepada masyarakat biasa atau kelas menengah ke bawah. Dia membuat filsafat menjadi lebih merakyat dengan cara pergi pasar atau alun-alun kota. Socrates sering nongkrong di pasar dan di alun-alun kota. Apa yang dia lakukan di sana?

Socrates memiliki kebiasaan unik. Ia senang berdiskusi atau berdialog. Di pasar atau di alun-alun dia sering menanyai orang-orang atau siapa saja yang dia temui. Misalnya ia bertanya apa itu keadilan? Apa itu keindahan? Apa itu hukum? Apa itu kebajikan? Apa itu kebenaran? Apa itu cinta? dll.

Memang sering kali orang yang dia tanyai dapat menjawab dengan mudah. Banyak orang yang dapat memberikan definisi tentang apa yang Socrates tanya. Akan tetapi Socrates tidak mudah puas. Pertanyaan tidak berhenti pada "Apa". Nantinya Socrates akan terus bertanya dan mencari kontradiksi dan mengajukan pertanyaan lain yang membuat orang yang ditanyai itu justru meragukan jawaban yang dia berikan sendiri. Ini adalah seni Socrates dalam berdialog atau berfilsafat. Semisal:

Socrates         : Apa itu keadilan?

Sofis                : Keadilan itu perilaku atau perlakuan yang setara atau sama rata, equal.

Socrates         : Oo gitu? Berarti porsi makan anak kecil boleh dong disamakan dengan porsi makan orang dewasa?

Sofis                : Bukan begitu. Maksudnya keadilan itu adalah perlakuan sesuai kebutuhan deh atau sesuai porsi masing-masing.

Socrates         : Kalau begitu siapa yang menentukan kebutuhan seseorang? Dirinya sendiri? Kalau begitu bukankah nantinya orang menjadi egois, misalnya memperbanyak porsi dirinya sendiri?

            Begitulah kira-kira cara Socrates mengajak orang berdialog. Metode terus bertanya, lalu mencari kontradiksi menjadi ciri khas Socrates. Metode ini boleh disebut dengan Metode Socratik. Dia orang yang pertama kali melakukan metode ini, metode dialog. Dalam kasus ini Socrates juga sedikit kontroversial. Banyak juga yang akhirnya jengkel terhadapnya.

Apakah Socrates sombong? Tidak benar juga bila kita berkata demikian. Socrates pernah berkata "Aku lebih bijak dari orang ini. Kemungkinan besar kita berdua tidak tau apa pun yang penting, tapi dia berpikir kalau dia tau sesuatu padahal tidak tau samasekali, sedangkan ketika aku tidak tau, aku tidak berpikir aku tau. Jadi kemungkinan aku lebih bijak daripada dia. Karena pada perbedaan kecil ini, bahwa aku tidak berpikir aku tau, tentang apa yang aku tidak tau." Ini adalah salah satu quote dari Socrates. Jadi sederhananya, Socrates adalah orang yang lebih bijaksana ketimbang yang lain, karena ia mengakui ketidaktahuaanya itu. "I know that I know nothing".

Dia menganggap kebenaran yang sejati itu gak gampang ditemukan. Sehingga pengetahuan pasti akan terus diperbaharui. Jadi kemungkinan besar kita tidak akan pernah menemukan kebenaran. Jadi jangan sembarangan ngomong kalau kamu mengetahui segala hal. Ini bentuk kearoganan bagi dia.

Pengadilan Socrates

Seiring berjalannya waktu nama Socrates pun semakin dikenal. Ia bahkan menjadi seseorang yang cukup fenomenal. Hal ini sangat terasa di kalangan para cendikiawan pada waktu itu. Wajar saja, karena sering kali para cendikiawan seolah dipermalukan ketika tidak sanggup berdialog dengan Socrates.

Hingga akhirnya suatu ketika dia diseret ke pengadilan. Ia diadili dengan tuduhan merusak pikiran generasi muda dan menolak kepercayaan dewa-dewa yang diakui negara. Dalam persidangan Socrates sama sekali tidak mau meminta maaf. Dia tidak mau memohon maaf, mengemis, apalagi menjilat hakim demi menyelamatkan dirinya sendiri. Itulah Socrates. Seorang filsuf yang mempunyai pendirian teguh.

Socrates akhirnya dijatuhi hukuman mati dan dia menerima itu. Ia sama sekali tidak takut dengan kematian. Kenapa? Alsannya karena tidak ada alasan untuk takut mati. Siapa yang tau misteri di balik kematian? Orang mengangap kematian itu hal yang buruk, bukankah bisa saja di balik kematian atau pasca kematian terdapat sesuatu yang indah atau hal yang menyenangkan?

Memang cerita Socrates agak sedikit ironis dan dramatis. Akan tetapi tak ada yang perlu didramatisir dari kisahnya, karena kisahnya merupakan kisah heroic yang mengisnpirasi banyak filsuf setelahnya. Dia adalah filsuf sejati, karena berpegang teguh pada prinsip hingga akhir hidupnya. Socrates mati sebagai seorang martir dan memberikan pengaruh besar dalam dunia filsafat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun