Mohon tunggu...
leony shabryna
leony shabryna Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Nama : Leony Shabryna Akbar NIM : 42321010002 Fakultas : Desain dan Seni Kreatif Mata Kuliah : PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DAN ETIK UMB Dosen : Prof Dr Apollo, M.Si.Ak Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemikiran Anti Korupsi pada Teori Panopticon dan Giddens

1 Juni 2023   09:32 Diperbarui: 1 Juni 2023   10:24 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar Katadata.co.id

Banyaknya pilihan moral yang ditawarkan oleh tradisi dan agama menjadi semu di tengah keadaan dunia sosial yang terus bertransformasi dengan cepat. Berpijak pada konteks tranformasi tersebut, maka korupsi sebagai kejahatan moral menuntut adanya reformasi sistem-sistem moral dari institusi-institusi sosial yang ada di masyarakat seperti agama, hukum, politik, ekonomi, budaya, dan pendidikan. Persoalan-persoalan korupsi harus diintegrasikan dalam kebijakan politik negara-bangsa.

Setiap gerakan politik dan sosial harus mempertahankan inti keadilan sosial, mencari suatu keseimbangan antara tanggung jawab individual dan kolektif dalam komunitas masyarakat, meluasnya individualisme seharusnya disertai dengan perluasan kewajiban individual (Giddens, 1998: 74-75). 

Makna struktural kejahatan korupsi dalam konteks dunia global ialah bahwa korupsi memiliki sifat-sifat struktural kejahatan yang memiliki rentang ruang-waktu terluas dan dimensi-dimensi struktur (budaya, ekonomi, politik, hukum) yang saling kait mengkait. Tindakan kejahatan tersebut tidak terlepas dari jaringan tindakan produksi dan reproduksi struktur oleh agen, yang hadir dalam konteks kehadiran maupun ketidakhadiran, yang membentuk setting atas apa yang dikatakan dan apa yang dikerjakan satu sama lain dalam seluruh totalitas gejala (Giddens, 1984: Bab I).

Penempatan korupsi sebagai problem kejahatan struktural merupakan konsekuensi dari kosmologi modernitas yang tengah bergerak menjadi kekuatan semakin tidak terkendali akibat arus globalisasi. Giddens melihat modernitas menjadi semakin radikal dan tidak terkendali ini akibat tiga kondisi penting yang mengglobal dan saling berhubungan satu sama lain: the separation (distanciation) of time and space, the development of disembedding mechanism, and the reflexive appropriation of knowledge (1990: 53).

Korupsi biasa diidentikkan dengan uang. 'Uang' dalam konsepsi Giddens, adalah bentuk dari mekanisme disembedding (keterlepasan) yang merupakan ciri kedua modernitas (1990: 23), dimana kondisi mekanisme disembedding turut 'mencabut' aktivitas sosial dari konteks lokalitasnya, diorganisasikan kembali dalam relasi-relasi sosial menembus batas jarak ruang-waktu. Dua bentuk mekanisme 'keterlepasan' secara intrinsik dalam perkembangan institusi-institusi sosial modern yaitu; kreasi tanda-tanda simbolik (symbolic tokens) dan pembangunan sistem-sistem ahli (expert system).

Konsep uang secara tradisional adalah sebagai alat pertukaran (barter) namun pada perkembangannya tanda 'uang' menjadi simbol nilai dan komoditi (ekonomi uang). Uang dalam korupsi bukanlah tujuan esensiil tetapi hanya sebagai alat untuk mencapai kepentingan-kepentingan, sebab uang adalah produk dari mekanisme simbolik dari sistem abstrak. 

Masyarakat modern adalah masyarakat yang ditandai oleh kegiatan mengambil resiko secara aktif. Konsep risk untuk era modern menggantikan berbagai konsep tentang nasib atau takdir Illahi pada era tradisi. Resiko adalah cara orang modern memahami masa depan yang kontingen dengan segala kalkulasi dan kepasrahan. Ketika kosmologi relijius atau alamiah masih kokoh, orang tidak perlu pusing memikirkan apa yang terjadi besok dan apa yang harus dilakukan. Masa depan sudah dikunci oleh tafsiran-tafsiran relijius. Kosmologi modern membiarkan sejarah berjalan tanpa jaminan apapun di masa

Contoh kasus di Indonesia yaitu masalah di lapas diperparah oleh kualitas komponen lapas seperti pendidikan (pengembangan keterampilan profesional dan rehabilitasi medis-sosial) di lapas yang buruk; Petugas (penjaga) tidak sebanding dengan WBP dan oleh karena itu tidak dikontrol dengan baik. Hak diperebutkan (misalnya; makanan, tempat tidur, dll); tingkat pengeluaran pemerintah untuk mendanai penjara; dan jumlah narapidana yang dipindahkan ke Lapas yang dianggap layak untuk menampung narapidana (Eddyono, 2017). 

Selain itu, banyak kasus di mana narapidana melarikan diri dengan menggali lubang di tanah, seperti di Lapas Kerobokan di Bali, di mana empat orang melarikan diri dengan menggali lubang di tanah. Salah satu contoh kasus adalah kerusuhan di Lapas Kelas I Tanjung Gusta merupakan salah satu dari sekian banyak kejadian di Indonesia. Pelanggaran hak asasi manusia yang tidak disadari umum terjadi di penjara, baik oleh narapidana, narapidana atau staf penjara. 

Masalah lain yang diamati di lapas itu adalah kasus peredaran narkoba. Berdasarkan pemaparan di atas, diperlukan struktur baru yang dapat mengontrol kondisi detensi dengan baik meskipun penjaganya sedikit. Proses perancangan ini menggunakan pendekatan "Panopticon Architecture".

Dalam kasus ini, konsep bangunan dan pemikiran panoptikon membantu memahami bagaimana pengawasan, kontrol, dan disiplin digunakan untuk memengaruhi perilaku individu dalam masyarakat modern.Berhubungan dengan konsep penjara panopticon, sebuah penjara tidak akan dibangun tanpa adanya perilaku orang-orang yang telah menyimpang dan merugikan orang lain, dan perilaku atau perbuatan tersebut dilakukan oleh tubuh seseorang bukan ruh. Kita dapat menyebut bahwa perbuatan itu disebut juga dengan "kejahatan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun