Mohon tunggu...
Leony Pramono
Leony Pramono Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Inilah Penyakit Pembawa Kematian pada Bayi

24 November 2017   21:16 Diperbarui: 24 November 2017   21:29 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Cara pencegahan yang pertama dapat dilakukan apabila bayi yang sedang dikandung hanya memiliki resiko terkena eritroblastosis fetalis. Pengobatan untuk mencegah penyakit ini tentunya harus segera dilakukan. Pengobatan yang dikenal dengan sebutan RhoGAM atau Rh immunoglobulin dapat mengurangi reaksi sang ibu yang memiliki rhesus negatif terhadap antigen dari rhesus positif yang dimiliki bayi yang sedang dikandungnya. Pengobatan ini dapat diaplikasikan melalui suntikan pada saat usia kandungan 28 minggu. Penyuntikan ini dilakukan lagi setidaknya 72 jam setelah melahirkan apabila bayinya memiliki Rhesus positif. 

Ini akan mencegah adanya reaksi lebih lanjut pada tubuh sang ibu apabila masih ada plasenta dari bayinya yang masih tertinggal di dalam rahim. Tanpa penyuntikan obat RhoGAM ini, bayi hanya memiliki kesempatan hidup sekitar kurang dari 5%. Namun dengan pemberian obat ini, harapan hidup bayi akan meningkat dengan pesat, yaitu sebesar 99%. 

RhoGAM ini berfungsi untuk menghancurkan sel darah merah janin yang mengalir dalam darah ibu dan mengandung antigen RhD belum hal tersebut memicu pembentukan antibodi yang dapat menyebabkan terjadinya eritroblastosis fetalis. RhoGAM biasanya disuntikkan melalui pembuluh darah ibu, namun satu dosis suntikan RhoGAM yang diberikan pada ibu hanya dapat bertahan selama dua hingga empat minggu saja. RhoGAM aman untuk bayi karena dapat hilang dalam beberapa minggu

namun apabila setelah itu terjadi kebocoran dan darah ibu bertemu dengan antigen dalam darah bayinya, maka eritroblastosis fetalis pun tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan karena RhoGAM tidak dapat diberikan secara terus menerus. Dosis yang biasanya diberikan pada ibu segera setelah melahirkan yaitu 500 unit internasional. Dosis ini dapat berubah disesuaikan dengan kondisi fisik serta respon pasien terhadap obat ini karena obat ini tergolong obat keras.

Cara pengobatan yang kedua dilakukan apabila bayi sudah terlanjur mengalami eritroblastosis fetalis sejak berada di dalam kandungan. Pada kasus ini, dokter akan memberikan transfusi darah untuk mengurangi anemia. Ketika paru-paru dan jantung bayi sudah berkembang dan dapat berfungsi dengan baik, dokter juga dapat merekomendasikan untuk melahirkan bayi lebih awal, biasanya hal ini dilakukan pada saat usia kandungan telah mencapai 32 -- 35 minggu.

Apabila kulit bayi terlihat kuning sesaat setelah dilahirkan akibat peningkatan bilirubin, tetapi tidak terdeteksi adanya perbedaan rhesus, ini mungkin terjadi akibat adanya perbedaan golongan darah ABO. Perbedaan ini terjadi ketika seorang ibu dengan golongan darah O melahirkan bayi yang memiliki golongan darah A, B, atau AB. Hal ini disebabkan karena golongan darah O memiliki antibodi yang bisa menyerang golongan darah bayinya. Meskipun demikian, hal ini pada umumnya lebih ringan dampaknya dibandingkan dengan eritroblastosis fertalis akibat perbedaan Rhesus. Perbedaan ABO dapat dideteksi melalui tes darah yang dapat dilakukan sesaat setelah bayi dilahirkan.

Dampak paling utama dari penyakit eritroblastosis fetalis adalah bayi akan mengalami anemia mulai dari anemia yang ringan hingga anemia berat. Bayi yang terkena eritroblastosis fetalis juga bisa terlihat bengkak, pucat, atau kulit bayi terlihat berwarna kuning. Sang bayi mungkin akan memiliki hati atau limpa dengan ukuran yang lebih besar daripada ukuran normalnya. Dari tes darah yang dilakukan, juga dapat diketahui apakah bayinya terkena anemia.

Sang bayi yang mengalami penyakit ini juga mungkin akan mengalami suatu kondisi yang disebut dengan hidrops fetalis, atau yang merupakan kondisi dimana terdapat cairan berlebihan di tempat -- tempat yang tidak seharusnya memiliki cairan. Tempat ini meliputi jantung dan juga paru-paru. Hidrops dapat terjadi ketika tubuh bayi sudah tidak dapat mengatasi anemia, sehingga hatinya mulai gagal berfungsi dan menyebabkan terjadinya penumpukan cairan di beberapa jaringan dan organ. 

Keadaan ini tentunya sangat berbahaya karena cairan tersebut dapat memberikan tekanan berlebih pada organ tertentu seperti contohnya pada jantung, hal ini akan mempengaruhi kinerja jantung saat memompa darah ke seluruh tubuh. Paru -- paru yang terisi cairan juga akan berakibat buruk karena dapat menghambat pernapasan sang bayi.

Setelah bayi lahir, transfusi darah lebih lanjut mungkin akan diperlukan. Pemberian transfusi darah melalui pembuluh vena dengan menggunakan infus akan meminimalkan potensi tekanan darah rendah. Sang bayi juga akan membutuhkan bantuan pernapasan sementara apabila terjadi gangguan pernapasan atau kesulitan bernapas.

Adakah perawatan lebih lanjut yang dilakukan terhadap bayi yang terkena eritroblastosis fetalis? Ya, bayi yang lahir dengan eritroblastosis fetalis harus dipantau kondisi kesehatannya setidaknya hingga usianya menginjak tiga hingga empat bulan untuk mengetahui adakah tanda-tanda anemia pada bayi tersebut. Apabila anemia terjadi, bayi akan membutuhkan transfusi darah tambahan. Meskipun demikian, apabila perawatan intensif semenjak dini telah dilakukan, bayi tidak akan mengalami komplikasi lebih lanjut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun