Tak ada gading yang tak retak. Mungkin sebagian dari kita tidak asing dengan peribahasa ini. Salah satu peribahasa yang pernah saya pelajari dalam mata pejaran Bahasa Indonesia jaman sekolah dulu. Walaupun peribahasa ini terdengar biasa namun memiliki makna yang luar biasa.Â
Dalam KBBI tak ada gading yang tak retak bermakna tidak ada sesuatu yang tidak ada cacatnya, atau sering kita sebut tidak ada yang sempurna. Begitulah kenyataannya tidak ada yang sempurna, cara saya memandang belum tentu sama dengan cara pandang anda. Kita sebagai manusia sering kali berbeda pendapat dan cara pandang mengenai benar atau salah yang tidak jarang menimbulkan reaksi yang justru saling menyakiti.
Dalam buku "How To Win Friends & Influence People In The Digital Age" karya Dale Carnegie, beliau pernah membahas bagaimana cara mendapat dan menjaga kepercayaan orang lain, salah satunya dengan cara Jangan Pernah Berkata "Kau Salah". Â Carnegie mengatakan "memberi tahu orang bahwa mereka salah hanya akan membuat orang memusuhi anda. Hanya sedikit orang yang menanggapi dengan logis saat diberitahu bahwa mereka salah; kebanyakan orang menanggapi dengan emosi dan defentif karena anda mempertanyakan pendapat mereka".
Perdebatan mengenai benar atau salah sering kita lihat bahkan kita alami sendiri saat diskusi kelompok kecil dalam komunitas, saat briefing di kantor, menanyakan pendapat kawan, pasangan atau keluarga. Perbedaan pandangan tidak jarang di selingi dengan adu argument dan bahkan berakhir dengan saling menyimpan luka.Â
Bukan hanya dalam lingkungan sekitar kita, acara debat di Televisi sering sekali mempertontonkan perbedaan cara pandang yang berakhir saling menghujat. Saya bahkan pernah menyaksikan sebuah acara di Televisi dimana ada dua bintang tamu, mereka saling berdebat dan berakhir salah seorang bintang tamu menyiram air ke wajah bintang tamu yang lain. Sungguh sangat disayangkan. Padahal benar menurut kita belum tentu benar menurut orang lain, begitupun sebaliknya.
Sifat Egosentris dalam diri kita manusia cenderung membuat kita menilai segala sesuatu hanya dari sudut pandang kita saja. Carnegie mengatakan "sebenarnya, dibalik keyakinan bahwa orang lain itu salah, terdapat sebuah pengakuan yang tak terucapkan bahwa kita tidak ingin di tolak. Karena tidak ingin menjadi pihak yang salah, kita pun memproyeksikan kesalahan tersebut kepada orang lain".
Mengatakan "Kau Salah" saat tidak setuju kesannya seperti  kitalah yang paling benar padahal belum tentu. Tidak mengatakan "Kau Salah" pada orang yang kita tau dia salah bukan berarti juga kita mendukungnya. Dalam hubungan sering kali kita tidak sependapat dengan orang tua, pasangan, dan teman, namun karena kita takut menyakitinya kita jadi menahan untuk mengungkapkan apa yang kita rasakan.Â
Padahal "pertemanan yang bersikeras pada persetujuan dalam segala hal tak layak disebut pertemanan, pertemanan yang sejati harus menjunjung pebedaan yang jujur, tak peduli seberapa tajamnya perbedaan itu" Â tutur Mahatma Gandhi.
Lalu bagaimana sebaiknya, apakah kita harus mengatakan "Kau Salah" atau biarkan saja? Jawaban yang paling efektif menurut Esther Jeles seorang spesialis corporate behavioral ialah mulailah dengan mengosongkan pikiran, ya kosongkan pikiran kita dari apa yang kita ketahui dan apa yang "kita pikir" kita ketahui.Â
Berdiskusi dengan mengosongkan pikiran, membuat kita mengambil pendekatan yang lebih rendah hati dan jujur. Kita mengakui kemungkinan bahwa mungkin kita tidak mengetahui seluruh fakta dan bahwa mungkin kita bukanlah satu-satunya yang benar.Â
Lebih baik lagi kita dapat menciptakan kemungkinan kolaborasi dimana beberapa pandangan dapat  menjadikan sebuah ide yang luar biasa. Dan menurut Carnegie kita bisa memberitahu bahwa seseorang itu salah hanya dengan melalui tatapan atau gerak-gerik, jadi kita harus menjaga diri agar tidak terkesan meghakimi dalam setiap cara komunikasi kita.
Cobalah untuk mendengarkan. Â Frank Gammond salah satu teman Carnegie yang di ceritakan dalam bukunya berkata "kenapa harus membuktikan bahwa seseorang salah? Apakah itu akan membuatnya menyukaimu? Kenapa tidak membiarkan dia menyelamatkan dirinya dari rasa malu?".Â
Bisa saja kita bukan satu-satunya pihak yang benar dan mungkin kita ternyata salah selama ini, tapi kita berat untuk mengakuinya. Â Mengapa demikian? Penyebabnya karena kita sering kali lebih menyukai kemenangan pribadi dibandingkan dengan kemungkinan untuk berkolaborasi. Sikap-sikap seperti inilah yang tidak hanya akan merusak hubungan yang sudah terjalin tapi juga menjadi penghalang kemungkinan untuk kita menjadi lebih maju.
Carnegie berpesan, "walaupun bisa jadi anda benar dan pihak lain salah, tidak ada gunanya mengusik ego seseorang atau merusak sebuah hubungan secara permanen. Akuilah bahwa bisa jadi anda salah. Akuilah bahwa orang lain bisa jadi benar. Tunjukkan sikap yang ramah. Lontarkan pertanyaan.Â
Dan yang paling penting, pandang situasi dari sudut pandang orang lain dan tunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut. Sikap rendah hati akan menuntun pada hubungan-hubungan yang tak terduga".
Kita pasti pernah berbeda pendapat dengan orang lain dan kita masih ingat bagaimana mereka bersikeras bahwa kita salah, ya kita mengingat kesan negatif dari orang itu, begitupun yang terjadi jika kita melakukan hal yang sama ke orang lain sudah pasti orang akan memiliki kesan negatif tentang diri kita jika kita memilih mengguruinya ketimbang memperkuat hubungan. Sepenggal lirik lagu Anji yang semoga selalu bisa mengingatkan kita, "tak ada gading yang tak retak tak ada benar yang tak salah, tak ada gading yang tak retak tak ada manusia yang sempurna". Semoga bermanfaat.
Sumber : Â Â
- kbbi.web.idÂ
- lektur.id
- Carnegie Dale & Associates. 2012. How To Win Friends and Influence People In The Digital Age. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI