Sore itu langit menjadi gelap. Mendung pun kian menebal...
Pada petang yang bergemuruh deru ombak menerpa pantai. Ketika pelangi dikalahkan mega kelabu berarak dari utara ke selatan. Irama musik itu berulang dan berulang mengumandang dari salah satu kapal yang sandar dekat pantai reklamasi Ternate.
Dan perempuan muda yang duduk di tembok pantai masih ada di sana. Tak hirau langit makin kelam legam.Â
- Terdengar tetesan air hujan. Semua menambah kesedihan...
***
Aku menatapnya sekian lama dari jauh. Kuharap ia pernah berpaling, sekedar ingin melihat parasnya. Tak sabar aku mengayun langkah mendekat dari belakang.
- Senang dengar D'Lloyd  juga?
Kusapa sekedar berbasa-basi. Perempuan berkerudung itu tak juga berpaling. Aku lebih mendekat ke sisinya. Melihat sekilas wajah ayu berkacamata.Â
-D'Lloyd selalu menggugah hati banyak orang...
Pertama kalinya ia menggerakkan wajah berpaling padaku. Aku tersadar telah mengusik seseorang yang sedang menikmati suasana dengan kesedihan. Perempuan itu membuka kacamata lalu mengusap mata dengan ujung kerudung putihnya. Dan mata indah itu sembab oleh airmata yang terlalu lama dibiarkan tercurah.
-Maaf dik. Aku telah mengusik kesendirianmu. Ini sudah jelang maghrib, tak lama lagi hujan akan turun.
Ia meluruskan pandang ke laut dan deretan kapal lego jangkar di sekitar.
-Aku memang sedang menanti hujan Bang. Aku merindukan hujan.
***
Aku mengikuti arah pandangnya. Menatap deretan kapal. Menatap awan hitam bergerak perlahan menggelapi cakrawala. Rombongan burung putih tampak beriringan menuju pulau di kejauhan.
-Burung pun sudah pulang ke sarang dik!Â
Perempuan itu kedua kali berpaling menatapku. Bibirnya tak juga tersenyum.Â
Lagunya D'Lloyd masih juga diputar ulang sayup dari arah kapal. Perempuan itu mengalih pandangan lagi entah kemana.
***
-Itu lagu untuk orang patah hati
+ Ya bang. Aku memang patah hati. Dan aku mau menikmatinya. Aku yang minta awak kapal memutarnya sampai aku jenuh di sini...
- Bolehkah aku dengar sedikit kisahnya kenapa adik menyiksa diri begini...
+ Kisahnya bang? Biarlah lagu itu yang bercerita tentang diri ini. Atau awan mendung itu, atau hujan yang sebentar lagi menyatu dengan air mataku...
Ia menyeka air matanya. Aku sadar diriku bukanlah pelipur lara baginya. Hatinya terlalu lama membatu. Kepahitan telah mengkristal di hatinya yang paling dalam. Ia telah memilih caranya sendiri membebaskan hati dari kejamnya nasib.
***
Hujan pun mulai menetes satu-satu. Perempuan itu tak menengadah. Wajahnya lurus ke depan.Â
- Hujan dik, sebaiknya cari tempat bernaung dulu.
+ Aku memang menanti hujan bang. Hanya air hujan yang akan memberiku bahagia malam ini.
Sayup,di antara debur ombak dan angin menderu, irama musik dari kapal sandar terus mendayu-dayu.
Hujan pun turun semakin deras. Begitu juga air matanya....
 ( Ternate, suatu senja medio April 18)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H