Mohon tunggu...
Leonardo
Leonardo Mohon Tunggu... Atlet - Hai

Hai

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gentar Gentir | Cerpen Sejarah

5 November 2018   22:20 Diperbarui: 5 November 2018   22:42 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ternate, Maluku, 1512.

Kubangun pagi hari, membuka mata karena sinar matahari yang terik. Keluar dari rumah rasanya sangat enak. Perasaanku damai, sejuk, dengan suasana Maluku yang sangat tentram kala itu. Aku tinggal dengan orang tua ku, mereka adalah petani. Disini rempah-rempah sangatlah banyak karena itu orang tua ku memanfaatkan keadaan alam yang baik disini untuk kebun keluarga kami. 

Aku berumur 11 tahun dan seumur hidupku sangat damai dan tentram. Tetanggaku orang yang baik, mereka suka memberikan banyak bahan pangan karena kami disini menerapkan sistem barter. Orang tua ku hanya menanamkan rempah sebab itu kami bertukar agar kami bisa mendapatkan lauk serta nasi untuk makan kami.

Suatu hari di tahun 1512 aku melihat kapal yang besar dari arah barat. Kapal itu tidak hanya satu tapi banyak, aku tidak mengerti mereka dari siapa, tapi mereka terlihat menyeramkan karna banyak serta besar-besar. Ketika kapal itu datang, keluargaku hanya mengumpat di rumah karena saat itu Ternate sedang perang dengan Tidore. 

Aku sangat panik dan hanya diam di dalam rumah bersama keluargaku. Ketika kapal besar itu sampai ke tepi pulau Ternate, aku melihat dari jauh dan rajaku, Raja Ternate yang ternyata menyambut mereka dengan baik walau menurutku mereka terlihat menyeramkan.

Sehabis Raja Ternate menyambut mereka dengan sangat baik, aku melihat mereka pergi bersama ke kerajaan dan ternyata mereka adalah orang Portugis. Aku tidak ingin berprasangka buruk tapi dari yang kulihat mereka sepertinya ingin memanfaatkan Ternate ini. 

Ketika mereka pergi ke kerjaan, aku dan keluargaku keluar untuk melihat tanaman yang telah kami tanam dan karena sedang panen, kita langsung memanen semuanya dengan cepat dan kami langsung menawarkan ke tetangga. Keluargaku memiliki pemikiran yang sama denganku, orang tuaku berpikir bahwa Portugis itu akan memberikan pengaruh buruk pada Ternate nantinya.

Perang Ternate dengan Tidore tidak kunjung-kunjung berhenti. Bangsa Portugis itu membantu Ternate untuk melawan Tidore, tapi aku mendengar dari temanku yang adalah orang Tidore yang pindah ke Ternate, dia berkata kalau bangsa Spanyol datang ke Tidore dan membantu Tidore dalam perang ini. 

Karena tak kunjung berhenti peperangan itu, maka ada Paus yang datang ketika aku berumur 20 tahun yaitu tahun 1521. Aku lihat dia karena aku sedang bermain bola bersama temanku. Walau ada perang, tapi hari itu aku berusaha keluar untuk bermain karena kata orang tua ku hari itu hari yang sedang damai karena pasukan sedang beristirahat semua.

Semua rakyat Ternate dan Tidore dipanggil ke satu lapangan yang sangat besar untuk membacakan perjanjian yang telah dilakukan Paus tersebut. Aku awalnya takut sekali pergi kesana karena akan bertemu bangsa Tidore untuk pertama kalinya. Aku melihat mereka sudah sangat siap membawa tameng yang menjadi budaya mereka. 

Dengan lantangnya Paus berkata bahwa Portugis lah yang akan menguasai wilayah Brazilia sampai Maluku. Orang-orang bersorak bertepuk tangan karena memang Portugis lah yang kelihatannya lebih baik disini tapi tidak denganku. Aku takut akan mereka akan memanfaatkan kami apalagi kulihat persenjataan mereka sangatlah banyak dan modern.

14 Desember 1522, aku membukakan pintu rumahku karena ada orang yang mengetuk pintu depan rumah. Dia adalah seorang tentara dari Portugis. Kala itu aku sudah 21 tahun jadi ayah dan ibu ku tidak lagi bekerja dan aku yang melanjutkan kebun keluarga kami. Tentara itu berkata bahwa mereka membutuhkan rempah-rempah yang telah kami tanam. 

Saat itu aku tidak berkata apa-apa dan memberikan rempah-rempah secukupnya. Aku tidak memberikan banyak karena aku berpikir aku juga membutuhkan rempah tersebut untuk kehidupan ku juga. Mereka tidak berterima kasih dan pergi begitu saja. Aku tidak kecewa kala itu, karena aku sudah punya prasangka buruk tentang orang Portugis tersebut. 

Hari itu adalah hari pertama mereka datang ke rumah ku dan meminta rempah-rempah yang ku tanam. Keesokan harinya orang yang berbeda datang dengan maksud yang sama yaitu meminta rempah yang kutanam. 

Aku hanya diam lagi memberikan rempah secukupnya, dia menerimanya dengan diam dan matanya seperti orang yang sangat ingin marah. Aku tak takut karena aku punya tangan kaki yang bisa kugunakan untuk melawan pikirku. Dia hanya pergi begitu saja setelah memberikan tatapan tajam kepadaku.

 Mereka terus berdatangan dengan orang yang berganti-ganti tiap harinya. Aku tak membantah dengan cara apa-apa, hanya tetap memberikan sedikit atau setidaknya sisanya masih dapat kugunakan untuk kebutuhan ku sehari-hari. Tapi ketika aku sedang menanam rempah ku di pagi hari, tetangga ku datang ke kebun ku dan bertanya apakah tentara Portugis meminta-minta hasil kebun kita. Ternyata tetangga juga dimintakan hasil kebunnya. Maka kala itu aku dan tentanggaku mengajak orang-orang untuk pergi menemui Raja Ternate kala itu yaitu Sultan Hairun.

Setelah kami menemui Sultan Hairun dan menceritakan segalanya, tentara Portugis semakin kejam terhadap kami. Mereka meminta semua hasil kebun kami, mereka tidak meminta tapi memaksa. Mereka langsung masuk dan mengambil segala hasil kebun, mereka menindas kami tanpa henti. Sejak saat itu kami rakyat Maluku bertentang dengan bangsa Portugis. 

Setelah kami memiliki pertentangan dengan bangsa Portugis. 1 Januari 1523, kedua orang tua ku sudah tiada. Aku sedih dan kesal karena semua yang terjadi pada mereka merupakan penyebab bangsa Portugis yang menindas kami. Maka dari itu aku pergi ke kerajaan untuk menjadi pasukan agar nantinya bisa melawan Bangsa Portugis yang kutanamkan dendam.

Setelah 20 hari aku menjadi pasukan kerajaan, Sultan Hainur dibunuh dan pertentangan kami, Maluku dengan Bangsa Portugis semakin besar. Anak Sultan Hainur yaitu Baab Ullah memerintahkan kami untuk mulai melawan Bangsa Portugis. 

Kami sangat lelah melawan mereka yang memiliki perlengkapan senjata yang sangat modern. Perang itu kami lakukan selama kurang lebih 53 tahun tanpa henti dan pada tahun 1575, Bangsa Portugis pun akhirnya terusir dari Maluku.

Ketika Bangsa Portugis terusir, aku berumur 63 tahun. Aku sudah tidak menjadi tentara lagi tapi aku menjadi penasihat raja karena aku yang loyal terhadap kerajaanku. Ketika semua pertentangan selesai, kami semua beristirahat dan menikmati hidup kedamaian yang tidak pernah kami rasakan selama lebih dari 50 tahun. 

Kami bersyukur atas semua yang terjadi karena kami dapat menjadi orang yang kuat, mengenal kepercayaan Katolik, dan budaya-budaya baru yang kami dapatkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun