14 Desember 1522, aku membukakan pintu rumahku karena ada orang yang mengetuk pintu depan rumah. Dia adalah seorang tentara dari Portugis. Kala itu aku sudah 21 tahun jadi ayah dan ibu ku tidak lagi bekerja dan aku yang melanjutkan kebun keluarga kami. Tentara itu berkata bahwa mereka membutuhkan rempah-rempah yang telah kami tanam.Â
Saat itu aku tidak berkata apa-apa dan memberikan rempah-rempah secukupnya. Aku tidak memberikan banyak karena aku berpikir aku juga membutuhkan rempah tersebut untuk kehidupan ku juga. Mereka tidak berterima kasih dan pergi begitu saja. Aku tidak kecewa kala itu, karena aku sudah punya prasangka buruk tentang orang Portugis tersebut.Â
Hari itu adalah hari pertama mereka datang ke rumah ku dan meminta rempah-rempah yang ku tanam. Keesokan harinya orang yang berbeda datang dengan maksud yang sama yaitu meminta rempah yang kutanam.Â
Aku hanya diam lagi memberikan rempah secukupnya, dia menerimanya dengan diam dan matanya seperti orang yang sangat ingin marah. Aku tak takut karena aku punya tangan kaki yang bisa kugunakan untuk melawan pikirku. Dia hanya pergi begitu saja setelah memberikan tatapan tajam kepadaku.
 Mereka terus berdatangan dengan orang yang berganti-ganti tiap harinya. Aku tak membantah dengan cara apa-apa, hanya tetap memberikan sedikit atau setidaknya sisanya masih dapat kugunakan untuk kebutuhan ku sehari-hari. Tapi ketika aku sedang menanam rempah ku di pagi hari, tetangga ku datang ke kebun ku dan bertanya apakah tentara Portugis meminta-minta hasil kebun kita. Ternyata tetangga juga dimintakan hasil kebunnya. Maka kala itu aku dan tentanggaku mengajak orang-orang untuk pergi menemui Raja Ternate kala itu yaitu Sultan Hairun.
Setelah kami menemui Sultan Hairun dan menceritakan segalanya, tentara Portugis semakin kejam terhadap kami. Mereka meminta semua hasil kebun kami, mereka tidak meminta tapi memaksa. Mereka langsung masuk dan mengambil segala hasil kebun, mereka menindas kami tanpa henti. Sejak saat itu kami rakyat Maluku bertentang dengan bangsa Portugis.Â
Setelah kami memiliki pertentangan dengan bangsa Portugis. 1 Januari 1523, kedua orang tua ku sudah tiada. Aku sedih dan kesal karena semua yang terjadi pada mereka merupakan penyebab bangsa Portugis yang menindas kami. Maka dari itu aku pergi ke kerajaan untuk menjadi pasukan agar nantinya bisa melawan Bangsa Portugis yang kutanamkan dendam.
Setelah 20 hari aku menjadi pasukan kerajaan, Sultan Hainur dibunuh dan pertentangan kami, Maluku dengan Bangsa Portugis semakin besar. Anak Sultan Hainur yaitu Baab Ullah memerintahkan kami untuk mulai melawan Bangsa Portugis.Â
Kami sangat lelah melawan mereka yang memiliki perlengkapan senjata yang sangat modern. Perang itu kami lakukan selama kurang lebih 53 tahun tanpa henti dan pada tahun 1575, Bangsa Portugis pun akhirnya terusir dari Maluku.
Ketika Bangsa Portugis terusir, aku berumur 63 tahun. Aku sudah tidak menjadi tentara lagi tapi aku menjadi penasihat raja karena aku yang loyal terhadap kerajaanku. Ketika semua pertentangan selesai, kami semua beristirahat dan menikmati hidup kedamaian yang tidak pernah kami rasakan selama lebih dari 50 tahun.Â
Kami bersyukur atas semua yang terjadi karena kami dapat menjadi orang yang kuat, mengenal kepercayaan Katolik, dan budaya-budaya baru yang kami dapatkan.