Mohon tunggu...
Leonardo Juan Ruiz Febrian
Leonardo Juan Ruiz Febrian Mohon Tunggu... Lainnya - Warga Negara Indonesia

Manusia yang penuh mimpi. Suka memikirkan dan menulis yang penting dan tidak penting.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kata Gen Z (6): Ingin Doang Engga Cukup, Butuh Dedikasi untuk Raih Mimpi

26 Januari 2025   05:00 Diperbarui: 26 Januari 2025   10:10 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto pribadi (dilarang menyebarluaskan tanpa izin)

Banyak kelas dimulai setelah jam makan siang, menciptakan banyak waktu luang di pagi hari. Waktu di pagi hari kerap digunakan untuk me time, olahraga, memasak, hingga menyiapkan banyak hal sebelum kelas.

Salah satu hal yang paling berkesan didapatkannya ketika mengikuti kelas di BU adalah soal menggunakan kecerdasan buatan (AI) dalam belajar maupun mengerjakan tugas-tugas.

"Aku ngerasa Boston University sangat nge-drive kita untuk memanfaatkan AI dalam tugas-tugas kita, bahkan untuk belajar. Jadi aku diperkenalkan dengan sangat banyak AI di sana, bukannya malah dibatasin engga boleh pake AI. Jadi aku ngerasa sangat futuristik dan aku ngerasa semua hal yang aku pelajari itu dibantu dengan AI, selain dibantu profesor-profesor itu sendiri. Jadi aku beneran diajarin untuk live step by side with artificial intelligence,” kata mahasiswi komunikasi tersebut.

Foto pribadi (dilarang menyebarluaskan tanpa izin)
Foto pribadi (dilarang menyebarluaskan tanpa izin)

Budaya mahasiswa nongkrong engga ada

Ga nongkrong maka engga kenal. Kegiatan nongkrong atau kumpul bersama teman sehabis kelas kuliah, kerap menjadi kebiasaan yang dilakukan mahasiswa di Indonesia. Biasanya, kumpul sama teman untuk mengisi waktu luang hingga menghilangkan rasa penat selepas kelas. Bukan hanya mahasiswa saja, dari semua kalangan umur di Indonesia, sering melakukan hal tersebut.

Namun, kebiasaan nongkrong sehabis kelas, tampaknya jarang terjadi bagi mahasiswa di BU atau mungkin juga di AS. Weng menilai mahasiswa di sana, engga punya kebiasaan tersebut.

"Di sana aku ngerasa ga punya budaya nongkrong, kayak abis kelas nongkrong tuh ga ada. Dan benar-benar lebih individulis aja kali ya, bukan ada yang genk-genkan di kampus."

Meski begitu, Weng menilai ada hal positif yang bisa diambil dari orang-orang di sana. Salah satuya adalah mereka gampang memuji orang lain walaupun tidak dikenal.

"Aku ngerasa yang bisa dipelajarin juga adalah bagaimana mereka ini sangat-sangat ramah kepada semua orang, walaupun mereka engga kenal. Mulai dari se-simple bukain pintu buat orang lain misalkan mau masuk dan nyapa, misalnya tatap-tatapan kayak senyum segala macam. Lebih friendly aja sih aku ngerasanya dalam hidup. Bukan cuma di kampus doang, ketemu orang dimanapun sangat gampang untuk menyapa, sangat gampang memuji orang, sangat gampang membantu orang walaupun kita ga kenal itu siapa," lafal Weng.

Trotoar yang ramah untuk pejalan kaki

Kini, Weng sudah kembali ke Tanah Air dan melanjutkan studinya. Rutinitas sehari-hari kembali lagi seperti yang sudah lama ia lakukan.

Kembali menjumpai kesibukan ramainya kota Jakarta dan sekitarnya hingga melihat realitas kondisi trotoar tidak sebagus serta seramah saat di Boston. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun